Bab 6: Kena Tipu

43 27 73
                                    

SEPERTI biasa, kerjaanku sepulang sekolah adalah mengurus rumah, mulai memasak, mencuci piring, mencuci kain, menyapu dan mengangkat kain dari jemuran kemudian merapikannya ke dalam lemari. Kegiatan-kegiatan seperti itu sudah menjadi rutinitasku, sedangkan ibuku menjaga toko pakaian miliknya yang tidak gede-gede amat sampai petang. Ketika pulang, dia selalu merasa capek dan memintaku untuk memijitnya. Kalau ayahku bekerja sebagai ABK. Karena jarak tempat kerjanya sangat jauh dari rumah, beliau memutuskan untuk menginap di rumah adik kandung cowok yang masih single dekat laut, sehingga beliau jarang pulang. Hanya setiap akhir pekan saja kami bertiga bakal berkumpul. Tapi aku tidak mempersalahkan itu, toh beliau bekerja untuk memenuhi kebutuhan kami.

Malamnya aku mengerjakan semua tugas-tugas sekolah. Hal yang paling menggoda saat mengerjakan tugas sekolah adalah main HP. Terkadang, aku sulit fokus kalau HP kuletakkan begitu saja di atas meja belajar. Maka yang kulakukan adalah menyetel musik kesukaanku. Tapi juga terkadang aku harus pakai HP untuk menunjang jawaban atas tugas-tugasku. Sebagai manusia biasa, aku tidak selalu tahu jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang tertulis dalam buku. Dan karena itu, aku jadi kurang fokus gara-gara tergoda membalas chat teman yang sebenarnya kurang penting atau bahkan tidak penting sama sekali.

Terlepas dari itu semua, toh akhirnya PR-ku selesai, hanya saja waktu yang kugunakan lebih banyak dibanding tanpa memainkan HP.
Pagi harinya adalah hari Sabtu. Misi dari Yesaya sudah selesai, kurasa aku bakal pulang lebih awal hari ini karena tugas OSIS belum diperbarui. Namun, aku salah. Yesaya mendadak memanggil anggota OSIS untuk rapat sepulang sekolah. Bagus, aku tidak bakal pulang lebih awal dan mungkin tidak bakal punya waktu untuk nonton film yang sudah kurencanakan sebulan yang lalu.

“Tugas apa lagi, Bang?” tanyaku dengan suara lemah.

“Selesai misi yang pertama, sekarang waktunya untuk misi kedua,” sahutnya lalu menyerahkan sebuah berkas dengan map kertas biru.

“Ini berkas apa, Bang?” aku mengambilnya.

Dia tidak langsung menjawab, sudut bibirnya tertarik. “Ini berkas berisi proposal soal pergerakan hidup sehat masa kini dari Damian. Aku sama kepsek setuju, kamu antar berkas ini ke kepsek tinju ya, kebetulan di sana ada Damian juga..”

Aku terdiam, mendadak kebingungan. “Bang,” ujarku ragu-ragu. Dia menyahut, “iya?” Aku pun melanjutkan, “sejak kapan kepsek setuju?”

“Sejak rapat kemarin.”

“Kenapa saya gak tau soal rapat OSIS kemarin, Bang?”

“Lara, kamu sibuk 3 hari belakangan ini. Aku gak mungkin ganggu waktu kamu.”

Kendati ragu aku hanya mengangguk. Baru kali ini aku tidak nimbrung dalam rapat OSIS, jadi tidak masalah.

Aku melenggang pergi saat itu juga. Begitu tiba di lantai dua, aku langsung menemukan kantor kepala sekolah tinju. Terdengar suara kekehan dari dalam, sepertinya terdapat lebih dari dua orang dalam ruangan. Aku masuk setelah dipersilakan. Suasana seketika hening begitu aku mendekat.

Ternyata dugaanku benar.  Bukan hanya ada kepala sekolah dan Damian saja, Varro juga ada di sana. Jantungku berdegup kencang, merasa canggung ditatap oleh tiga pria ini. Untuk mencairkan suasana, aku langsung menyerahkan proposal tanpa basa-basi.

“Ini proposal dari kami ya, Pak.”

“Oke, Lara,” sahut beliau seraya menerimanya. “Terima kasih ya..”

“Iya, sama-sama, Pak. Saya permisi.” Aku melirik sekilas ke arah bet nama beliau ‘Abner’.

Saat aku hendak mencapai pintu, Varro memanggil.

“Lara!”

Aku membalikkan badan. “Kenapa, Bang?”

“Bisa saya minta tolong?” dia menaikkan kedua alisnya.

FibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang