TIGA

780 157 6
                                    


CKLAK!

Begitu lampu menyala, aku menemukan Atsumu yang tengah terbaring- meringkuk kedinginan diatas kursi panjang. Entah apa yang ia lakukan sampai-sampai terlelap diruang depan.

"Tsum,.. woi... Bangun." Aku mengguncang pelan pundaknya, namun Atsumu tak kunjung terbangun. Ia membuka matanya sekali, namun akhirnya terlelap lagi disana.

"Hadehhh... Tsumu,... Tsumu,..." Kuputuskan untuk pergi kedalam kamarnya, mengambil bantal dan selimut kemudian membawanya kembali keruang depan. Dengan hati-hati, aku mengangkat kepala Atsumu dan meletakkan bantal dibawahnya, lalu menyelimuti tubuhnya dengan selimut yang kubawa.

"Kalau capek, nggak usah nunggu gue pulang..." Bisikku tepat di telinga Atsumu yang masih terlelap. "Selamat malam, Tsumu..."

---

"Hoo... Udah mau pulang?" Tanya Rin yang baru saja muncul tepat ketika aku sedang memakai sepatu.

"Iya, hari ini udah selesai." Jawabku masih bersemangat.

"Lo keren, Sam. Hati-hati dijalan, ya. Sorry, gue gabisa anter." Kata Rin yang tetap mengantarku sampai kedepan gerbang. Aku menghargai ucapannya, kemudian melambai kecil sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan pulang kerumah.

Sudah beberapa hari terakhir aku memutuskan untuk menjadi guru pribadi di kediaman kerabat Rin. Awalnya, aku hanya iseng menceritakan masalahku kepada Rin- sampai akhirnya ia menawarkanku untuk mengajari dua sepupunya yang masih sekolah dasar. Karena kebetulan, keluarga dari kedua anak itu sedang mencari guru pribadi.

Aku menyetujuinya, walaupun pekerjaan yang kulakukan sekarang- belum diketahui oleh Atsumu. Lagipula, terakhir kali aku berdebat dengannya karena aku berkata bahwa aku ingin bekerja.

"Gue pulang!" Salamku dengan senang.

"Darimana lo?" Tanya Atsumu dari arah dapur.

"Dari kampus lah, emang darimana lag-" aku mendadak melemparkan tas kearah ranjang, lalu buru-buru lari kearah dapur. Disana- aku melihat Atsumu yang tengah membuat mie instant.

"Ngapain si pake lari-larian?" Atsumu tampak kebingungan.

"Mie instant, gue kira Lo masak... Takut banget tiba-tiba kebakaran." Ledekku yang kemudian tertawa kecil.

"Gue gak sebego itu." Nada jawaban Atsumu terdengar serius. Entah mengapa ia malah menganggap serius tentang apa yang aku ucapkan.

Atsumu duduk di meja makan, menyantap mie-nya sendirian. Ia bahkan tidak menawariku, atau bertanya apakah aku sudah makan malam atau belum.

Merasa ada yang perlu di bicarakan, kuputuskan untuk duduk berhadapan dengan Atsumu- sembari menunggunya selesai menyantap makan malamnya.

"Lo marah sama gue, Tsum?" Pertanyaanku membuat Atsumu hampir tersedak ketika meminum air. Wajahnya tampak sedikit merah, ia menyeka air yang sedikit keluar dari hidungnya.

"Gue cuma tanya, Lo darimana? Kenapa selalu pulang larut kayak gini?" Tanya Atsumu. Suaranya terdengar begitu rendah, seolah sedang berhati-hati dalam berkalimat.

"Gue kuliah, wajar dong kalo ada kegiatan yang bikin gue harus pulang malem." Elak-ku sebisa mungkin agar tak terbata-bata saat bicara.

Atsumu menggeser sedikit mangkuk yang ada di hadapannya, kemudian mendekatkan wajahnya sedikit denganku.

"Yakin cuma kuliah?" Baiklah, nada bicara Atsumu membuatku semakin merinding.

"Ya-Yakin! Lo sendiri kan tau betapa ambisiusnya gue soal belaj--"

"Hari ini gue baru aja ke kampus lo." Atsumu memotong kalimatku begitu saja. Ia sukses membuat ekspresi terkejut-ku keluar begitu saja. "...kok kita nggak ketemu, ya?."

Sial, jantungku berdegup tidak karuan. Sulit untuk mencari pembelaan sekarang.

"Apalagi pas gue mau bayar uang semester Lo, ternyata sebagian kecil udah dibayar. Uang darimana Lo?" Atsumu semakin menyudutkanku.

"Nabung, dari uang jajan sama transport yang Lo kasih." Untuk sesaat aku merasa lega karena Atsumu kembali duduk dengan benar. Namun pandangan matanya masih saja tajam, seolah belum yakin seratus persen dengan ucapanku.

"Lo bohong, Sam." Atsumu menghela napas cukup panjang. Ia bangkit dan meletakkan mangkuk kotornya di dapur- kemudian berlalu menuju pintu kamarnya.

BLAM!

Aku sudah cukup yakin kalau alasan itu bisa mengelabui Atsumu. Tapi mengapa ia tahu kalau aku berbohong? Atsumu, dirinya terlalu misteri bagiku sekarang.

---

Empat hari, iya- sudah berjalan empat hari, dan Atsumu tak berbicara sepatah katapun padaku. Sepertinya ia benar-benar mengetahui bahwa aku mendapatkan uang selain dari dirinya. Lagipula aku benar-benar bodoh karena tidak meminta langsung uang semester seperti biasanya, jelas saja Atsumu mencurigaiku.

"Jadi, mau berhenti?" Tanya Rin setelah selesai mendengar curhatanku.

Aku menggeleng. Lagipula, mengapa aku harus menuruti Atsumu? Aku sudah cukup umur dan mampu mencari pekerjaan sendiri, sama seperti dirinya. Maka dari itu, aku tidak perduli apabila Atsumu memarahiku lagi.

"Bye, Rin..." Aku melambaikan tangan begitu bus sampai didepan halte. Kali ini aku bersyukur karena kondisi didalam bus tidak terlalu ramai. Akhirnya aku bisa mendapatkan tempat duduk sampai ke halte didekat rumah.

Langit malam tampak tak bersahabat. Tidak ada satu kilauan bintang-pun disana, hanya ada suara gemuruh yang beberapa kali terdengar.

"Waduh, hujan..." Aku menghela napas kecil, ketika gerimis tipis-tipis itu berubah menjadi hujan yang cukup deras.

Kutekan tombol tanda supaya sang supir memberhentikan bus pada halte selanjutnya. Langkahku terluntai, sebab setelah ini aku harus menunggu hujan reda di halte bus sendirian. Suasananya pasti sangat dingin.

"Nih, pake jas ujan." Kepalaku buru-buru tertadah, menatap Atsumu yang sudah ada di hadapanku secara tiba-tiba. Lengkap dengan jas hujan serta payung pada kedua tangannya.

"Gimana Lo bisa tau kalo gue bakal turun di halte ini?"  Tanyaku setelah mengenakan jas hujan sekali pakai. Sangat tipis, tapi benar-benar praktis.

Atsumu memiringkan sedikit kepalanya, kemudian menunjuk kearah pelipisnya. "Gue yakin Lo nggak bego, Sam. Lagipula cuma ini satu-satunya halte yang paling deket sama rumah." Jawab Atsumu.

Aku terdiam, dan berpikir sesaat. Jawaban Atsumu ada benarnya juga, tapi aku masih mencurigainya. Tidak mungkin waktunya bisa sangat pas, apa Atsumu menungguku di halte bus sedaritadi?

Ditengah hujan, kami tetap berbagi payung walaupun sudah mengenakan jas hujan masing-masing. Tidak ada pembicaraan apapun, hanya aja suara hujan yang memenuhi telingaku. Aromanya yang khas membuatku sedikit nyaman, dan menikmati perjalanan ini.

"Lo kerja sambilan, jadi guru privat kan." Ucap Atsumu membuat langkahku terhenti, dan tertinggal beberapa langkah di belakangnya.

.
.
.
To be continued

Kado untuk Atsumu [ END ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang