"Apa boleh aku menyukaimu?"
Nafas Mashiho tercekat saat mendengar nya.
Ini bukan mimpi ataupun khayalan, Mashiho benar benar dalam kondisi sadar secara penuh. Jadi Yoshi benar benar mengucapakan nya.
Lagi lagi tawa Yoshi yang gemas akan Mashiho muncul membuat rona merah semakin menjalar di wajah yang lebih muda. Yoshi benar benar tak bisa berhenti memuji bagaimana begitu menggemaskan nya seorang Mashiho.
"Jadi apa boleh?"
Mashiho mencerna kembali kalimat Yoshi lalu beberapa saat kemudian tatapan kosong milik mashiho mengarah ke Yoshi.
"Apa dirimu yakin menyukai laki laki cacat sepertiku?"
Mashiho tentu senang mendengar apa yang Yoshi katakan. Tapi jauh di lubuk hatinya ia takut orang orang memandang aneh Yoshi karena menyukai manusia cacat seperti nya. Mashiho tidak mau Yoshi harus hidup menderita hanya karena dirinya.
Terbesit rasa kecewa dalam diri Yoshi karena Mashiho belum sepenuhnya yakin pada dirinya. Tapi Yoshi mulai paham akan keraguan mashiho kala mengingat kembali trauma yang dimilikinya.
"Tentu aku sangat yakin."
"Dirimu sendiri bukan yang meyakinkanku bahwa dirimu itu istimewa, kau juga yang bilang padaku untuk tak menyerah dalam menghadapi hidup bukan?" lanjut Yoshi sedikit keras.
Yoshi tak suka melihat sosok Mashiho yang kini tak percaya akan dirinya sendiri. Bagaimanapun Mashiho adalah orang yang menyelematkan dirinya dari keterpurukan.
Tangan Yoshi terangkat menangkup bahu sempit milik Mashiho. Yoshi tau bahwa rasa takut dalam diri Mashiho lah yang membentuk keraguan tersebut.
"Aku takan pernah menyesal telah memilih untuk menyukaimu. Dan ingatlah bahwa aku juga sudah berjanji untuk tak akan meninggalkanmu."
Tangan Yoshi beralih turun untuk menggenggam tangan yang lebih muda.
"Aku takan memintamu untuk menyukaiku juga. Tapi tolong tetaplah percaya pada dirimu sendiri seperti biasanya."
"Karena dirimu adalah berkah bagi banyak orang termasuk diriku."
•
•
•
•
•
Yoshi terdiam sejenak saat sepeda motornya berhenti di sebuah bangunan mewah yang selama ini ia tinggali.
Yoshi segera pulang kala membuka ponsel nya melihat deretan panjang panggilan tak terjawab dari beberapa orang rumah termasuk sang Ayah.
Rasa cemas tiba tiba timbul pada diri Yoshi kala merasakan suasana yang begitu tak mengenakan.
Beberapa kali dirinya juga sadar bahwa orang orang di sekitar perumahannya melihat dengan tatapan mengintimidasi kepadanya.
Yoshi meneguk ludahnya sendiri lalu segera berjalan menuju pintu besar bangunan ber cat putih tersebut. Tangannya mengetuk pelan namun sama sekali tak ada jawaban yang ia terima.
Tangannya mendorong ragu pintu tersebut kala sadar bahwa pintu itu tak terkunci sama sekali. Helaan nafasnya mulai beradu kala melihat beberapa pecahan kaca dan barang berserakan di lantai.
Kakinya melangkah masuk mencoba mencari tau apa yang terjadi. Perasaan buruk terus bergantian muncul membuat langkah Yoshi semakin memberat tiap langkahnya.
Tak ada siapapun yang ia lihat kecuali keadaan yang terlihat kacau di beberapa titik rumahnya. Kini tujuan Yoshi adalah kamarnya di lantai dua rumah bertingkat tersebut. Sayup sayup suara mulai menyapa pendengaran nya membuat Yoshi semakin melangkahkan kakinya.
Tubuhnya membeku kala melihat pintu kamarnya terbuka menampakan keadaan hancur lebur. Berbagai piala dan barang barang lainnya pun tak luput berserakan dengan keadaan rusak.
Plak
Rasa perih menjalar di pipi Yoshi kala sebuah tamparan tiba tiba mendarat dengan kuat di pipinya.
Disana sang Oma berdiri dengan wajah nyalang setelah menampar dirinya.
"Dasar kau anak pembawa sial" seru wanita tua itu dengan nafas tersenggal.
"Apa yang kau lakukan pada adikmu sendiri sialan. Kau benar benar berniat merusak keluarga ku bukan?"
Jantung Yoshi benar benar berdetak dua kali lipat sekarang. Pikirannya masih terus mencoba mencerna apa yang terjadi saat ini. Ia benar benar tak mengerti apa yang baru saja terjadi.
"Aku tidak melakukan apapun" Wajah wanita tua itu semakin nyalang.
"Tak usah bohong dasar kau anak tak tau diri. Berkat dirimu, adikmu sendiri terlibat kasus obat obatan terlarang".
"Kau yang menjebaknya karena iri dan ingin balas dendam untuk wanita jalang yang melahirkanmu bukan?"
Kedua mata Yoshi membola kala mendengar tentang Haruto. Tapi dirinya benar benar tak tahu menahu tentang apa yang terjadi. Bahkan dirinya sendiri tak menyangka sang adik bisa terjerumus dalam hal seperti itu.
Sedetik kemudian kaki Yoshi benar benar membeku di tempat kala laki laki besar itu tiba tiba datang mendekati mereka berdua. Penampilan nya kacau dengan rambut dan baju yang berantakan jauh dari keadaan rapih seperti biasanya.
Selanjutnya adalah rasa pening yang menjalar di kepalanya. Sang ayah benar benar meninjunya dengan sangat kuat. Yoshi begidik takut kala melihat sorot mata kelam sang ayah memandang nya seperti dulu, bahkan lebih dari dulu.
Mulut Yoshi kini sama sekali tak bisa mengeluarkan sepatah kata apapun sekarang, yang ia lakukan hanya pasrah menerima amukan sang ayah.
Yoshi kira hubungan nya dengan sang ayah bisa membaik dan berubah harmonis seperti perlakuannya pada haruto. Mungkin dirinya harus mengaku bahwa ia sangat iri dengan adiknya.
"Aku benar benar muak denganmu" Yuta menggeram.
Yoshi benar benar harus bangun dan menerima jika semua rasa sakit dan kata kata menyakitkan itu benar benar nyata.
Bahkan kini Yoshi bisa dengan jelas melihat bagaimana wajah nyalang sang ayah saat ini. Tangan besar kepala keluarga Kanemoto itu mencengkram kasar kerah Yoshi, tubuh nya didorong hingga menghantam lantai dengan cukup keras.
"Kau sama tidak berguna nya dengan ibumu" suara berat Yuta meninggi seiring nafasnya semakin memburu.
Yoshi kalap mendengarnya. Rasa sakit di dadanya berkali kali lipat timbul secara tiba tiba. Didepannya langsung sang ayah melontarkan kalimat merendahkan kepada ibunya.
Senyum kecut terpampang jelas di wajah Yoshi. Sudah cukup ia mendengar kata kata menyakitkan tentang ibunya dari keluarga ini.
Kaki Yoshi beranjak berdiri dengan susah payah. Kini sorot mata Yoshi benar benar berhadapan langsung dengan sang ayah.
"Aku harap kalian bahagia setelah ini."
Tbc.
Hehe.....
KAMU SEDANG MEMBACA
candle light [ Yoshiho ]
Hayran KurguSosok tegar namun rapuh bak sebuah cahaya lilin yang terus mencoba bersinar di saat angin bertiup. Hingga sebuah cahaya redup datang dan membagikan cahayanya mengubah hidup seorang yoshinori.