Bab 12: Liburan Perpisahan Senior (I)

18 21 35
                                    

VARRO mengambil alih menyahut, “jaga bicaramu, Galenka!”

Aku terkesiap, namun, Galenka malah nyinyir. Dia memang tidak sopan. Tapi giliran Rhett yang menegurnya, dia jadi diam. Aneh, seolah-olah mereka itu punya hubungan khusus.

Kami kembali melanjutkan permainan. Skor kedua tim kembali imbang, namun, beberapa detik kemudian, Rhett berhasil mengalahkan kami dengan telak, perbandingan skor 21-15. Kami kalah.

Varro tersenyum ke arahku seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Baginya kekalahan hanya hal biasa, aku semakin kagum dengannya.

Momen-momen olahraga bersama anak-anak dan para guru tinju rupanya menjadi kegiatan menjelang perpisahan kelas XII. Sebagai bentuk dukungan untuk sekolah sebelah, sekolah kami mengadakan perpisahan berupa jalan-jalan kolaborasi dua sekolah. Dan semua anak kelas X dan XI ikut jalan-jalan bersama kelas XII. Bukan hanya itu saja, kelas-kelas junior tinju juga begitu, katanya sebagai iringan perpisahan dengan senior. Aku tidak tahu kenapa harus begitu, padahal toh, tahun lalu hanya kelas 3 saja yang perpisahan, para junior tidak ikut. Kurasa perpisahan kali ini memang istimewa.

Dengan bawaan berupa tas punggung dan tempat minum di tanganku, aku melangkah menuju bus pariwisata besar. Beth dan lainnya sudah berada di dalam bus lain, inilah akibat dari datang terlambat. Aku datang agak telat, jujur karena aku memang tidak antusias. Bukan karena aku tidak suka perjalanan, hanya saja aku tidak dalam suasana hati yang baik. Sebenarnya hari ini aku hendak pergi wawancara perihal bertemu para editor buku. Gara-gara jalan-jalan ini, aku terpaksa menolak wawancara, dan hasil tulisanku tidak jadi dicetak.

Meski galau, aku berusaha menyembunyikan perasaanku dan memilih duduk sendirian. Tapi beberapa menit kemudian, Pedro mengisi kursi di sebelahku. Isi bus ini campur antara kelas XI dan XII.

“Selamat tinggal teman-temanku, kita berpisah untuk selamanya....” nyanyian beberapa siswa kelas XI dan XII.

Sepanjang perjalanan, aku membaca cerita digital di HP-ku, sesekali melamun, setelahnya aku memutuskan untuk membuka YouTube dan menonton video-video pendek. Sedangkan Pedro yang di sebelahku sibuk berceloteh tentang tinju-meninju dengan Jacob—anak kelas tinju yang mengajarinya tempo hari lalu.

“Dro, kenapa gak duduk di sebelah Jacob aja?” protesku, suaranya mengganggu. Jarak kursi kami dengan Jacob adalah empat kursi, jadi tiap kali Pedro berceloteh, dia akan membalikkan badannya ke belakang.

“Gak bisa, La.”

“Kenapa?” aku jadi bingung.

“Aku gak bisa membiarkanmu sendiri di sini!”

“Agak dramatis ya,” sindirku.

“Biarkan, asal aku bisa menjagamu, eak!” dia mengedipkan sebelah matanya lalu tertawa.

Aku yang keheranan hanya bisa terkekeh.

“Lagian si Jacob itu cocok duduk sendiri, kelihatannya jones beneran! Buahahaha!” kali ini tawanya agak dibuat-buat.

“Kalau punggung sama lehermu pegal nanti, aku gak tanggung jawab ya!”

“Itulah gunanya teman, harus saling membantulah! Kamu harus siap untuk memijat rasa pegalku nanti.”

Aku geleng-geleng kepala, tidak mengerti akan keanehannya.

“Gini dong,” dia mengangguk-anggukkan kepalanya.
Aku balas dengan gelengan kepala.

Kami akhirnya tiba di tempat tujuan, yakni Pulau Penyu Tanjung Benoa. Setelah turun dari mobil dan mendengarkan ceramah singkat kepala sekolah, para cowok bergegas menyewa alat snorkeling, sedangkan para cewek berenang di perairan laut yang tenang dan jernih. Sebelum berenang, aku menyempatkan diri untuk mengaplikasikan sunscreen pada anggota tubuh yang terekspos. Dengan tertatih-tatih, Pedro mendekatiku.

“La, main snorkeling yuk!” dia sangat antusias.

“Nggak ah, Dro. Aku mau berenang aja.”

“Ih, selalu aja begini.”

Aku terkekeh. “Begini apanya sih?”

“Selalu bilang ‘nggak’ atau ‘nggak ah!” cibirnya.

Aku tertawa. “Ada banyak teman cowok di sana, lho! Kenapa harus aku?”

Begitu dia hendak menyahut, Varro datang dengan dua pasang masker dan selang berbentuk huruf J di tangannya.

“Hai,” sapanya dengan senyum sumringah.

“Hai,” balasku canggung.

Pedro nyengir kuda ke arahku.

FibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang