Setelah melewati empat hari perjalanan yang menegangkan, rombongan Gusu memutuskan untuk beristirahat di Qinghe Nie semalam. Semua prajurit membersihkan diri, mengisi perbekalan, dan meluruskan kaki sejenak sebelum kembali pulang.
Satu malam itu, ketiga bersaudara Lan tidak bersikap seperti biasa. Moran menuangkan teh tak hanya untuk Tangsan, tapi juga Xieyun. Tangsan yang normalnya mudah antusias pada hal baru juga berubah. Saat Huaisang mengajaknya berkeliling melihat koleksi lukisan Qinghe Nie, ia menolak dan lebih memilih bersenda gurau dengan kedua kakaknya.
Tak terkecuali Xieyun. Entah karena lelah atau terlalu ingin menikmati momen yang ada, Xieyun duduk manis tak membuat masalah. Mendapat perilaku baik dari Moran sangatlah langka. Ia tidak ingin menyia-nyiakannya.
Xieyun dengan antusias menceritakan betapa hebatnya Moran di Gusu pada Nie Huaisang. Tidak ada olokan atau bualan di dalamnya. Semuanya tulus dari hati. Moran yang jarang tersipu kini memiliki ujung telinga semerah tomat.
Tapi yang namanya keluarga Wangxian, tentu saja kedamaian seperti itu terasa sangat membosankan. Begitu hari berganti, tangan Xieyun menjadi sangat gatal jika tidak membuat keonaran. Meskipun ia berjanji untuk tidak menggoda Moran lagi, ia tetap harus mengalirkan jiwa kenakalannya.
Selagi Moran mengurus prajuritnya dan Tangsan mengumpulkan persediaan makanan, Xieyun menyelinap untuk mencari brankas sekte Nie.
Xieyun membutuhkan uang. Sebentar lagi ayahnya berulang tahun. Ia ingin membuat sebuah pesta kecil saat pulang nanti. Kalau membelinya dari kantong sendiri, tentu saja tidak akan cukup.
Xieyun juga tidak akan mencuri uang milik Moran. Itu terlalu mudah dan tidak ada tantangan. Untuk mendapatkan dampak keonaran yang maksimal, ia harus melakukan lebih.
Nie Huaisang memang merencanakan penangkapan Tangsan demi memperbaiki hubungan ketiga bersaudara Lan, tapi tetap saja kekhawatiran kemarin harus diperhitungkan. Melibatkan ketua sekte tersebut dalam kekacauan kali ini sepertinya tidak masalah.
Singkatnya, Xieyun berniat mencuri uang dari kamar ketua sekte Qinghe Nie.
Dari luar, kamar Nie Huaisang nampak begitu megah. Pilar hitam berukir burung bangau dan pohon bambu dilukis oleh tinta emas. Semakin jauh ke dalam paviliun, berbagai detail karya seni semakin banyak menghiasi. Sulaman tirai, lukisan dinding kertas, gulungan puisi yang digantung sepanjang lorong, dan lain sebagainya.
Xieyun segera menggeledah kamar untuk mencari beberapa koin tembaga. Di bawah bantal, di laci nakas, di belakang lemari. Tapi anehnya, ketika matahari semakin tinggi di angkasa, Xieyun sama sekali tidak mendapatkan sekeping pun.
"Ah, kenapa miskin sekali si paman tua Nie ini?" Xieyun kemudian berjalan melewati koleksi kipas di lemari kayu dan memiliki ide, "Apa aku ambil saja beberapa kipas ini dan menjualnya di pasar?"
Xieyun segera menyelipkan kipas-kipas tersebut di dada, di balik celana, dan di dalam lengannya. Mungkin tidak akan mendapatkan banyak uang jika dijual, tapi dengan begini, ia tidak mendapat masalah besar.
Tepat saat itu, Nie Huaisang masuk ke dalam kamar dan memergoki Xieyun bergerak aneh di depan lemarinya. Huaisang menepuk pundak sang pemuda dan Xieyun melompat kaget.
"AHHH!!"
Huaisang bertanya, "Sedang apa kau di sini?"
"Ah? Ti-tidak! Aku tidak melakukan apapun." Ia segera mencari alasan. "A-aku mencari Paman untuk berpamitan. Hehe. Sampai jumpa di lain waktu, Paman Nie."
Tanpa menunggu Huaisang menjawab, Xieyun segera pergi dari kamar dan memanjat dinding benteng sekte Qinghe Nie. Tubuhnya yang ramping membuatnya mampu bergerak cepat menghindari penjaga. Ia juga berhasil mencuri kereta kuda adiknya dan meyakinkan penjaga gerbang kalau ia pergi dengan damai. Dalam hitungan menit, Xieyun sudah memasuki hutan untuk kembali ke Gusu Lan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Xieyun Si Bocah Tengil [Keluarga WangXian]
FanfictionWangxian telah menikah dan menemukan cara untuk melahirkan keturunan mereka. A-Yuan kini menjadi kakak dari ketiga adik barunya. Moran, Xieyun, dan Tangsan. Mereka akan siap memberi kedua ayah mereka sakit kepala. Khususnya Xieyun. Bukannya meniru p...