Shania
"Tumben kamu telat. Biasanya aku yang suka telat."
Aku mendongak dan menghentikan pijatan di kaki ketika mendengar suara Aria. Seketika bayangan sikap menyebalkan Jelitha membuat emosiku terpanggil. Tidak seharusnya melampiaskan kekesalan kepada Aria, tapi aku butuh tempat untuk meluapkan emosi dan Aria pilihan yang tepat.
Baru kali ini aku bertemu pasien yang sangat menyebalkan. Jelitha sangat sok tahu. Dia selalu mempertanyakan setiap tindakan yang akan kuambil. Dia bahkan mempertanyakan kemampuanku sebelum memberikan bius lokal di wajahnya. Tindakannya itu yang membuatku pulang malam, dan terlambat ke janji makan malam bersama Shaloom dan Aria.
"Pacarmu menyebalkan," semburku.
Aria menempati kursi kosong di seberangku sehingga kami dibatasi meja makan yang tidak begitu besar.
"I don't have a girlfriend."
Aku tidak peduli. "Ya sana bilang sama Jelitha, dia yang bikin aku telat dan capek begini."
Aria menumpukan tangan di meja makan. Keningnya berkerut saat mendengar gerutuanku barusan.
"Apa hubungannya sama Jelitha?"
Aku mendengkus. "Ada barter Microneedling buat vlog dia, dan aku yang nanganin. Seharusnya bukan bagianku, tapi Padma enggak masuk sehingga aku yang gantiin. Stella berpikir dengan mempertemukanku bersama Jelitha bisa memberikan publikasi lebih."
Rasanya ingin berteriak ketika menyadari aku merelakan diri menjadi pion dalam permainan Stella.
Aria menatapku gusar. "Sorry."
Aku mengibaskan tangan. "Bukan salahmu juga. Klinik itu butuh klien lebih banyak lagi, jadi Stella akan melakukan cara apa pun. Termasuk menjualku seperti itu."
Aria masih menatapku dengan tatapan bersalah. Inilah yang ditakutkannya, orang-orang mengambil kesempatan dariku demi kepentingan mereka.
"Aku bisa mengatasi ini. Yang aku khawatirin itu Shaloom, jangan sampai ada yang manfaatin dia. Aku enggak mau dia kecewa," jelasku.
"Kamu mendidiknya dengan baik. Dia pasti bisa jaga diri."
Aku menghela napas panjang. Untuk satu hal ini, aku tidak bisa percaya kepada Aria. Aku merasa masih jauh dari kata baik dalam mendidik Shaloom. Buktinya aku masih keberatan dengan impian Shaloom menjadi penyanyi.
"Kalau kamu capek, istirahat aja. Kamu bisa pakai salah satu kamar di sini."
Aku menggeleng, langsung menolak tawaran itu tanpa memikirkannya lebih jauh.
"Mau aku bantu pijat? Kamu suka pijatanku," tawar Aria dengan senyum tipis tersungging di wajahnya.
Itu jelas ide buruk. Cukup sekali aku membiarkan Aria memijatku, dan lihat apa yang terjadi? Otakku dengan lancang memainkan kenangan lama bersamanya. Aku tidak berani memikirkan apa yang akan terjadi kalau mengizinkan Aria menyentuhku lagi. Mungkin bukan kenangan yang muncul, tapi aku yang menyerah di depannya.
"Omong-omong, Shaloom mana?" tanyaku.
Semenjak aku datang sekitar lima belas menit yang lalu, aku belum melihatnya. Seharusnya aku datang pukul tujuh tadi, tapi terlambat karena Jelitha. Aku sudah menghubungi Shaloom soal keterlambatan ini tapi dia tidak marah. Kebetulan ada PR Matematika yang menyita perhatiannya.
Malam ini jadwal makan malam, sesuai permintaan Shaloom. Dia ingin barbeque, dan aku mengusulkan makan di restoran karena tidak ada peralatan barbeque di rumah. Aria menawarkan untuk makan malam di rumahnya, dan Shaloom menerima dengan senang hati sehingga pendapatku tidak didengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Daddy's Affair (Tersedia Buku Cetak)
Romance(Content dewasa. Pastikan sudah cukup umur kalau ingin membaca) Aria Daniel, vokalis Storm. Digilai cewek-cewek satu Indonesia. Dikagumi cowok-cowok satu Indonesia. Terkenal lewat kemampuan bermusiknya, juga wajah tampan yang bikin banyak cewek bert...