ELECTROUNSTER | 0.2 | 1555 Words
"Untukku semua dukamu, untukmu semua dukaku."
***
[Yuuta Okkotsu POV]
AKU TIDAK PAHAM apa yang dipikirkan Inumaki saat kami hampir sampai di rumahnya, manusia fun size itu tanpa aba-aba turun dari gendonganku, lantas dengan langkah yang masih tertatih-tatih seperti titan pincang dia menceburkan diri ke sawah-sawah di sisi jalan yang sedang kami langkahi. Lebih dari setengah jam-an matahari sudah tenggelam dan cahaya di sini benar-benar minim, yang terdengar cuma suara hewan-hewan malam dan sisanya sepi, kota 13 ternyata memang masih hijau dan tenang.
Mulutku menganga menyaksikan badannya bercampur dengan lumpur, "KAMU NGAPAIN INUMAKI?" Suaraku agak tinggi dipenuhi kejut.
"Main-main, mau ikut?" Katanya tenang namun ekspresinya tidak begitu bisa terlihat jelas ditutupi gelap.
Aku menghela napas, lalu melangkah maju seraya mengulurkan tangan mencoba menariknya dari sawah, "Ini sudah malam, kamu baru aja dihajar sekelompok preman, kakimu juga masih terkilir, aku yakin ini bukan waktu yang tepat buat 'main-main'."
Wajah Inumaki mulai terlihat jelas dari dekat, dia benar-benar nampak seperti orang kurang waras yang sedang mandi lumpur di sawah orang, "Nanami .." desahnya seraya menunduk, "Saat di jalan tadi aku tiba-tiba teringat Nanami, dia pasti menginterogasiku, menanyakan tentang bekas luka-luka ini, itu lah, ini lah," jemari kecilnya mencoba meraih tanganku, "Jadi aku coba buat alibi saja, terpleset jatuh ke sawah, sekalian biar luka-luka ini tidak terlihat terlalu jelas."
Oh begitu ternyata, memang agak bodoh sih, bagaimana kalau luka dia tambah banyak? Mana tempat ini sangat kotor lagi, pikiran cowok pirang silver ini ternyata memang tidak bisa diprediksi sama sekali.
Aku berjongkok di depannya, memperhatikan jarinya selagi termenung sedikit kebingungan, "Nanami siapa? Ayahmu bukan? Kalau iya kenapa kamu panggil dia pakai nama?"
Inumaki mengangkat kepalanya, kedua mata ungunya menatapku lembut namun tajam, entahlah susah dijelaskan. "Ayah angkat, dia bawa aku dari Panti Asuhan di Kota 9, lalu membawaku ke rumahnya di Kota 13, aku suka tempat ini untungnya, sampai sekarang aku lebih nyaman memanggilnya pakai nama, lagipula toh dia nggak keberatan tidak kupanggil bapak atau ayah." Air mukanya melembut saat menjelaskan orang itu.
"Wah? Kita sama ternyata." Jawabku seketika dengan spontan.
"Maksudnya?" Satu alis Inumaki terangkat, bertanya-tanya kebingungan.
Tanganku menariknya pelan-pelan. "Nanti saja ngomonginnya, sekarang kita harus pulang dulu, jangan terlalu lama di sini nanti masuk angin, kalau sakit bagaimana,"
Inumaki memutar matanya selagi bergumam 'yaa' lalu ditambah kata-kata seperti, 'seperti ibuku saja,' padahal dia tidak punya.
Sedetik kemudian dia mencoba untuk menarikku ke dalam sawah bersamanya, gerakannya cepat disertai suaranya agak berteriak, "AYO IKUT KE SINI!" Waduh harusnya aku paham betul perihal kelakuannya yang jail ini.
Untungnya aku berhasil melepas tangannya dengan cepat, alhasil Inumaki terpental ke belakang, tubuhnya terjerembab ke antara padi-padi yang mampus di bawah punggungnya.
"HAHAHAHAHAHAA," itu aku, itu aku yang tertawa, habisnya lucu sekali anak itu mencoba menjailiku malah dia sendiri yang kena. "Astaga, kasihan padinya,"
Inumaki mengernyit, wajahnya mencoba terlihat galak namun tidak sukses sedikitpun, tawaku makin besar, mau bagaimana pun juga sepertinya manusia ini tidak bisa kelihatan garang.
KAMU SEDANG MEMBACA
electrounster
Fiksi PenggemarSedari kecil, tujuan hidup seorang Inumaki Toge selalu sederhana, sekolah, kuliah, menikah, kawin, beranak sepuluh, lalu bahagia selamanya. Tujuan yang sederhana, seperti tujuh belas tahun hidupnya yang habis dengan biasa-biasa saja, sekolah, pulang...