winwin

575 31 0
                                    

Likaasya
.
Present
.
I'm sorry, I love you
.
Main Cast

Huang Renjun (19 tahun)
Jung Jaehyun (22 tahun)
Lee mark (20 tahun)
Winwin (22 tahun)
.
Hope you enjoy it☺️
.
.
.
.
.
.
_o0o_

Winwin, pemuda bertubuh ramping dengan mata seindah berlian yang menghiasi wajah manisnya rahang tirusnya menambah kesan cantik, membuat setiap obsidian yang melihat paras indah tersebut seperti tersihir, berdecak kagum pada pahatan tuhan yang nyaris mendekati kata sempurna itu.

Pemuda itu sedang mematut dirinya di depan cermin full body yang menampilkan pantulan dirinya yang memakai kemeja putih transparan dan celana pendek selutut berwarna senada, memang pakaian itu terlihat sangat biasa namun pemuda itu tetap memakainya karena tuntutan pekerjaan yang sepertinya setelan itu membuatnya terlihat semakin manis.

Pemuda itu menghela nafasnya lelah seraya membenarkan kerah kemeja yang sedikit merosot menampakkan bahu putih tanpa cacat miliknya, menelisik penampilan dirinya di depan cermin dan menemukan ruam kemerahan yang terlihat sedikit memudar.

Tangan lentiknya terulur mengambil sebuah kosmetik di atas rak bercat putih di samping cermin, mengoleskan kosmetik tersebut pada ruam kemerahan di leher dan dadanya, berusaha menutupi ruam tersebut.

.
.
.

Suara dentuman musik disco terdengar memekakkan telinga, namun hal tersebut tak urung membuat orang-orang yang mendengarnya menggerakkan telapak tangan mereka untuk menutupi telinganya, malah terlihat orang-orang yang berada di ruangan tersebut menggerakkan tubuhnya meliuk mengikuti alunan musik yang terputar.

Jiwa muda yang bebas itu terlihat berpesta, melepas penat setelah seharian beraktivitas menjalani hari penuh beban yang memuakkan untuk sebagian orang, ada pula orang-orang yang hanya ingin bersenang-senang seperti para bajingan kaya yang hanya menghamburkan uang-uang yang di hasilkan orang tua mereka.

Winwin mendelik saat mata hazel seindah rembulan itu melihat sebuah tangan menjalar pada pinggang seorang wanita yang sedang asik menggerakkan badannya dengan tangan yang memegang botol alkohol yang telah membuat kesadaran wanita itu menghilang.

"Apa tidak ada yang memesanku?" Tanya pemuda manis itu saat dirinya telah mendudukkan bokong miliknya di atas kursi di depan counter, membuat sang bartender menolehkan kepalanya pada sumber suara, ia hanya menggeleng dengan tangan yang sibuk memahat es batu agar berbentuk menjadi bulatan besar seukuran gelas.

"Belum ada ..." jawab bartender tersebut, menuangkan cairan berwarna kuning keemasan pada sebuah gelas yang telah terisi es, "minumlah dulu, kau terlihat lelah," sambungnya, dan menggeser gelas tersebut ke dekat pemuda manis yang telah lama ia kenal itu.

Winwin mengambil gelas bir yang di berikan sang bartender, menenggak cairan itu hingga tersisa setengah, "kak Yuta, kau tau pekerjaan yang lebih baik dari ini?" Winwin menopangkan dagu di atas kepalan tangannya, menatap sang bartender itu dengan bibir yang mengerucut.

"Banyak, dokter, artis, sutradara, dan yang lainnya," jawab pemuda berkebangsaan Jepang itu acuh, membuat lawan bicaranya semakin merengut.

"Dan semua pekerjaan yang kau sebutkan itu tak bisa ku raih," lirih pemuda keturunan China itu terdengar lesu.

"Memang, kamu kan akan menjadi pengacara." Yuta mencubit pipi pemuda manis itu pelan, menimbulkan protesan dari si empunya.

"Do'akan yah," ujar pemuda manis itu seraya tersenyum menampakkan deretan gigi putih membuatnya terlihat semakin manis.

"Aku pesan 1 tequila dengan es," ujar seseorang yang kini duduk di samping winwin, membuat pemuda manis itu sedikit menoleh untuk menuntaskan rasa penasarannya, mendapati sesosok pria dengan wajah bak dewa Yunani dengan tatapan mata setajam elang terlihat menawan bagi siapa saja yang menatapnya, sedangkan Yuta hanya mengangguk seraya membuatkan pesanan tersebut.

"Ini minumanmu." Yuta memberikan segelas tequila pada pria tadi.

"Aku akan memesan lagi." Pria dengan tatapan setajam elang itu memberikan sebuah black card pada sang bartender, menimbulkan decakan kagum karena bukan hanya fisiknya yang terlihat sempurna, namun black card yang di berikan pria tersebut juga menandakan bahwa pria itu benar-benar kaya.

"Kau sepertinya mempunyai banyak masalah?" tanya winwin karena melihat pria di sampingnya itu terus mengisi gelasnya ntah untuk keberapa kali, hingga terlihat kesadaran pria tersebut semakin menipis.

Pria yang di tanya hanya melirik sekilas pada winwin, tanpa satupun kata keluar dari bibir tebalnya untuk menjawab pertanyaan pemuda manis tersebut.

Winwin yang menyadari dirinya tak di tanggapi hanya mendengus, "kau ingin merokok?" tanyanya seraya menyodorkan bungkusan rokok milik Yuta yang tergelatak di meja begitu saja, menimbulkan protesan dari si pemilik.

Merasa terganggu dengan pemuda manis di sampingnya yang terus menginterupsi kegiatannya, pria tersebut beralih menatap pemuda manis tersebut.

"Kau.. salah satu jalang disini? Huks," tanya pria tersebut dengan cegukan yang mengiringi setiap kalimatnya.

"Ya.. jika kau punya masalah, kau bisa menceritakannya padaku?" tangan lentik pemuda manis itu terulur, menyentuh rahang tegas sang pemilik black card. Ya, ini pekerjaannya kan? Menggoda pria kaya agar mau membayar mahal untuk melakukan one night Stan bersamanya. Winwin sedikit meringis menyadari dirinya yang sepertinya sudah tak memiliki harga diri, namun harga diri tidak akan membiayai hidupnya kan?

"Aku sudah memiliki tunangan," ujar pria itu datar dan melepaskan jemari lentik itu pada rahangnya, membuat pemuda manis itu mengulum bibirnya.

"Apa tunanganmu bisa lebih baik dariku dalam masalah ranjang hm?" Winwin menggeser kursinya mengikis jarak diantara mereka, mengundang tatapan menusuk dari obsidian di depannya.

"Jangan merendahkan tunanganku," ujar pria tersebut seraya tangan yang mencengkram kerah kemeja milik winwin, menampakkan tulang selangka pemuda manis itu yang terlihat seksi, pria itu memajukan wajahnya semakin mengikis jarak di antar mereka hingga terasa uap panas dari hembusan nafas mereka saling menerpa wajah masing-masing, hingga kedua belah bibir itu bertemu saling melumat menciptakan suara kecipak yang hampir teredam oleh bisingnya musik disco yang terputar.

Saling memagut belah bibir itu dengan nafsu yang mulai menguasai sang dominan, mendorong sang submisive untuk mengalungkan lengannya pada leher si pria black card tersebut.

Ya, seperti inilah pekerjaannya, satu-satunya hal yang dapat membantu ia dari kesulitan ekonomi yang di alaminya. Winwin meremas bahu tegap pria tersebut, mencoba lebih menggoda pria kaya itu dengan menaiki paha pria tersebut, menempelkan tubuh keduanya tanpa ada jarak, hanya ada dua lapis kain yang mengahalangi tubuh keduanya.

"Call me Jung," pria tersebut berdiri dengan Winwin yang berada di gendongannya, tangannya meremas  pinggul ramping si submisive membawa tubuh itu ke tempat yang lebih privat, untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dikira butuh ruang terpisah.

"Aku akan menghitungnya bersama tagihan minum." Bartender yang sedari menyaksikan kegiatan itu berujar, sebelum kedua anak Adam itu menjauh.
.
.
.
.
.
.
To be continue

 I'm sorry, I love youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang