t w o

775 142 1
                                        

Langit gelap tanpa adanya bintang menjadi saksi bisu sosok yang lagi lagi duduk di sebuah ayunan tua sendirian, dirinya meremat frustasi rambutnya sendiri.

Tak ada tangisan ataupun suara yang keluar dari bibirnya. Namun percayalah bahwa tatapan laki laki itu penuh akan rasa sakit.

Tangannya mulai meremat kuat rambutnya saat kata kata dari sang Oma kembali terdengar dalam pikirannya.

Rematan pada rambutnya terlepas kala pandangan nya mengarah ke langit yang hanya dihiasi bulan samar karena tertutup awan.

Yoshi. Laki laki berdarah Jepang itu mengadahkan wajahnya kala merasakan rintikan hujan menyentuh permukaan kulitnya.

Sebuah perasaan mengalir kala hujan semakin deras menurunkan air. Seolah olah rasa sesak di dadanya ikut terbawa kala hujan mengguyur tubuhnya.

Kakinya beranjak berdiri kala pikirannya  melayang merasakan sebuah euforia masa lalu dirinya yang masih bisa merasakan kehangatan sang ibu.

Sebuah Hujan yang selalu Yoshi kecil nantikan agar ia bisa melompati genangan air atau membuat boneka penangkal hujan bersama wanita yang begitu ia sayangi.

Sumber tawa sekaligus rasa hangat yang selalu Yoshi rindukan.

Ia rindu. Yoshi merindukan semua moment bersama ibunya yang begitu singkat.

Kakinya berjalan pelan menuju trotoan dan berdiri menatap kosong jalanan yang sepi karena malam telah larut.

Hingga sebuah cahaya mobil tercetak jelas di mata Yoshi. Kakinya bersiap melangkah bersama cahaya mobil yang kian mendekat dengan kecepatan tinggi.

Senyum diwajah Yoshi tercetak kala pikirannya merangkai wajah sang ibu.

"Mungkin sudah saatnya".

Bruk














"Kau tidak apa apa?".

Yoshi mengerjapkan matanya kala merasakan tubuhnya ditarik paksa hingga terjatuh.

Pandangannya beralih ke seorang laki laki mungil yang baru saja menariknya dari pinggir jalan.

Sosok laki laki yang terlihat lebih muda darinya, dengan tinggi lebih pendek dan memiliki rambut hitam legam.

Keduanya diam sibuk dalam dunia mereka sendiri. Yoshi yang masih setia mengamati sosok yang baru ia temui, sedangkan yang diamati seperti kebingungan mencari sesuatu.

Lampu yang menyala memang tak terlalu terang dan hanya remang remang, ditambah hujan deras yang setia mengguyur mereka membuat pandangan mereka tak terlalu jelas.

Mungkin sosok laki laki yang menyelamatkan nya itu rabun. Yoshi masih terus fokus mengamati objek barunya seakan lupa pada hal yang baru saja terjadi.

Perhatian Yoshi benar benar terpaku pada sosok laki laki tersebut.

"Maaf, tapi apa kau melihat sebuah tongkat?".

Yang ditanya segera mengedarkan pandangannya. Ia menemukan tongkat tersebut di tepi jalan dengan keadaan sudah rusak, sepertinya terlindas mobil tadi.

Tubuh Yoshi beranjak bangkit lalu segera mengambil tongkat tersebut lalu berjalan ragu mendekati laki laki itu.

"Aku akan mengganti nya tenang saja".

Laki laki itu tak menjawab lalu segera ikut bangkit kala benda yang ia cari telah ditemukan.

Ia menggeleng ribut lalu kembali diam sembari memeluk tongkat nya yang sudah  tak bisa digunakan.

"Apa aku bisa meminta bantuan sekali lagi?".

Dahi Yoshi mengkerut bingung. Laki laki didepannya ini sungguh tak marah melihat barangnya rusak karena dirinya,
malahan dia yang berulang kali meminta maaf hanya untuk meminta bantuan hal sepele.

"Apa kau melihat sebuah toko roti di sekitar sini?".

Yoshi diam sejenak mencoba menulusuri ingatannya tentang daerah yang selalu ia lewati ini.

"Seperti nya aku ingat melihat sebuah toko roti. Tapi toko roti itu sepertinya sudah tutup sejak lama".

Laki laki didepannya mengangguk kencang dan segera mengiyakan.

"Boleh antarkan aku kesana?".

•••••~

candle light [ Yoshiho ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang