6. Enam Bulan Sebelumnya

495 11 0
                                    

Happy Reading, Guys

**

"Maaf, jika tidak segera ditandatangan, operasi tidak bisa dijalankan," ucap salah seorang suster, lalu menyerahkan berkas berisi catatan persetujuan operasi, lengkap dengan jumlah biayanya pada Shafira.

Mulut gadis itu menganga, mata membulat sempurna tepat saat membaca jumlah biaya yang harus dia sediakan.

"Saya tunggu sepuluh menit dari sekarang!" lanjut wanita berseragam putih itu lagi, lalu meninggalkan Shafira dalam kebingungan.

Shafira mondar-mandir dengan hati gelisah di depan pintu ruang perawatan, di mana ibunya berbaring lemah di dalamnya, dan sedang ditangani dokter.

Satu-satunya keluarga yang dia miliki tengah koma, gara-gara jatuh di kamar mandi, kepala belakangnya membentur sisi bak, sehingga mengakibatkan saraf kejepit, dan adanya penyumbatan pembuluh darah.

Sang ibu harus melakukan operasi besar dengan biaya yang tidak sedikit. Shafira ditekan oleh perawat maupun dokter untuk segera menandatangani persetujuan operasi tersebut, kalau tidak, ditakutkan hidup ibunya tidak lama lagi.

Shafira bukan tidak mau ibunya selamat, tentu saja dia ingin wanita berusia setengah baya itu mendapat penanganan terbaik dan sesegera mungkin dioperasi, hanya saja biaya sebesar itu dia dapat dari mana.

Shafira hanya anak orang tidak mampu, jangankan untuk biaya operasi yang puluhan bahkan kemungkinan sampai ratusan juta, untuk makan sehari-hari saja mesti banting tulang.

Air mata Shafira mengalir deras. Otaknya sungguh tidak mampu berpikir,  bagaimana cara dia mendapatkan uang seratus juta.

Nominal segitu hanya untuk biaya operasi saja, belum yang lainnya. Yaa Allah, tolong bantu hamba mencari jalan keluarnya, doa Shafira dalam hati.

Shafira terduduk lemas di bangku, menutup wajah dengan kedua telapak tangan, siku bertumpu di paha. Bahunya berguncang, gadis itu menangis tersedu.

"Ekheeem."

Shafira terlonjak, suara deheman khas laki-laki memaksanya untuk mendongak. Dia tercengang, satu meter di hadapannya berdiri pria dewasa, memiliki wajah tampan lagi gagah. Bertubuh tinggi menjulang.

Tatapan sang pria tajam dengan bola mata hitam legam, di atasnya bulu mata lentik menaungi, juga alis yang hitam tebal melengkung rapi. Bibir merah seksi, dengan dagu sedikit berceruk di tengahnya.

Cambang halus menghiasi rahang menambah kesan jantan sang pria yang mengenakan pakaian jas putih dengan garis hitam di tiap sisinya. Celana kain warna hitam, serta sepatu pantopel mengkilat warna yang sama, kian menambah gagah pria tersebut.

Shafira terpesona untuk sesaat, apakah yang ada di depannya ini malaikat penolong? Seandainya itu benar, terima kasih gadis itu ucapkan tak terkira.

Sang gadis buru-buru berdiri. Tubuhnya yang lemah, dan efek terus-terusan menangis membuatnya sedikit limbung, karena kepalanya berat dan pening. Refleks sang pria menahan lengannya supaya tidak terjatuh.

Shafira seketika menunduk, kala tatapan bertemu dengan sorot tajam dan intens milik lelaki tidak dikenal itu, sambil melepaskan diri dari genggaman tangan sang pria.

"Maaf, T-tuan cari siapa?" tanya Shafira agak was-was, takut pria ini berbuat yang tidak-tidak.

"Bukankah ibumu harus segera di operasi?"

Dahi Shafira mengernyit, apakah pria tampan itu seorang dokter bedah, bagaimana bisa tahu perihal ibunya?

"Iya, Tuan."

"Kalau begitu, apa yang kamu tunggu? Segera tandatangani berkas itu!" Sang pria menggerakkan bola matanya ke arah lembaran kertas yang Shafira taruh di kursi.

DINIKAHI CEO KEJAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang