Bagian 3

12 3 1
                                    

Setelah selesai menyantap bubur ayamnya, Azhar dan aku bergegas menuju tempat dimana kita akan membeli barang-barang suruhan Bu Reni. Jujur saja aku kebingungan dengan istilah-istilah yang dia sampaikan. Apa itu buah putri salju? Bagaimana dengan tongkat berlumpur? Membingungkan bukan?

Demikian pula dengan Azhar yang tampaknya dia ikut kebingungan dengan intruksi yang tertera di bagian bawah foto.

"Duh, Cha. Ini apaan dah?" Tanyanya bingung

"Gak tau gue juga. Coba lo search di google, deh!"

"BENER BANGET! GAK KEPIKIRAN GUE."

"Cha... Lo tau gak?" Lanjutnya

"Hah? Apa?"

"Buah putri salju itu apel." Dia menghela nafas.

"Anjir, kirain apaan. Ya ampun, kalo apel mana ada di sini." Ucapku lirih "ayo kita ke pasar aja, deh."

"Eh, tapi ini tongkat berlumpur, gimana?"

"Sekalian, di pasar. UDAH AYO CEPET!"

Aku meninggalkan Azhar yang masih sibuk melihat layar ponselnya "TUNGGU NGAPA."

kita berdua kembali berkelana mencari apa yang seharusnya kita cari. Sungguh melelahkan. Namun, bagaimana lagi? Aku lebih baik lelah untuk mengerjakan tugas daripada mengerjakan hukuman yang aku saja tidak tahu apa itu. Hng!

Aku melihat wajah Azhar yang tampak lelah dari balik spion, keringatnya mengucur deras, aku kasihan terhadapnya. Ingin rasanya aku mengelap keringatnya. Namun, CUKUP! KITA CUMA TEMEN.

-

"Cha, udah sore. Kita belum dapet satupun, lho apa yang Bu Reni suruh."

"Ih, iya. Gimana dong? Makan dulu aja mau, gak?"

"Heem, ayo deh. Cacing di perut gue udah kesurupan."

"Yeh, hahaha." Aku meninju kecil.

"Lo suka sushi atau tteopokki gitu gak?"

"SUKA BANGET!! AYO BELI ITU."

"Gemes banget, Cha. Yaudah kita beli ntar di restoran. Abis itu kita nyari lagi, barang-barang itu ya."

"Sip!"

Oh ya, aku lupa. Pasar yang tadinya akan kita jadikan destinasi terakhir dalam pencarian barang-barang itu, sebagian kios dan toko-tokonya sudah pada tutup, jadi kita memutuskan untuk istirahat sejenak untuk makan siang yang kesorean.

"Silakan, kak. Ini menunya," ucap pelayan restoran sambil menyodorkan buku menu.

"Cha, lo mau apa?" Tanya Azhar

"Lo yang bayar 'kan?" Candaku

"Tenang!! Apa sih yang mustahil bagi Azhar."

"Dih, dih..."

"Oke mbak, pesan sushi aja dua porsi, ya."

"Baik kak, untuk minumnya mungkin? Kami ada promo beli satu chocolatte akan mendapatkan gratis satu gelas mocca," lontar pelayan

"Mau gak Cha?" Tawarnya

"Boleh deh, mbak."

"Baik, kak. Ditunggu ya. Pesanan akan kami siapkan dalam beberapa menit."

Sementara makanan kita disiapkan, kita mengobrol santai tentang kehidupan kita masing-masing, yang sebelumnya tidak pernah kita ceritakan satu sama lain.

"Mmm, Cha. Ayah lo itu Pak Yunus, itu 'kan?"

"Ih, lo kok tau?"

"Ayah gue itu temen SMP-nya."

"Lah? Ayah gue kok gak pernah cerita?" Timpasku

"Mana gue tau."

Makanan yang kami pesan akhirnya tiba. Kami menyantap makanan itu dengan lahap. Lihat, bukankah kita terlihat seperti orang yang belum makan lima bulan? HAHAHAHA.

Azhar menatapku dengan senyuman tipisnya. Aku salah tingkah dibuatnya.

"E-eh, apaan dah."

"Hehe, gapapa, Cha. Udah abisin tuh makanan. Biar kita langsung pergi lagi.

"Iya, iya. Sabar kenapa."

"Heem, enjoy your food."

"Hmmm." Aku berdeham.

-

"Mbak!" Panggilnya kepada pelayan

"Oh, iya kak. Kenapa?"

"Ini ada bill-nya?"

"Untuk pembayaran, kakak bisa langsung ke kasir saja, ya kak."

"Oh yaudah, mbak. Makasih."

"Baik, kak.'

Azhar beranjak, diikuti dengan aku yang membuntutinya dari belakang. Azhar, ya. Sosok pria tampan nan tinggi dengan proporsi tubuhnya yang menurutku cukup atletis bagi anak seusianya. Bahunya yang lebar membuatku terpana sejenak. Bisakah aku bersandar untuk sekedar melepas penat di bahunya? Ah Acha, pikiranmu ada-ada saja.

"Halo, kak. Selamat sore. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya kasir

"Ah iya, kak. Saya mau melakukan pembayaran untuk pesanan di meja 8. Jadi berapa, ya?"

"Baik, untuk spicy tuna rollnya dua dan chocolatte satu, ya? Total semuanya jadi Rp. 75.000,-" jawab kasir

"Bisa debit?"

"Bisa, kak. Boleh silakan."

"Oke mbak, udah ya. Terima kasih."

"Baik, kak. Terima kasih kembali!" Senyuman ramah nampak dari wajah sang kasir yang aku pikir sudah dari pagi ia bekerja.

"Cha." Azhar menepuk pundakku. Aku tersentak karena sedari tadi aku hanya fokus memainkan ponselku.

"Eh, udah?"

"Udah, yuk, ah. Keburu makin malam."

"Yaudah, ayo."

Sushi date akhirnya usai. Apa sih, Cha. Cuma makan doang itu, gak usah berlebihan.

Dear You! [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang