16. Pasien Istimewa

761 182 27
                                    

Nayla berdiri di depan sebuah gerbang rumah sakit. Bukan untuk mengantar makanan seperti biasa, tapi ada hal lain. Wanita itu meremas tali tas selempangnya dengan kuat. Ada perasaan gugup yang hinggap dari hatinya sejak turun dari ojek online. Dia ingin mengurungkan niatnya untuk masuk, tapi hati kecilnya melarang. Sudah di depan rumah sakit dan dirinya harus mengumpulkan keberanian. Mau tidak mau dia harus melakukannya. Tidak ada salahnya mencoba. Dengan niat dan tekad kuat akhirnya Nayla melangkah masuk.

Setelah mengantre di loket pendaftaran, dia pun duduk di salah satu bangku untuk menunggu namanya dipanggil. Perasaannya sudah tidak karuan. Jantungnya juga berdebar kencang sejak tadi.

Nayla melihat sekeliling. Rumah sakit memang selalu ramai setiap hari. Kalau biasanya dia hanya mengantar makanan kemudian bergegas pergi. Kali ini dirinya turut antre untuk menjadi salah satu pasien.

Sebenarnya Nayla tidak sakit, tapi ada hal yang perlu dilakukannya untuk memastikan bahwa tidak ada yang salah dalam dirinya. Ini adalah langkah awal untuknya memulai hal yang baru.

Sudah hampir satu jam dia menunggu antrean. Maklumlah, pasien yang datang bukan dia saja.

"Ibu Nayla Kumalasari."

****

Akmal masih fokus dengan berkas dari pasien sebelumnya. Sementara Nayla sudah duduk di depannya. Mata laki-laki itu masih sibuk dengan berkas dari pasiennya. Selesai dengan berkas pasien sebelumnya, dia kemudian mengambil berkas lainya yang sudah tersusun rapi di meja kerjanya.

Nayla yang sudah gugup ketika masuk dan melihat siapa dokter yang akan memeriksanya. Dan ternyata itu adalah Akmal. Wanita itu duduk dengan perasaan campur aduk. Namun, ada sesuatu yang menghangat dalam hatinya ketika melihat Akmal bekerja dengan serius dan penuh tanggung jawab. Sehingga, tidak menyadari kehadiran Nayla.

"Ibu Nayla Kumalasari," panggil Akmal dengan wajah penuh keterkejutan setelah melihat pasien di depannya.

Akmal mengira hanya namanya saja yang sama, tapi dia tidak menduga jika itu adalah Nayla-nya.

"Kamu?" tanya Akmal dengan perasaan terkejut yang belum hilang.

Tiba-tiba pikiran negatif mulai hadir dalam otak Akmal. Namun, dia buru-buru membuangnya dan bersikap profesional.

"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Akmal kemudian.

"Saya ingin memeriksakan kandungan," jawab Nayla dengan nada gugup.

Jujur dari semua dokter di rumah sakit ini, kenapa Tuhan malah memilih Akmal untuk memeriksa dirinya. Dan itu membuat Nayla semakin gugup saja.

"Apa yang ibu keluhkan?" tanya Akmal lagi dengan nada formal. Padahal dirinya juga penasaran apa yang membuat Nayla sampai harus memeriksakan diri.

"Saya hanya ingin memastikan kalau saya baik-baik saja."

"Maaf sebelumnya, apa ibu merasakan kram saat menstruasi atau saat berhubungan dengan suami?"

Oke, itu adalah pertanyaan yang sering dia ucapkan ketika menerima pasien seperti Nayla. Dan untuk pertanyaan kedua anggap saja hanya sebagai formalitas. Karena Akmal tahu jika Nayla itu janda.

"Tidak ada, Dok."

"Apa ada keluhan lainnya?"

Akmal memberikan pertanyaan kembali karena biasanya, ada beberapa pasien yang malu-malu untuk mengakui jika ada yang salah dengan tubuhnya.

"Tidak ada, Dok."

Akmal menarik napas. "Baiklah Ibu, mari berbaring di ranjang. Saya akan memeriksanya."

Andaikan JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang