“Diharapkan kepada para peserta untuk menempati kursi masing-masing, dilihat papan nama yang ada di tempat duduk. Olimpiade akan segera dimulai, dimohon perhatiannya. Terima kasih.”
Selepas maklumat berkumandang, riuh yang menggejuju kian meningkat disertai eksistensi para pembimbing. Konstelasinya porak-poranda, jadwal yang seharusnya berjalan justru keluar dari waktu yang telah ditentukan. Pastinya, hal itu menyebabkan hiruk-pikuk antara peserta karena datang tergopoh-gopoh.
Ada yang melupakan alat tulisnya, ada yang belum belajar materinya, ada yang belum datang, bahkan ada yang memilih mengedari tempat di mana festival pertandingan itu diadakan. Kegaduhan ini telah berlangsung selama sejam lamanya, di mana SMA Euforia pun berada dalam predikat persiapan yang belum sempurna.
Sebelum hari berakhir, Ketua Organisasi menyadari bahwa olimpiade yang akan datang yakni di keesokan hari. Kemarin menjadi malam terberat di mana aktivitasnya diharuskan berlanjut, karena kelalaiannya ... para pengurus juga terpaksa menyiapkan segalanya tanpa di bawah rujukan bermutu.
“Sorry, nanti gue traktir kalian habis acara.”
“Omongan lo dipegang organisasi, nih!”
“Gue rekam kata-kata lo, Bang.”
“Agista!”
Panggilan dari gelar salah satu perwakilan sekolah bergema, mengundang pertolehan sebuah kepala yang diikuti lirikan malas dari pendampingnya. Atensi mereka teralihkan, terutama gadis berkemeja hitam yang kedua alisnya ikut terangkat.
“Iya, Kak!”
“Bawa alat tulis lo, terus duduk di sini. Christine, lo juga duduk di sampingnya. Buruan, bakal ada presensi sebelum olimpiade dimulai,” suruhnya menafsirkan kedua peserta itu. Tak lama, cowok yang mengenakan topi sekolah mengulas bicara. “Udah belajar?”
“Udah, dong!”
“Nggak perlu, yang penting gue ikut.”
Agista memasang wajah murungnya, seakan-akan kurang setuju dengan apa yang dilakukan temannya. Sementara, Kemal tidak peduli dan memilih mengabaikannya saja. Sebelum meninggalkan tempat, cowok itu menatap gadis yang mengambil ancang-ancang dengan jemari yang memutar di area kening, dia berusaha memulihkan pikiran agar tema dan idenya langsung terjun.
“Semangat, nanti kita jalan-jalan lagi.”
Bibirnya mengalami perkembangan senyum, menerima baik suatu motivasi dari Kakak kelasnya. Meski begitu, kesangsiannya terhadap Kemal tidak berubah sedikit pun. Ekor matanya melirik Christine, lalu menukar objeknya menuju Kemal dan pendamping lain yang bersandar di sebuah dinding. Agista yakin, ada sesuatu yang mereka sembunyikan darinya.
Omong-omong, suatu keberuntungan bahwa Vale mengingatkan jadwal olimpiade tersebut. Kemarin malam, cowok itu rela berkunjung membawa setumpuk buku. Dia meminta maaf karena lupa memberi tahu bahwa olimpiade berlangsung di keesokan hari, dia juga lupa membimbing dan mengajari apa yang seharusnya Agista pelajari.
“Sorry, gue baru ingat.”
“Nggak apa-apa, kok. Makasih, ya.”
Vale tidak mau mengecewakan siapa pun. Tetapi bertindak sok cuek pun tak akan menambah kesan keren atau hal berharga bagi temannya, justru dia terlihat mengabaikan Agista yang kini mengharapkan motivasinya.
Tidak lama, kepalanya mendongak pelan. Mempertemukan bola mata miliknya dengan sang gadis, memikat daya penglihatan Christine yang ikut berpartisipasi, sekaligus Kemal yang tidak mau kalah dalam pertarungan menatap. Sepasang teman itu bertukar pandang selama lima detik, kemudian salah satunya mengalihkan atensi mereka lebih dahulu.
![](https://img.wattpad.com/cover/295850209-288-k407018.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Degree of Love [Terbit]
Roman pour AdolescentsIni tentang Agista yang mengimpikan penulis sebagai masa depannya, juga Vale yang berusaha menguatkan dengan luka-luka yang menancap secara tersembunyi. Ini bukan tentang siapa yang lebih kuat, tetapi siapa yang bisa mempertahankan hubungan tersebut...