pertengkaran

72 14 1
                                    

Hasil perundingan mereka kemarin, Aldi dan kedua temannya, mendapat hukuman skorsing 1 Minggu. Waktu yang cukup lama untuk memikirkan banyak hal yang di pelajari untuk memperbaiki diri yang selama ini.

Pagi ini, Aldi terbangun dari tidur. Jam dindingnya menunjukkan pukul 4 pagi, dia beranjak bangun dari tempat tidurnya. Tatapan yang sangat terlihat sangat benci dan emosi.

"Kenapa gue bisa bangun jam segini sih," ucap nya

"Rasanya, ga bisa tidur nyenyak," sambungnya lagi...

Sekarang matahari sudah terbit, Mutia bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, dan Aldi sudah di meja makan. Betapa terkejutnya Mutia menatap wajah Aldi yang tenang menyantap roti di mulutnya.

"Hai mut," ucap Aldi.

"Hai." Tatapan mata Mutia seperti tidak suka.

"Mau gue anterin ga?" Tanya Aldi sambil menatap Mutia lekat.

"Ga usah," kata Mutia.

"Makan yang banyak ya." Mutia langsung pergi tanpa pamit pada Aldi.

Rasanya kalau melihat Aldi seperti orang yang menahan emosi, dia selalu berusaha untuk memberi Aldi kesempatan buat berubah, namun Aldi tidak menghargai. Mutia kali ini bener-bener cuek bahkan berbicara sama Aldi saja tidak mau.

Di sekolah, satu sekolah menatap kehadiran Ilham di tenang koridor sekolah, tatapan mereka seperti kaget melihat Ilham. Ilham yang tau di menjadi pusat perhatian, dia hanya tertunduk dan di mendengar ucapan dari beberapa siswa.

"Wahhh, ini yang buat Aldi di skors," ucap orang itu.

"Bisa-bisanya bikin Aldi di skors gitu, cakep sih..., tapi sok alim," bisik yang lain

Ilham langsung berlari dari situ, karena dia menjadi pusat perhatian dan perbincangan orang lain. Sementara itu Raffa yang sedari tadi duduk, diam memperhatikan sekitarnya.

"Lu kenapa sih raf?" Kehadiran Mutia membuat Raffa sedikit terkejut.

"Mut? Lu ga istirahat aja," ucap Raffa yang memperhatikan seluruh tubuh Mutia.

"Gue ga sakit." Mutia menekankan kalimat.

"Gue ngerasain ga enak sama lu, mut." Mutia itu bingung dengan ucapan Raffa.

"Maksud lu raf? Ga ada yang salah, gue emang harus tau ini." Raffa hanya tersenyum simpul karena dia bener-bener merasa bersalah.

Ilham masuk ruang kelas, sudah banyak orang dan temannya. Ada banyak yang sudah mulai menerima kehadiran, dan juga banyak yang juga masih tidak suka.

"Hai ham, sekarang udah ga ada yang ganggu lu ya." Gilang merangkul Ilham.

"Gue ngerasa, kok lu sama kak Mutia kayak kakak adek ya," ucap Ali membuat bingung.

"Ga mungkin lah. Saya itu orang biasa," ucap Ilham sambil menggelengkan kepalanya.

"Iya, Ali ngaco lu!" Kata Gilang yang terkekeh.

"Maaf, kali aja gitu kan." Ali tertawa kecil.

Di lain tempat Mutia yang menyendiri sedari tadi. Aulia memang sengaja memberikan ruang bagi Mutia untuk sendiri, dia tau perasaan Mutia ini sangat campur aduk, di lain sisi dia bener-bener marah dengan sikap Aldi, dan juga yang membuatnya bingung Aldi itu saudaranya bagaimana dia bisa membencinya?

"Kapan masalah ini cepat selesai?" Batin Mutia terus berperang dengan keadaan.

Raffa mendekati Mutia yang sendiri di deket jendela kelas, sementara Aulia mengajak Rafael pergi ke kantin membiarkan mereka berdua disana.

Sama dengan halnya yang di lakukan oleh Aulia dan Rafael. Ilham dan kawan-kawan kini menuju kantin, di koridor mereka tak sengaja bertemu. Ilham yang mencari keberadaan Mutia pun akhirnya membuka suka, untuk menanyakan seseorang yang di carinya.

"Oh iya ka, kalian ga sama ka Mutia?" Ucapan itu berhasil membuat semuanya kaget. Kenapa tiba-tiba Ilham mencarinya.

"Tumben kamu, nyari Mutia," kata Rafael yang datar.

"Mutia ada di kelas, ham. Kamu ada perlu?"

"Yaudah ka, kalau gitu Ilham ke kelas ka Mutia dulu."

Sikap Ilham membuat Rafael dan semuanya kaget, bahkan ucapan terakhir dari Rafael pun tak terdengar oleh Ilham yang sudah terlihat menjauh.

"Ga bisanya tuh anak," ucapan Gilang yang bingung akan sikap Ilham.

Ilham berlari sambil membawa kotak yang berisi bekal makanan. Isi pikiran Ilham sepenuhnya berhasil memikirkan Mutia, seseorang yang selalu menolongnya.

"Sudahlah, mut. Lupakan sejenak masalah ini, sekarang yang lu harus pikirkan kesehatan mu, dan juga olimpiade."

"Kenapa masalah datang bertubi-tubi, raf. Gue bener-bener ga sanggup lagi," kata Mutia menatap Raffa.

Ilham mendengar ucapan Mutia, dia seakan-akan merasakan hal yang sama? Ilham bahkan berderai air mata, mendengar ucapan Mutia tadi. Seolah-olah Ilham merasa bersalah atas kejadian itu.

"Ka, Ilham minta maaf ya." Suara Ilham membuat Mutia dan Raffa kaget.

"Ham?" Ucap Mutia dan Raffa berbarengan.

"Ini bukan salah lu, ham. Gue mohon jangan minta maaf lagi," kata Mutia sambil memeluk Ilham.

"Tapi..." Ilham belum selesai berucap, Raffa langsung berbicara terlebih dahulu.

"Ilham, justru gue sama Mutia yang minta maaf sama lu, Aldi udah kejam banget sama lu."

"Gapapa kok ka, aku ngerti perasaan ka Aldi." Ilham tersenyum lebar.

"Kesini ada apa ham?" Ilham langsung menyodorkan kotak makan yang berada di tangan Ilham.

"Gue gua?" Mutia masih menatap kotak makan yang di sodorkan Ilham.

"Iya ka, di makan." Ilham sangat bahagia saat Mutia menerima makanan itu.

Mutia merasakan masakan itu tidak asing di lidahnya, di sepertinya pernah mecoba makan ini dengan rasa sangat menyerupai.

"Ham ini masakan ibu kamu?" Mutia ingin memastikan saja bahwa masakan ini seperti dia sangat mengenalnya.

"Iya ka, ga enak ya?" Ilham merasa sangat tidak enak kalau makanan ibunya tida cocok di lidah Mutia.

"Enak banget ham, boleh ga nanti aku mau mampir ke rumah kamu, sekalian silahturahmi?" Mutia sangat penasaran dengan sosok ibunya hilang, karena jujur masakan ini memang masakan yang paling enak menurut nya.

"Boleh banget ka, pasti ibu nya seneng ketemu ka Mutia yang baik udah gitu cantik pula," ucapan itu sontak membuat Mutia hanya tersenyum.

"Biasa aja mujinya kamu, yaudah kamu balik ke kelas sana, ini udah mau bel masuk."

"Iya ham, hati-hati ya ke kelasnya."

"Kenapa setiap ketemu Ilham, perasaan aku jadi lebih adem dan tenang." Mutia berucap dalam hati.

"Gatau ya, setiap ada Ilham dunia tuh berasa tenang," ucapan Raffa membuat Mutia mengangguk.

"Gue juga ngerasain hal yang sama."

"Tapi kalau gue liat, lu setiap ketemu Ilham kayak kakak adek sumpah. Gue ga pernah liat Ilham berani sedeket ini sama perempuan," kata Raffa membuatnya terkekeh.

"Ga gitu raf, mungkin aja dia ngerasa bersalah sama gue," kata Mutia yang menganggapi ucapan Raffa.

"Ya gue juga bercanda kali."

Haii maaf ya update nya lama banget, semenjak ptm jadi ga bisa update lagi. Aku rasa part ini kurang panjang.

Tapi aku cuma minta ambil yang positif yang buang yang negatifnya. Kalau suka boleh vote dan komen yaa

Makasih yang udah mau tunggu cerita ini.

Kalau ini udah 30 chapter aku akan buat cerita baru lagi. Insyaallah bakal makin seru jadi buruan yaa di tunggu.

See you soon semuanya. Makasih yang udah sayang banget sama cerita ini. Love you

Just for you  [HAMPIR END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang