Bab 4: Momen-momen Memalukan (II)

40 31 33
                                    

TIDAK ada yang bisa menebak pasti mengenai hal yang bakal terjadi besok. Sama seperti diriku, aku tidak bakal tahu apakah hariku bakal lebih baik dari hari sebelumnya atau justru bakal lebih buruk. Tapi setidaknya aku sudah mengerjakan semua PR dan sudah belajar malam harinya.

Omong-omong soal keluargaku, aku adalah anak kedua dari dua bersaudara. Abangku bernama Lazarus Nifahowuö Lase. Aku sering memanggilnya 'Bang Laz'. Mengenai hubungan kami, kami cukup dekat. Dia suka meledekku tapi juga suka membantuku. Saat ini dia berada di Hilitotaö, Nias Selatan. Dia sedang menempuh pendidikan kelas 3 SMK jurusan Teknik Logistik. Kami jarang melakukan video call karena kesibukan masing-masing. Jujur, aku merindukannya-bertengkar dengannya, bergurau dengannya, dan curhat dengannya.

Ibuku tidak mirip aku, bukan hanya tidak mirip, tapi juga bertolak belakang. Ada banyak yang bilang kalau aku agak mirip ayahku. Aku cenderung keras kepala saat meyakini sesuatu yang berdasarkan kebenaran, hal ini kadang memicu pertengkaran antara aku dan ibuku. Tapi kami tidak pernah dendam dan diam-diaman selama beberapa hari. Palingan hanya beberapa jam, kami sudah berbaikan. Berbeda dengan ayahku, dia lebih santai dibanding ibuku. Dia tidak suka mengomel dan mengkritik. Ibuku sebaliknya, dia sangat suka mengomel dan mengkritik.

Terlepas dari perbedaan sifat masing-masing, kami toh tetap rukun. Namun, perlu kutegaskan kalau aku tidak terlalu dekat dengan ayah maupun ibuku. Bisa dianggap netral, tidak kelewat akrab dan tidak juga tidak akrab.

Untuk melanjutkan hari kedua mengelilingi SKOTB, aku kembali menaiki tangga menuju lantai 3 dan 4. Akan tetapi masih berada di lantai dua saja sudah membuatku kelelahan. Kalau naik lift, aku tidak mau coba-coba, takutnya aku malah mempermalukan diri lagi. Well, aku hanya sekali naik lift seumur hidupku, itu pun karena diajak ke mal oleh keluargaku kala itu. Begitu aku mengelilingi lantai tiga tepatnya di pinggir lorong, tanpa sengaja aku melihat Yesaya dan seorang cewek duduk dekat dengannya di taman. Mereka tampak seperti sepasang kekasih. Apakah cewek itu memang pacarnya? Baru kali ini aku melihat Yesaya bermesraan dengan cewek. Ketika cewek itu hendak membalas sentuhan tangan Yesaya, mereka menyadari kehadiranku.

"Tamannya cantik banget ya," celetukku, mengalihkan kecanggungan. Lagi pula taman ini memang cantik, didekorasi dalam ruangan bertema pepohonan hijau. Lantai 3 memang agak berbeda dari lantai 1 dan 2, di mana aku bisa melihat pemandangan alam sederhana.

Yesaya terlihat salah tingkah, sedangkan cewek di sebelahnya, yang kalau aku ingat-ingat sekelas dengannya, nyengir lebar ke arahku.
"Oke, selamat bersantai," ujarku cepat-cepat, tidak ingin merusak suasana mereka lebih lama.
Begitu aku sudah berlalu dari mereka, aku mendadak dengar suara pria memanggilku.

"Hei, kamu! Iya, kamu," ujarnya ketika aku menoleh.

Dia menghampiriku dengan langkah besar, kutebak dia itu guru tinju.

"Saya penasaran, kenapa saya lihat baru-baru ini kamu keliling gedung ini?"

"Ada tugas dari ketua OSIS SMA, Pak. Kebetulan saya wakilnya, jadi saya diwajibkan untuk menguasai gedung SKOTB."

Dia tampak tidak percaya, kedua alisnya berkerut. "Kamu yakin?"
"Iya, Pak. Emang kenapa ya, Pak?"

Dia tidak langsung menjawab, menyipitkan matanya dan berdehem. "Kamu yakin kalau kamu cuma menjalankan tugas dari ketos?"

"Iyalah, Pak. Untuk apa saya
bohong?"

"Ada dua siswi kepergok di tempat latihan tinju Kelas Ringan. Pas saya tanya mereka punya urusan apa di situ, mereka malah jawab begini 'kami itu temannya Lara, si waketos, Pak'."

"Hah?" aku terkesiap. Masa kedua temanku dari satu geng melakukan itu? Bukannya Cana bilang kalau dia dan lainnya tidak bakal menginjakkan kaki di gedung ini selama bukan bersamaku?

FibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang