Happy Reading, Guys
**
"Aaahhhkk, sakit sekali!" Shafira merintih tiada henti seraya bercermin menatap bibirnya yang bengkak, serta luka-luka di leher dan pundak dengan air mata berlinang.
"Ya Tuhan, Nona Fira, Anda tidak apa-apa?" Kepala pelayan Nena memasuki kamar Shafira tanpa gadis itu sadari kapan membuka pintu.
Ah, Shafira lupa kalau pintunya tidak bisa lagi menutup rapat, selalu terbuka karena rusak akibat didobrak tubuh besar Devas, dan belum ada siapa pun yang membetulkannya.
Shafira tidak menjawab, hanya tubuhnya yang berguncang. Nena bergegas mengambil kotak obat-obatan. Namun, gadis itu mencegah saat wanita berusia dewasa itu hendak membantu merawat lukanya.
"Aku bisa sendiri, Nena. Sebaiknya kamu lakukan tugas yang lain, sebelum Tuan Devas melihat kamu menolongku dan kembali marah."
"Tapi Nona butuh bantuan saya."
"Tidak apa-apa, Nena. Aku bisa sendiri, dari pada Tuan marah besar." Shafira menggenggam jemari Nena yang menyentuh lengannya.
Shafira mengangguk pertanda ia baik-baik saja. Wanita berusia tiga puluh tahun itu mendesah pelan. Yang dikatakan Shafira benar, Tuan Devas tidak suka jika ada seseorang bertindak diluar perintahnya. Ia pun mengalah.
Nena meninggalkan Shafira kembali sendiri dengan perasaan iba, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Posisinya serba salah, tapi dia mencari aman untuk kebaikan sang nona, dari pada terkena murkanya lagi Tuan Devas.
Setelah kepergian Nena, Shafira kembali menangis. Sampai saat ini ia masih belum mengetahui alasan Devas yang sebenarnya, kenapa dia menikahinya.
Seperti yang dikatakan Devas, dirinya dinikahi untuk dijadikan pelayan bukan sebagai istri sebagaimana takdir wanita selaku pasangan suami.
Pelayan di rumah ini cukup banyak, Shafira merasa yakin bukan itu alasan Devas menikahinya, tapi apa?
Ingin menyiksanya, kah? Ingin menjadikannya pelampias kemarahan semata, kah? Atau ada hal lain di balik itu, entahlah!
***
Malam mulai larut, Shafira tidak mampu memicingkan mata. Rasa sakit disekujur tubuh tidak mampu mendatangkan kantuk, ditambah bunyi perut minta diisi membuatnya semakin tersiksa.
Selama di pesta Shafira tidak menyentuh makanan apa pun, hingga saat ini perutnya dibiarkan kosong, karena ia tidak berani keluar kamar, takut bertemu dengan Devas.
"Kenapa kamu membiarkan perutmu kosong?"
Suara bariton milik Devas membuat Shafira terperanjat, langsung terbangun dari baring dengan posisi duduk. Wajahnya yang baru normal dari pucat, kembali pias mendapati pria tinggi besar itu berdiri satu meter dari ranjang.
"Apa kamu ingin mati kelaparan?" tambahnya. Shafira menggeleng cepat.
Devas duduk di depan sang gadis, lalu menaruh sesuatu di atas tempat tidur. Mata Shafira membulat, di hadapannya tersedia satu nampan berisi makanan dan minuman yang langsung membuat air liurnya nyaris menetes.
"Makanlah! Perutmu berisik sekali, bagaimana kamu bisa tidur dengan perut kosong," titah sang tuan dengan suara datar.
Shafira sungguh tidak memahami perilaku Devas. Beberapa jam yang lalu, dia ibarat monster yang tengah kalap, tapi saat ini, yang berada di hadapannya, suami yang pengertian bahwa istrinya sedang kelaparan.
Meskipun wajah tampan itu sedikitpun tidak menampakan keramahan, setidaknya tidak terlalu menakutkan saat sedang marah.
"Apa kamu menunggu disuapi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DINIKAHI CEO KEJAM
RomanceShafira sedikit pun tidak menyangka akan menikah dengan pria yang memiliki sifat kejam. Pertolongan sang CEO padanya memiliki maksud tertentu, yaitu berupa balas dendam. Dendam yang diciptakan oleh seorang wanita yang sangat dicintai Sang CEO, sehin...