Pagi ini aku terbangun pukul setengah enam. Ya, agak terlambat dari biasanya- tapi ketahuilah bahwa Rin masih terlelap, bahkan bisa saja bangun tengah hari tanpa bantuan alarm ponselnya.Hal pertama yang kulakukan adalah menyiapkan sarapan. Tidak ada yang spesial, hanya sebuah roti dan susu segar. Memangnya sarapan apa yang bisa kuharapkan jika tinggal disebuah kost-kostan.
Ah, ya...
Entah sudah bulan keberapa, tapi aku memutuskan untuk tinggal di kost-kostan yang disewa oleh Rin. Walaupun keluarganya punya rumah yang cukup luas, tapi Rin memilih untuk tetap menyewa tempat tinggal walau tak terlalu luas. Ia akan datang ketempat ini apabila sedang ingin seorang diri, atau jika sedang menghindari konflik keluarga.Ya, sama denganku. Maksudnya, akupun sudah melakukannya. Aku keluar dari rumah dan menetap disini setelah mengalami konflik yang luar biasa dengan Atsumu.
Terkadang, aku memikirkannya. Jika Rin tidak menginap di kost-kostan maka aku akan melakukan aktivitas disini seorang diri. Sebetulnya, aku penasaran apakah Atsumu merasakan kesepian atau tidak. Apalagi, ia tinggal dirumah yang ukurannya cukup luas untuk ditinggali seorang diri.
"W-woi-! Sam!" Rin tiba-tiba saja mengejutkanku yang tengah asyik mengunyah roti. "Kita mau telat nih! Ada kelas jam 7 pagi!" Oceh Rin yang buru-buru memakai deodorant dan mengganti pakaiannya.
Sial, aku melamun terlalu dalam.
---
"Gila, mahal banget! Formulir apaan itu?" Suara Rin yang datang dari arah belakang membuatku sedikit bergidik. Ternyata sedaritadi ia ikut fokus pada layar laptopku.
"Gue mau kasih ini ke Atsumu." Jawabanku membuat Rin terkejut.
"Hah? Kenapa?" Tanya Rin keheranan.
Ah, aku tahu kalau Rin pasti melupakan sesuatu.
"Tuhkan, Lo aja lupa." Ucapku dengan nada sebal. Seketika, Rin panik dan berusaha menerka-nerka apa yang kumaksud.
"O-oh... Ini udah masuk bulan Oktober, ya." Tanya Rin yang hanya kujawab dengan sebuah anggukan kecil. "G-gue gak lupa sama ulang tahun Lo, Sam." Rin masih terbata-bata, sedangkan aku langsung tertawa lepas karena berhasil menjahilinya.
"Atsumu pasti seneng banget kalo formulir ini gue jadiin hadiah ulangtahunnya." Aku buru-buru menyambar ponselku, kemudian mengecek tabungan pada aplikasi m-banking. Ternyata, tabunganku sudah lebih dari cukup untuk membeli formulir tersebut.
Sebuah Formulir pendaftaran untuk masuk ke akademi atau sekolah atlet.
"Bukannya Lo lagi berantem sama dia?" Tanya Rin.
Aku menunduk, kemudian menatap Rin dengan mantap. "Makanya, dihari ulang tahun nanti- gue mau baikan sama Atsumu."
---
Rin dan aku memilih untuk berjalan kaki menuju kost'an. Lagipula, kami sedang ingin menyantap makan malam di salah satu kedai kaki lima. Pukul lima sore, baik pejalan kaki maupun kendaraan sama saja padatnya. Tentu saja, lagipula ini puncaknya jam pulang kerja atau aktivitas lainnya.
"Lo udah check out formulir itu?" Tanya Rin yang langsung membuatku teringat bahwa besok sudah tanggal lima Oktober, dan aku hampir saja lupa.
"Hehe, belom." Jawabanku membuat Rin menepuk dahinya.
"O-Osamu-!!!" Sebuah teriakkan itu membuatku segera menoleh. Sembari berjalan, aku melambai-lambai kearah Atsumu yang berlari kencang dari sebrang sana. Rasanya kurang jelas, tapi sepertinya Atsumu sedang menangis.
"Sam..." Tepukan dari Rin sukses menghentikan langkahku, kemudian ia menoleh kearah atas. Aku yang awalnya tak mengerti akhirnya ikut menoleh- kemudian muncul-lah rasa panik yang mendorongku untuk segera berteriak sekuat mungkin.
"ATSUMU, STOP!!!" Suara nyaring yang ku lontarkan terlambat menghentikan Atsumu. Tepat didepan mataku, Atsumu tertabrak sebuah mobil pribadi yang melintas. Mobil itu tidak salah, ia melintas setelah lampu lalu lintas bagi pejalan kaki- sudah berada dalam keadaan berwarna merah.
Aku masih mematung, melihat Atsumu yang terkapar ditengah jalan mulai dikerumuni oleh para pejalan kaki.
"Sam! Osamu!" Lagi-lagi Rin menyadarkanku yang hampir saja ikut tak sadarkan diri. "Pergi liat keadaan Abang Lo, dan gue bakal telepon ambulans!" Perintah Rin begitu tegas. Suaranya itu memberikan energi bagiku yang hampir putus asa.
Tanpa basa-basi lagi, aku berlari kencang- menerobos kerumunan sambil berkata bahwa aku adalah saudara kembar dari korban kecelakaan itu.
"At-atsu... mu..." Maaf, tapi kedua lututku mendadak lemas dan membuatku ambruk begitu saja di atas aspal. Bahkan tanganku yang gemetar, tak sanggup untuk menyentuh Atsumu yang terkapar tepat di hadapanku. Indra penciumanku mendapati bau amis, akibat darah Atsumu yang sudah mulai menggenang disekitar kepalanya.
"Sa.. mu... g-gue masih pu... punya di-diri lo." Salah satu tangan Atsumu bergerak, seolah ingin segera menggapaiku. Namun, sedetik kemudian Atsumu benar-benar kehilangan kesadarannya.
"ATSUMU!!!"
---
Flashback.
"Lo kerja sambilan jadi guru privat kan."
"Enggak. Gue cuma fokus kuliah." Jawabku tanpa rasa ragu. Kuharap, rasa dingin akibat hujan bisa menyamarkan tubuhku yang sudah gemetar.
Atsumu berbalik, menarik tanganku untuk segera berjalan. Mungkin ia menjeda perdebatan ini akibat hujan yang semakin turun dengan buasnya. Setidaknya, hal ini bisa membuatku lega untuk beberapa saat.
"Didalem rumah anget banget." Syukurku setelah sampai didalam rumah. Perlahan-lahan, aku melepaskan jas hujan, serta sepatu dan kaus kaki. Yah, ruang depan menjadi kotor karena aku dan Atsumu masuk mengenakan sepatu dan jas hujan yang basah.
"Sam, mau sampe kapan bohong terus?" Tanya Atsumu.
"Kenapa sih Lo selalu curiga sama gue? Seharusnya Lo ngasih kepercayaan lebih ke adek Lo ini!" Awalnya, aku menjawab pertanyaan Atsumu dengan santai. Namun, entah mengapa di akhir kalimat, aku malah berteriak.
"Ya, gue emang nggak percaya sama Lo." Jawab Atsumu, membuatku sedikit kecewa. Atau mungkin, sedikit merasa takut. "Hari ini gue ngikutin Lo, dan gue udah liat pake mata kepala gue sendiri." Kali ini Atsumu tampak kehilangan kesabaran. Jemarinya merampas jaket yang kukenakan, kemudian mengguncangku dengan cukup buas.
"Hahh, Lo mata-matain gue? Tsumu, Lo nggak bisa ngehargai privasi gue?!" Tanganku bergerak sendiri, dan berhasil mendarat pada pipi kanannya hingga menjadi merah.
"Gue cuma mau lo fokus kuliah, Sam. biar gue yang kerja." Cengkraman tangan Atsumu yang awalnya sangat kuat, mendadak mengendur begitu saja.
"Ayolah, Tsum. gue bisa bagi waktu. Seharusnya Lo pikirin impian Lo sendiri." Napasku mulai terengah-engah. Berdebat dengan Atsumu adalah hal yang tidak kusukai, sebab wajah serius Atsumu selalu menyeramkan- dan itu membuatku merasa sedikit ketakutan.
"Lo gak perlu pikirin impian gue!" Atsumu memundurkan langkahnya, sedikit demi sedikit.
"Kalo gitu, Lo juga gaperlu pikirin biaya kuliah gue." Aku meninggalkan Atsumu yang termenung, duduk pada kursi di meja makan.
Mungkin Atsumu mengira bahwa aku sudah mengakhiri perdebatan tadi. Nyatanya, aku hanya menunggu hari hingga semakin larut- serta memastikan bahwa Atsumu sudah terlelap dalam tidurnya. Walaupun hatiku masih terasa berat, tapi aku memutuskan untuk pergi dari rumah ini.
.
.
.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Kado untuk Atsumu [ END ] ✓
FanfictionAtsumu adalah sosok pribadi yang egois, keras kepala, dan selalu membangkang. Biarpun begitu, ia sangat baik kepadaku- meskipun kami sempat mengalami konflik beberapa kali. Seolah, bagi Atsumu- aku adalah tempat baginya untuk pulang. Ia yang selalu...