01. Awal Dari Sebuah Kisah

778 60 7
                                    

20 Juni 2018

Jakarta yang biasanya selalu bercuaca terik kini berbanding terbalik dengan hari ini. Jakarta terlihat sangat mendung, dingin yang menusuk tulang rata-rata membuat orang-orang yang keluar rumah memakai jaket tebal, atau menggosok-gosokan tangannya maupun memeluk dirinya guna untuk menghangatkan diri, seperti Semesta yang baru saja keluar rumah untuk pergi sekolah.

Hari ini hari Rabu, tanggal 20 Juni 2018. Hari ini, tanggal kelahiran Semesta. Tepat dengan umurnya yang ke-18, Semesta akan mendapatkan hadiah yang spesial dari kedua orangtuanya. Kata Ibunya, jika ingin mendapatkan hadiah, dirinya harus rajin-rajin belajar di sekolah dan tidak boleh bolos. Nilai harus sempurna, dan jikalau Semesta boleh jujur, sebenarnya itu membebankan dirinya. Namun, demi sebuah kebanggaan dari orangtuanya dan hadiah yang Ibunya berikan untuk dirinya, Semesta sepertinya harus melakukan itu dengan otaknya yang pas-pasan.

Semesta yang hari ini tumben sekali tidak berangkat menggunakan mobil, hanya bisa meniup kedua telapak tangannya sambil menggosoknya. Tak dipungkiri juga, dirinya memeluk dan menggosok badannya juga untuk mendapatkan kehangatan yang lebih--meski dirinya sudah memakai jaket yang bisa terbilang tebal.

Samudera yang berstatus Adiknya Semesta, berlari kecil menghampiri Kakaknya. Dia tersenyum, sangat lebar sehingga kedua matanya menghilang. Semesta yang menyadari kehadiran Adiknya, hanya bisa terkekeh. Dia mengusak rambut Adiknya pelan, dan dibalas kekehan juga dari Adiknya.

Samudera yang melihat Kakaknya sedaritadi menggosok-gosok tangannya terus menerus, kemudian berbicara, "Dingin, ya, Kak?" tanyanya, yang dibalas anggukan pelan dari Kakaknya itu.

Semesta, "Iya, dingin banget brrr," katanya.

Samudera tertawa. Tak lama, dia melepaskan jaketnya yang bisa terbilang tipis itu dan memakaikannya ke badan Kakaknya. Semesta yang menyadari bahwa Adiknya tidak memakai jaket yang menutupi dirinya, menggelengkan kepalanya ribut. "Pake, nanti hipotermia, mau?" Samudera menggeleng, namun tangannya tetap aktif membenarkan letak jaket yang ia pakaikan kepada tubuh Semesta.

"Pake, makanya. Kenapa malah dikasih ke Kakak?"

Samudera tersenyum simpul, "Aku, 'kan, anak yang kuat, Kak. Mana mungkin kena penyakit, yang ada penyakitnya lebih dulu jauh-jauh dari aku sebelum nempel sama tubuhku. Lagipula, aku juga udah kebiasa dingin-dinginan, kok. Gak perlu pake jaket, kecil itumah. Nggak terlalu dingin-dingin amat sekarang,"

"Kamu, tuh, ya, kalau dibilangin, hadeh..."

Samudera tertawa, "Selamat ulang tahun, Kak."

Semesta menoleh ke arah Samudera, kemudian mengangguk pelan sambil tersenyum lebar. "Iya, makasih, Sam."

"Maaf, aku nggak punya kado buat Kakak," katanya. "Soalnya, aku nggak punya uang. Sam janji, kalau Sam punya uang, Sam bakalan kasih Kakak hadiah yang bikin Kakak terkejut, deh. Aku janji! Hahaha,"

Dia terkekeh kecil sambil mengusak rambut Adik kecilnya itu. "Ngga pa-pa, Samudera. Lagipula, Kakak nggak minta kado. Kakak cuma minta, Sam terus ada disamping Kakak. Janji, ya?"

"Iya, Kak. Aku janji."

*****

Tak terasa, mereka berdua sudah sampai di sekolah. Mereka berpisah karena berbeda kelas. Meskipun Semesta sudah SMA, sekolah yang ia tempati sekarang adalah sekolah gabungan, yang dimana SMP dan SMA disatukan. Jadi, untuk para siswa dan siswi SMP yang ingin melanjutkan sekolahnya, tidak perlu jauh-jauh karena sekolah disini sudah menyediakannya.

Samudera duduk di kursi belakang, yang mana, kursi belakang yang ia tempati itu sangat gelap. Terkadang, dirinya harus menyipitkan matanya agar dia bisa melihat jelas tulisan yang ia tulis maupun di buku paket. Samudera tidak punya teman, ia hanya punya Cendana. Jika Cendana tidak ada, dia akan berdiam diri dikelas dan tidak akan keluar--jika Kakaknya tidak memanggilnya untuk pergi ke kantin.

Semesta dan Samudera [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang