06. Benci

210 34 2
                                    

Benci.

Satu kata yang menggambarkan Samudera saat ini.

Setelah dari acara ulang tahun Kakaknya tadi, dan namanya disebut, banyak yang mencemooh dirinya. Bahkan Samantha dan Jonathan juga menatap dirinya dengan tatapan tak suka. Hahaha, Semesta gila. Ia merasa dipermalukan secara tidak langsung.

Ini gila, semenjak kejadian empat tahun yang lalu, Samudera merasa bahwa ia takut pada manusia. Bahkan manusia lebih menyeramkan dibanding para hewan buas ataupun hantu diluaran sana. Kata-katanya ganas, tidak bisa difilter. Lidah yang tidak bertulang bisa menusuk hatinya lebih dalam dibanding pedang yang sudah diasah sampai tajam. Perbandingan lidah dan pedang.

Selain mempunyai penyakit tumor otak, dirinya juga mengidap anxiety. Dirinya akan merasa takut jika berada di luar, apalagi diantara lautan manusia-namun pada kejadian tadi, ia hanya terpaksa. Ingat, terpaksa. Abyasa seperti menaruh harapan yang besar kepadanya.

Samudera memukul stir mobilnya dengan keras. Tadi, ia langsung kabur saat dihadiahi tatapan-tatapan tak mengenakkan dari tamu-tamu disana. Tubuhnya bergetar, keringat dingin mulai bermunculan, kepalanya terasa pusing, matanya seperti berputar tanpa arah. Anxiety-nya kambuh.

Mempunyai penyakit fisik dan mental secara bersamaan itu tidak enak.

Sedangkan di lain sisi, ada Semesta yang ingin sekali mengejar Adiknya. Akan tetapi dengan keadaan tubuhnya yang tidak boleh kelelahan membuat ia susah untuk mengejar Adiknya yang sudah lama tak berjumpa. Dan saat ini, Semesta hanya berdiam diri di taman dekat rumahnya dan menjauh dari acara ulang tahunnya. Cih, bahkan ia tidak sudi menyebut acara itu sebagai acara ulang tahun. Hanya ajang memamerkan kekayaan dan- kepintaran. Mentalnya terguncang sedari kecil. Otaknya yang sedari dulu sudah diotak-atik oleh orangtuanya, sekarang hanya ada belajar, belajar, belajar. Akan tetapi tubuh Semesta menolak, dirinya juga butuh refreshing. Tidak melulu tentang belajar, tidak melulu tentang buku pelajaran, tidak melulu tentang kepintaran. Ia hanya butuh pelukan, perhatian, dan liburan. Itu saja. Namun sepertinya hal itu cukup sulit untuk dilakukan oleh Samantha dan Jonathan. Orangtua yang kaku.

Semesta baru saja ingin mengeluarkan sesuatu dari kantung bajunya, akan tetapi benda itu sudah direbut oleh seorang wanita yang terlihat tomboy namun cantik di waktu yang bersamaan. Wanita yang selalu menemani Semesta jika dirinya sedang stress. Jangan berpikiran aneh-aneh, hanya sebatas menemani. Ya. Menemani.

"Jangan sedot barang gak guna begini," kata wanita itu. "Vape lebih bahaya dari rokok, kalau lo mau tahu." lanjutnya.

Semesta menghela napas pelan, ia melirik wanita itu dengan malas. "Terus?" dia menyodorkan tangan kanannya, mengundang kernyitan di dahi wanita itu. "Mana rokoknya? Gua mau nyegerin pikiran, bentar aja. Sumpek."

Wanita itu tertawa, ia menepuk pundak Semesta. "Gausah aneh-aneh, gua bilang vape lebih bahaya dari rokok, bukan tentu lo bisa nyedot rokok. Gak, gue gak bawa." Semesta hanya berdecak pelan.

"Oh, ya, ngomong-ngomong, gimana sama... 'acara ulangtahun' lo itu?"

Menyenderkan punggungnya di kursi yang sedang ia tempati, Semesta menatap kosong tempat bermain yang ada di depannya. "Kacau, Ash. Kacau."

Wanita yang disebut Ash itu tersenyum lebar. Ashley untuk nama lengkapnya.

"Kan? Apa yang gua bilang. Pass banget sama tebakan gua." Ashley mendekatkan wajahnya ke arah Semesta, kemudian mengelus dagu Semesta dengan perlahan. "Lo kalah lagi, baby."

Semesta dan Samudera [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang