🍃 Extra Chapter (1)🍃

64.8K 5.8K 428
                                    

🍃 Happy Reading 🍃

"Bertahan dengan rasa sakit memang sulit, tapi perpisahan adalah hal yang sangat pahit."

~Sama tapi Berbeda.

<><><>

Setelah memarkirkan motornya, Raka tertegun melihat motor yang ada di sampingnya. Motor hitam itu mengingatkannya pada seseorang.

Raka segera ke kelasnya, kelas masih cukup sepi. Hanya ada satu atau dua siswa yang sudah datang. Setelah meletakkan tasnya di mejanya, Raka pergi ke taman belakang.

Langkahnya terhenti saat melihat seseorang yang tengah berbaring di bawah pohon. Ia merasa de javu. Refleks, mulutnya menyebut nama yang hampir tak pernah ia panggil sepuluh hari terakhir ini.

"Alvin."

<><><>

Terhitung sepuluh hari sejak kepergian Alvin. Tetu saja perasaan duka itu masih sangat terasa. Namun, bagaimanapun kehidupan tetap berjalan, bukan?

Alvan memarkirkan motor yang dikendarainya di parkiran sekolah. Alvan? Iya. Semenjak kepergian Alvin, cowok itu selalu bepergian menggunakan motor milik Alvin.

Saat ini sekolah masih sepi karena memang masih pagi, belum banyak yang datang. Alvan langsung saja berjalan ke taman belakang.

Sampai di sana, Alvan meletakkan tasnya asal lalu merebahkan tubuhnya di atas sebuah kursi panjang yang berada tepat di bawah pohon besar.

Alvan memejamkan matanya. Ia menarik napasnya dalam dalam, di sini tenang dan juga sejuk. Pantas saja saudara kembarnya suka berada di sini.

"Vin, gue kangen sama lo."

Bayang bayang masa kecilnya terlintas di pikirannya. Saat itu, mereka masih kelas 2 SD

Di lapangan yang tak jauh rumahnya, Alvan menunduk saat anak anak lain memarahinya. Mereka tak suka jika Alvan ikut main bola bersama mereka, karena mereka bilang Alvan hanya merepotkan saja. Tidak seperti Alvin.

"Sana pulang main boneka aja, jangan main bola sama kita. Mending ajakin Alvin, kalau sama dia pasti gol terus," kata salah satu anak berambut ikal.

"Tapi Alvan juga pengen main," kukuh Alvan.

"Pulang aja sana!" Salah satu dari mereka mendorong bahu Alvan.

"Nggak usah dorong-dorong!" Alvin yang baru menyusul ke sana langsung membalas perbuatan anak tadi dengan hal yang sama. Bahkan anak tadi hampir saja jatuh.

"Ayo, Van. Kita main di rumah aja," ajak Alvin menarik Alvan dari sana.

Alvin selalu melindunginya. Meskipun seharusnya Alvan yang melindungi Alvin, karena bisa dibilang Alvan merupakan kakak dari Alvin.

Namun, Alvin selalu menyangkalnya dengan mengatakan. 'kita kembar, bukan kakak adek.'

Terdengar langkah pelan di samping Alvan.

"Alvin." Tanpa membuka matanya, Alvan mengenali suara itu.

Alvan tersenyum tipis sebelum membuka matanya. "Lo pasti inget Alvin, kan?"

Raka diam. Namun, ia tak menyangkal ucapan Alvan. Alvan merubah posisinya menjadi duduk, lalu menepuk pelan bangku tersebut mengisyaratkan agar Raka ikut duduk di sampingnya. Raka hanya menurut saja.

"Ka, rasanya gue belum terbiasa tanpa Alvin. Gue sering lupa kalau Alvin udah nggak ada. Setiap gue bangun tidur, gue selalu berharap kalau hari hari kemarin adalah mimpi," ucap Alvan.

Sama tapi Berbeda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang