5. Genangan Luka

916 197 11
                                    

Luka dalam hati Rista masih menganga semenjak kepergian laki-laki yang dia cintai. Untuk kedua kalinya dia terluka setelah perpisahan orang tuanya, lalu ditambah kepergian Gema. Dua luka itu kini menggores hatinya dan mungkin akan membutuhkan waktu lama untuk terobati. Bukan hanya luka yang dia dapat, tapi kehancuran pun menerpa hidupannya. Saat ini, Rista sedang dalam titik terparah dalam hidup karena telah kehilangan segalanya yang dia punya, termasuk orang-orang yang seharusnya menjadi tumpuan dalam hidupnya. Entah pada siapa lagi dia harus mengadu segala masalah yang sedang terjadi?

Rista mengayun langkah sambil menarik koper untuk meninggalkan bangunan yang sudah menaunginya selama beberapa tahun terakhir. Dia harus menerima konsekuensi karena telah menjual tempat tinggalnya, lalu mengontrak selama beberapa bulan di tempat itu, dan sekarang pemilik tempat itu tak mengizinkannya untuk lebih lama tinggal di apartemen tersebut.

Air mata mengiringi langkahnya keluar dari area apartemen. Dia membalikkan tubuh, menatap bangunan tinggi di hadapannya. Terasa berat dalam hati Rista untuk meninggalkan apartemen itu. Tangis Rista tak bisa dibendung karena rasa sesak di dalam dada.

 Tangis Rista tak bisa dibendung karena rasa sesak di dalam dada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah mobil mewah berhenti tak jauh dari posisi Rista saat ini. Seorang laki-laki keluar dari dalam sana, lalu berjalan cepat untuk menghampirinya. "Hei ... apa yang terjadi?" tanyanya pada Rista.

Rista segera mengusap air mata, menundukkan kepala karena malu padanya. Laki-laki itu adalah Dannis. Takdir mempertemukan mereka di waktu yang tepat. Rista menggeleng lemah sebagai jawaban pertanyaan laki-laki itu.

"Apa orang-orang itu mengusirmu? Apa mereka berbuat kasar padamu? Di mana mereka?" Dannis menatap ke arah lobi setelah menanyakan hal itu.

Dannis kembali menatap Rista karena tak mendapat balasan. Gadis itu masih bergeming tanpa ingin bersuara. Dia sudah mengingatkan Rista agar menerima apartemennya tapi gadis itu keras kepala dan kukuh untuk menolak. Diraihnya koper milik Rista, lalu meraih lengan gadis itu dengan tangan kirinya, membawa gadis itu menuju mobil.

"Aku nggak mau pergi dari sini." Rista mengempaskan tangan Dannis.

Kamu tidak ingin pergi dari sini, tapi kamu menjual apartemenmu sendiri. Dasar bodoh!

"Masuk." Dannis menginatruksi setelah membuka pintu mobil.

"Aku masih ingin di sini," tolak Rista.

Dannis membuka bagasi, memasukkan koper Rista ke dalamnya dengan gerakan cepat. Kemudian, dia mencekal kedua lengan Rista, membawanya agar masuk ke dalam mobil. Sekuat apa pun Rista menolak, tenaga Dannis lebih kuat darinya. Gadis itu terduduk di jok samping kemudi. Dannis bergegas menyusul masuk ke dalam mobil.

"Buka pintunya. Aku mau keluar," pinta Rista memaksa.

Tak peduli. Dannis menancap gas, melajukan mobilnya untuk masuk ke basemen. Percuma menanggapi gadis di sampingnya yang sedang frustrasi. Lebih baik dia segera bertindak dan tak ingin banyak bicara, membuang-buang waktu.

Persinggahan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang