10. Apa kamu takut hujan?

1.1K 267 47
                                    

Beberapa saat setelah sadar, Nayla langsung meminta untuk pulang. Namun, dicegah oleh Akmal. Lelaki itu takut jika terjadi sesuatu pada Nayla.

"Saya tidak apa-apa, Dok," ucap Nayla meskipun dia merasa tubuhnya sedikit lemas, mungkin karena dirinya terlalu lelah ditambah ingatan tentang masa lalunya.

"Kamu istirahat saja dulu, tenang saja buat kamu gratis," celetuk Akmal sambil mengedipkan sebelah matanya.

Nayla ternganga melihat tingkah laku dokter di depannya.

Sebenarnya, Akmal berkata seperti itu untuk mengurangi rasa gugup dan paniknya agar tidak diketahui oleh wanita di depannya ini.

"Tapi, saya sudah tidak apa-apa," lanjut Nayla yang mulai sedikit tidak nyaman.

"Kamu memang nggak apa-apa, tapi saya yang kenapa-napa."

Sekali lagi, Nayla dibuat ternganga dengan ucapan lelaki berkacamata di depannya ini. Dia ingin bicara lagi, tapi seorang perawat masuk sambil membawa segelas teh.

"Ini, Dok, tehnya."

"Terima kasih, kamu boleh pergi."

Setelah kepergian perawat tersebut, Akmal menyodorkan teh yang masih mengepulkan uap pada Nayla.

"Ini minum dulu," pinta Akmal dengan nada lembut.

Mau tak mau, Nayla meraih gelas dalam genggaman tangan Akmal. Kemudian meneguk teh tersebut perlahan-lahan.

"Kamu sakit?" tanya Akmal dengan tatapan intens.

Nayla hampir saja tersedak ditatap seperti itu.

"Saya baik-baik saja," jawabnya lirih.

"Kalau kamu baik-baik saja, bagaimana kamu bisa pingsan?" cerca Akmal. Lelaki itu sudah seperti polisi yang sedang mengintrogasi pelaku kriminal. Apalagi dengan tatapan serius yang baru kali ini Nayla lihat.

"Saya beneran tidak apa-apa."

"Lalu kenapa kamu pingsan?"

Nayla terdiam. Haruskah dia mengatakan kalau hujan yang telah membuatnya pingsan. Konyol bukan.

"Kamu pasti mengidap suatu penyakit."

Astaga, Nayla hanya bisa ternganga untuk kesekian kalinya. Hanya karena dirinya baru saja pingsan, lalu lelaki yang berprofesi dokter di depannya ini bisa dengan mudah memvonis kalau dirinya ini mengidap suatu penyakit.

"Kamu harus diperiksa, untuk memastikan, mumpung masih di rumah sakit."

Nayla memejamkan mata seraya menahan rasa kesal.

"Maaf, ya Dok. Saya beneran tidak apa-apa. Saya tidak butuh untuk diperiksa. Yang perlu diperiksa itu Dokter, seenaknya saja memvonis."

Akmal yang sedari tadi bersikap serius akhirnya bisa tersenyum. Meskipun senyum itu hanya samar saja. Sekarang dia yakin jika wanita di depannya ini baik-baik saja. Melihat bagaimana Nayla yang mulai kesal karena ucapannya.

"Saya memang perlu diperiksa," ujar Akmal dengan mimik wajah yang terlihat sedih.

Iya, otak kamu yang perlu diperiksa, batin Nayla mulai kesal.

"Saya memang seorang dokter, tapi saya perlu diperiksa karena kadang saya merasa sesak napas dan jantung berdetak sangat cepat, bahkan hampir saja mungkin tak bernapas beberapa saat yang lalu."

Nayla terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Dia tadi bermaksud hanya menyindir karena tingkah dokter di depannya ini menyebalkan. Dan tidak menyangka akan mendapatkan jawaban seperti itu. Akan tetapi, Nayla masih ragu jika dokter di depannya ini mengidap sebuah penyakit.

Andaikan JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang