Riuh tawa dan dengung percakapan puluhan remaja yang beradu dengan denting sendok di dalam kafetaria mewarnai suasana istirahat makan siang hari ini. Mereka begitu sibuk dengan cerita masing-masing, tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya. Mereka tidak peduli dengan langit yang begitu mendung, menandakan akan datangnya hujan deras.
"Tahu tidak—"
"Tidak." Cassia memotong kalimat sahabatnya itu dengan santai.
"Cassia! Aku bahkan belum selesai berbicara," omel gadis berambut pirang bernama Izzy itu.
Cassia tertawa sambil memakan french fries-nya. "Aku bosan mendengarkanmu menggosip setiap hari."
"Aku tidak menggosip."
"Lalu, apa? Membicarakan orang lain?" goda Cassia.
"Ah, kau menyebalkan. Aku pergi saja kalau begitu." Izzy bangkit dari tempat duduknya.
"Hey, tunggu! Astaga, kau benar-benar marah?" Cassia menggelengkan kepalanya tidak percaya. Sementara itu, Izzy memelototinya dengan kesal.
"Oke, oke, aku mendengarkan. Apa yang ingin kau katakan?" Mendengar itu, ekspresi Izzy seketika berubah. Dia kembali duduk di tempatnya.
"Tadi aku melihat Caelum—"
"Izzy ... dia kan bersekolah di sini juga, tentu saja kau akan melihatnya."
"Cassiopeia LeBlanc, berhenti menyelaku!" geram Izzy.
"Kau tahu aku benci nama itu." Cassia berkata datar. Mendengar seseorang menyebut nama lengkapnya selalu berhasil membuat mood-nya berubah.
"Astaga, maaf. Mulutku benar-benar tidak terkontrol saat sedang kesal. Lagi pula, namamu kan cantik, aku tidak mengerti kenapa kau membencinya. Anyway, tadi aku melihat Caelum sebelum masuk ke kelas," cerocos Izzy.
"Lalu?" Cassia berusaha menjaga nada suaranya tetap datar, meskipun sebenarnya, dia benar-benar tidak sabar. Untuk alasan yang tidak dipahaminya, nama Caelum selalu membuatnya tertarik. Namun, Cassia tahu betul kalau sebaiknya dia tidak berurusan dengan laki-laki itu.
"Ha! Kau tertarik sekarang," ejek Izzy.
"Oh, diamlah!"
"Jadi, kau ingin aku diam ... atau melanjutkan ceritaku?" Izzy menggoyang-goyangkan alisnya, menggoda Cassia.
Cassia menyandarkan punggungnya ke kursi dan melipat lengannya di dada, menatap Izzy dengan pandangan datar tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dia terlalu pengecut untuk mengakui, bahkan pada sahabat dekatnya, bahwa sebenarnya dirinya memang tertarik tentang hal yang berkaitan dengan laki-laki itu.
Izzy memutar matanya. "Aku melihat wajahnya dipenuhi luka memar. Sepertinya dia baru saja berkelahi," bisiknya.
Reflek, Cassia mengedarkan pandangan ke ruangan seluas enam puluh meter persegi itu. Namun, matanya tidak menemukan sosok laki-laki yang selalu memakai celana denim dan hoodie hitam itu.
"Dia tidak ada di sini." Sekarang, Izzy yang berkata dengan datar.
"Memangnya dia di mana?" Bahkan, Cassia tidak peduli dengan fakta bahwa makanannya sudah disabotase oleh temannya. Pikirannya sudah terlanjur teralihkan.
"Bagaimana aku tahu?" jawab Izzy sambil mengedikkan bahunya. "Memangnya kenapa?"
"Tidak apa-apa."
Mereka berdua terdiam. Izzy sibuk mencomot makanan Cassia. Sedangkan, si pemilik makanan sibuk bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada laki-laki misterius itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/297155118-288-k315785.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
OVERSPACE
Teen FictionOverspace by. @keirablanks "What if I die?" "Dua hal yang aku yakin: Pertama, kau akan terlupakan. Kedua, tubuhmu akan membusuk dalam hitungan hari." "..." "Oh, dan satu lagi, kau akan menciptakan sebuah kepalsuan di dunia yang sudah dipenuhi kepals...