Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jeonghan mengamati tangannya yang digenggam oleh sang ibu. Saat ini, Jeonghan tidak tahu ibu dan ayah akan membawanya ke mana. Tapi, beberapa hari ini ibu dan ayah sibuk memasukkan barang-barang ke dalam kardus. Bahkan baju milik Jeonghan sudah tidak ada di lemari lagi. Mainan di meja pun ibu masukkan ke dalam kardus.
"Ibu.... pergi mana?"
"Kita ke rumah baru ya, Sayang? Kita pergi dari tempat ini..."
Jeonghan mengerjabkan matanya pelan. Dia bingung, tapi mengangguk saja. Pun, entah kenapa hatinya merasa sedikit lega.
Sang ibu merangkul bahunya, mengecup sisi kepala putranya dengan sayang. Jeonghan membiarkannya saja, dia merasa aman saat diperlakukan seperti itu.
Saat ayah menghentikan mobilnya di lampu merah, Jeonghan mengedarkan pandangannya mengamati luar dari jendela. Jarinya meremas hoodie yang dipakainya saat matanya melihat sebuah minimarket di ujung jalan.
Matanya berbinar saat melihat seseorang yang mengenakan seragam kasir keluar dari minimarket itu. Pria itu! Pria yang selalu dia amati dari dalam mobil saat dulu ibunya berbelanja di sana; melarang Jeonghan untuk keluar dari mobil dan menunggu di dalam.
Jeonghan menangkup pipinya, merasa panas saat dia teringat sudah berhasil memberikan origami pada pria itu. Origami yang selalu Jeonghan simpan di sakunya, dan yang ingin dia berikan pada pria berlesung pipit itu.
Dulu, sulit sekali untuk memberikannya secara langsung. Karena setiap kali ibu berhenti di minimarket, Jeonghan hanya disuruh menunggu di dalam mobil. Karena takut dimarahi, Jeonghan menurut saja. Hingga hari itu, Jeonghan keluar dari rumah sendiri dan memberanikan diri mengunjungi minimarket itu.
Lagi-lagi Jeonghan tersenyum malu, dia menepuk dadanya sendiri saat otaknya mengingat hari itu. Tapi, detik berikutnya senyumnya luntur. Dia tiba-tiba menangis dan langsung menghambur ke pelukan ibunya. Tentu saja sang ibu terkejut.
"Sakit... sakit ibu! Hani suka tidak! S-sakit hiks.."
****
Hari itu banyak yang berandai-andai. Seandainya hari itu Jeonghan tidak keluar rumah sendiri. Seandainya Seungcheol bersikeras mengantar Jeonghan pulang. Seandainya kedua orang tua Jeonghan tidak lalai. Serta, seandainya bajingan tua itu tidak berulah.
Semuanya pasti akan baik-baik saja. Namun lagi, seandainya...