ENAM

969 151 10
                                    


Kami masih bergegas mendorong ranjang menuju ruang UGD. Tepat pukul dua dini hari, aku mendengar suara rintihan yang berasal dari kamar Atsumu. Rupanya, saat itu Atsumu mengalami kejang- dan aku buru-buru meminta pertolongan dari tetangga setempat, agar mau mengantarku dan Atsumu pergi ke Rumah Sakit.

Tubuhku terperosok begitu saja, bersandar pada diding disamping pintu UGD. Debaran jantungku tak mau kembali stabil, sekarang aku benar-benar takut hal buruk terjadi pada Atsumu.

"Hei, hei... Osamu..." Panggilan itu membuat kelopak mataku terbuka, sepertinya aku sempat ketiduran disini.

"Rin... kenapa Lo bisa ada disini?" Tanyaku, masih dengan kesadaran yang belum pulih sepenuhnya.

Rin menggeleng kecil, ada senyum kekhawatiran yang terlukis di wajahnya.

"Gue tau semua ini berat banget bagi Lo, Sam. Sampai-sampai lo lupa kalau tadi, Lo nelepon dan minta gue buat dateng nemenin lo di rumah sakit." Rin memberikan satu jaket yang ia bawa kepadaku.

Karena masih penasaran, aku bergegas mengecek ponselku. Benar saja, ada panggilan keluar yang tertuju pada nomor Rin. Sepertinya aku terlalu lelah sampai melupakan hal tersebut.

"Jadi, gimana keadaan Atsumu? Udah berapa jam lo nunggu disini, Sam?" Rin mengulurkan tangannya, membantuku bangkit- kemudian memintaku untuk pindah duduk di kursi tunggu yang ada disekitar ruangan UGD.

"Udah sekitar tiga puluh menit..." Jawabku setelah memastikan dengan melihat jam tangan terlebih dahulu.  "Atsumu, belum ada kabarnya." Ucapku dengan nada sedikit kecewa.

Setelah berbincang-bincang selama beberapa menit, tiba-tiba saja pintu UGD terbuka- dan dokter yang pertama muncul langsung menghampiriku. Tentu saja, aku juga bergegas untuk berdiri- dan berharap bahwa yang akan kudengar adalah kabar baik.

"Dokter, Abang saya baik-baik aja, kan?" Debaran Jantungku mulai tak beraturan lagi. Rin berusaha menenangkanku, dan mengatakan bahwa aku harus membiarkan Dokter untuk menjelaskan semuanya secara rinci terlebih dahulu.

"Kondisi pasien ketika sampai sudah sangat kritis, bahkan kami sampai menggunakan alat pacu jantung, untuk memancing jantung berkontraksi supaya bisa berdetak dengan normal- dan kami sudah berusaha semaksimal mungkin."

Tubuhku rasanya lemas sekali, jika tidak ada Rin disampingku- mungkin aku sudah ambruk sedari tadi. Ku akui, mentalku memang lemah sekali.

"Itu artinya, Abang saya nggak bisa diselamatkan ya, dok?" Air mataku mulai menggenang, sampai kulihat dokter itu menggeleng.

"Maaf, saya belum selesai. Sekarang energinya belum pulih akibat Koma, tapi dengan ini saya akan mengucapkan... Selamat, kakak anda sudah siuman dari Koma-nya. Setelah ini, pasien akan dipindahkan ke ruangan lain agar bisa beristirahat lebih nyaman." Dokter itu tersenyum setelah menyampaikan kabar baik. Sebelum pergi, ia menepuk-nepuk kecil pundak-ku dan berkata bahwa semuanya berjalan dengan lancar.

Tuhan, terimakasih banyak.

---

Sudah pukul delapan pagi, dan aku belum bertemu dengan Atsumu sama sekali. Setelah mendengar bahwa Atsumu telah siuman, aku bergegas kembali kerumah untuk membawa pakaian-pakaian yang akan dikenakan Atsumu selama rawat inap di Rumah Sakit. Tak lupa menyiapkan beberapa berkas sebagai persyaratan administrasi. Aku bisa tenang, sebab kupinta Rin untuk menjaganya selama aku pergi.

DRRZZZT...

Aku menggeser pintu, kemudian kulihat Atsumu menoleh sambil menatapku. Kemudian, Atsumu mengangkat tangannya perlahan-lahan, sembari melambai kearah-ku.

"Selamat pagi, Tsumu..." Aku meraih tangan Atsumu yang masih terangkat itu. Rasanya bahagia sekali, tapi aku tak bisa mengucapkan apapun. Rasanya menjadi canggung, setelah sekian lama melihat Atsumu yang hanya terlelap- kini sudah kembali siuman.

"Sam,... Ayah..."

"Shht... Lupain ayah. Sekarang gue mau lo pulih, dan balik jadi Atsumu yang biasanya." Sambarku yang tak ingin membahas perihal ayah lagi. Bagiku, yang kupunya sekarang hanyalah Atsumu- begitupula sebaliknya.

"Emh... Sorry, gue gamau ganggu reuni keluarga kalian. Jadi, gue pamit ke kampus aja. Bye, Samu- and get well soon Atsumu." Rin berdiri diambang pintu dengan mata sipitnya yang semakin sipit akibat kurang tidur, ia melambai sebelum pergi dari ruangan ini.

Aku terkekeh. Kelakuan Rin tadi berhasil membuat tangisku berhenti.

"Lo juga harus jadi Osamu yang biasanya." Kata Atsumu. Suaranya serak sekali, mungkin karena sudah lama tidak minum air secara langsung.

"Apa, sih... Gue Osamu yang biasanya kok." Jawabku sembari menggembungkan pipi.

"Koma lagi aja deh gue, lo bohong melulu kerjaannya." Celoteh Atsumu yang langsung membuatku salah tingkah.

"Heh, gue nggak pernah bohong, ya." Bantahku.

"Waktu Lo bilang uang semester dibayar dari hasil tabungan, itu bohong. Soalnya gue inget kalo beberapa waktu lalu- Lo belanja banyak makanan sama Snack." Perkataan Atsumu tidak bisa lagi kusanggah. Bodohnya aku karena belanja terlalu banyak.

"Temen Lo yang tadi disini, siapa namanya? Suna.. Suna... Itulah pokoknya. Dia juga cerita kalo Lo jadi guru privat dirumah kerabatnya, dan waktu itu juga gue ngikutin lo seharian." Gawat, Atsumu tak mau berhenti bicara. Bisa-bisanya ia langsung membongkar kebohonganku, padahal ia baru saja sadar dari Koma. Mengapa tenaganya cukup untuk marah-marah seperti ini.

"Maaf!! Gue cuma mau kasih Lo ini." Aku memberikan sebuah Amplop cokelat yang sedaritadi ku simpan didalam tas. Atsumu tampak kebingungan, dan terus memandangi amplop tersebut.

"Ini... Bukan surat tanah, kan? Lo nggak jual rumah kita, kan?" Atsumu malah menuduhku macam-macam.

"Buka aja, ah! Bangun-bangun malah ngeselin Lo, Tsum!" Omelku yang langsung membuat Atsumu tertawa puas.

Sebelum itu, aku membantu Atsumu untuk bangkit dan menyamankan posisi duduk diatas ranjang. Sesekali Atsumu menggoyang-goyangkan amplop itu karena masih curiga.

"Gue buka, ya." Izin Atsumu yang langsung ku angguki.

Atsumu membukanya perlahan, ia masih bingung dengan lembaran-lembaran kertas yang ada di dalamnya. Sebuah Formulir untuk masuk Sekolah atau Akademi bagi calon Atlet.

"Sam,... Ini, kan..."

"Hadiah ulang tahun dari gue." Aku menarik Atsumu kedalam pelukanku. Terlalu lama tidur membuat tubuhnya kurus sekali, tapi aku bersyukur karena ia masih ada di sisiku sekarang.

"Sorry,... Gue belom sempet siapin hadiah apapun." Nada bicara Atsumu terdengar parau.

"Elo yang sadar dari Koma, adalah hadiah ulang tahun terbaik bagi gue, Tsum." Bisikku pelan.

.
.
.
.
To be continued

Kado untuk Atsumu [ END ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang