Kejadian itu terlalu tiba-tiba baginya. Takut, bingung, marah, semua rasanya muncul secara acak.
Ceritanya yang ia kira cukup sehari saja, tak begitu kenyataannya.
Cerita kaburnya yang pertama malah membawa pada cerita kaburnya yang lain, jelas unt...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
3 bulan kemudian
Dua lelaki berbeda usia keluar dari ruangan yang sama di pukul 03.10 sore. Keduanya nyaris sama tinggi dan sama tampan meski yang satunya sudah mulai terlihat garis wajah kematangan yang sakral bagi seorang lelaki. Jalan keduanya beriringan karena sambil berbincang kecil setelah mereka melakukan rapat besar. Asisten tuan besar menginterupsi langkah keduanya yang belum jauh dari pintu keluar ruangan kantor yang nyaris penuh kaca.
"Maaf, Tuan besar dan Tuan muda"
"Ada pesan dari Nyonya besar dari sebelum rapat dimulai tadi"
Kedua lelaki itu memberi perhatian.
"Nyonya besar mengingatkan untuk tidak lupa dan tidak telat untuk acara nanti malam"
"Tuan besar dan tuan muda juga harus memakai pakaian yang sudah dipilih oleh Nyonya besar"
"Dan untuk Tuan muda, kata Nyonya besar jangan lupa untuk memilih bunga yang tepat dan mahal"
Ayah dan anak itu saling pandang, lalu mengangguk.
"Katakan pada istriku, kami tidak akan telat dan memakai baju pilihannya" tegas lelaki tuan besar itu dengan raut tegas dan tidak ingin ribet.
Kemudian keduanya berpisah ke ruangan masing-masing.
Lin Yi masuk ke ruangannya, tapi tak langsung duduk dikursi kebesarannya untuk melanjutkan pekerjaaannya setelah rapat panjang tadi. Ia hanya berdiri tegak dengan kedua tangan disaku celana, membuang pandangan pada jendela kaca raksasa tepat dibelakang meja kerjanya. Melihat pada langit, melihat pada bangunan menjulang khas kota, lalu melihat pada jalanan dibawah sana yang terlihat sangat kecil dari ketinggian ruang kantornya.
Desah nafasnya terdengar tidak terlalu teratur, satu tangannya ia tarik dari saku celana hanya untuk mengusap keningnya sebentar. Tak sengaja ia kembali melihat cincin dijari kanannya yang terpasang. Secara tiba-tiba setelahnya, ia mengalihkan perhatiannya pada teropong yang terletak diujung ruangan sana, menghadap pada arah langit yang berbeda. Dulu menjadi spot favorit seseorang ketika berada dikantornya. Jika tidak ditarik paksa, seseorang itu akan betah berlama-lama meneropong kota dan langit dari spot itu.
Dari tempatnya, ia berpindah kesana. Kembali memegang teropong itu, menyoroti beberapa spot secara random. Ia menegak sebentar antara ingin tersenyum sedikit tapi malah beralih hanya pada sebuah hembusan nafas yang tidak ringan.
Tok Tok Tok.
"Tuan muda"
panggil asistennya yang mendekat dari arah belakang.
"Untuk persiapan keberangkatan lusa ke Nepal sudah selesai dan pihak sana hanya sudah mencapai 85% persiapan"
"Ehm" Lin Yi mendengarnya tapi masih belum menghentikan aktivitas meneropongnya.