Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sore tadi, Seungcheol yang sibuk menata stok makanan ringan harus dibuat berhenti dari tugasnya karena seseorang menarik seragam kasirnya.
"Hyung, pisang mana sebelah?"
Remaja laki-laki di depannya itu sukses membuat dahi Seungcheol berkerut. Matanya dengan lancang memandang pada perawakan remaja di depannya. Yang dipandang menelengkan kepalanya. Sekali lagi menarik ujung seragam Si Kasir.
"Hani bantu? Pisang...." tanyanya lagi.
Detik itu juga, Seungcheol mengangguk. Raut bingungnya pupus. Dia paham seketika dengan pelanggan seperti apa yang tengah membutuhkan bantuannya.
"Buah pisang atau susu pisang?" Seungcheol bertanya untuķ memastikan.
"Susu! Susu!" pekik remaja itu terlalu bersemangat. Kakinya yang mengenakan sneaker putih menghentak kecil, tentu bukan karena kesal.
Meninggalkan kardus berisi snacks-nya, Seungcheol membawa remaja itu ke depan jejeran lemari berisi minuman dari olahan susu. Dia membukakan lemari showcase dan membiarkan pelanggan barunya mengambil dua botol susu pisang.
****
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seungcheol yang berdiri di belakang kasir, mengamati remaja yang memanggil dirinya sendiri 'Hani'; kini duduk di kursi yang ada di dalam minimarket. Jujur saja, ini pertama kali dia melihat laki-laki yang terlihat lebih muda darinya itu. Dan, ini pertama kalinya dia melihat seseorang seperti Hani dibiarkan keluar dari rumah sendirian.
Bukan maksud untuk tidak memperbolehkan mereka yang memiliki gangguan mental terisolasi, tapi setidaknya tetap harus dalam pengawasan bukan?
Tapi, ini sudah petang dan Hani masih duduk di sana mengamati jalanan di balik dinding kaca minimarket. Kakinya sedari tadi tidak bisa diam, tangannya mengetuk-ngetuk meja, dan banyak kali Seungcheol menangkap basah remaja itu menatapnya diam-diam. Terlihat sangat gelisah.
Seungcheol sungguh curiga, kalau sebenarnya laki-laki yang dibalut cardigan sewarna biru langit itu sebenarnya tersasar. Dia tidak tahu sedang berada di mana dan tidak tahu bagaimana cara untuk pulang.
Setelah memastikan belum ada lagi pelanggan yang ingin membayar, Seungcheol memilih untuk menghampiri Hani. Berniat menanyai, mungkin saja uluran tangannya dibutuhkan.
Namun, begitu dia duduk di samping remaja itu dan mencoba mengajaknya bicara. Seungcheol dibuat tercengang karena tiba-tiba Hani berdiri dari duduknya. Dia bergerak gelisah, jemarinya memilin ujung cardigannya.
Sedikit panik, Seungcheol ikut berdiri. Dia mencoba bertanya apa Hani baik-baik saja? Apa ada hal yang bisa dibantunya; memesankan taksi untuk mengantarnya pulang misalnya?
"Tidak tidak.... pulang tahu Hani! Bisa."
Seungcheol tidak yakin. Tapi, Hani bersikeras kalau dia bisa pulang sendiri. Lalu dengan gerakan tangan yang sedikit rusuh, Hani merogoh sakunya untuk mengambil sesuatu.
"H-hani ini buat sendiri. Hadiah ya s-simpan?"
Seungcheol mengambil origami berbentuk hati yang tengah disodorkan Hani untuknya. Kepala remaja itu tertunduk, pipinya terlihat bersemu. Begitu mendengar Seungcheol mengucapkan terima kasih, Hani tersenyum begitu lebar.
"Hani kasih sudah! Pulang mau."
Itu adalah kalimat terakhir yang Seungcheol dengar sebelum Si Pemberi origami berlari keluar begitu saja. Tidak peduli hujan yang tengah turun, dia menerobos jalanan yang basah dengan berlari riang.