Duodecim

80 10 0
                                    

Pelita berlari di lorong rumah sakit sejak tadi mengebut menuju sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pelita berlari di lorong rumah sakit sejak tadi mengebut menuju sini.





"Sus," 

Pelita sampai di meja station suster.







"Atsa nama, atas nama Bulan Racentnos." ucap Pelita ngos-ngosan.

"Kamar 289, Kak." 




Mendengar nomor kamar dari suster Pelita mengucapkan terima kasih dan kembali berlari menuju kamar yang dituju, lebih pelan tentunya karena ini di rumah sakit.



"286, 287,"










289.




Di depan kamar rumah sakit Bulan, ada Aga sedang berdiri seakan menunggunya.






"Bang, bang. Gw," 

Pelita langsung menegakkan diri dan mengambil nafas dalam.

"Bang, gw minta maaf udah nyakitin Bulan. Gw tau itu salah dan gw mestinya gak kebawa emosi. Gw gak maksud, Bang. Sumpah, Bang. Gw cinta dan sayang Pelita, Bang. Bukan kasihan atau iba. Bang gw-" 
















Grep.




Permintaan maaf Pelita dipotong oleh dekapan dari Aga.








Hiks.





"Gw juga maaf, Pel. Iya gw maafin." 

Bang Aga untuk pertama kalinya memeluk Pelita dengan erat, sambil terisak. Pelita meskipun masih agak kaget tapi memeluk kembali sang abang.









Pelukan mereka terlepas.





"Pel," 


Dari belakang Aga, pintu kamar terbuka dan ada Bumi keluar.

"Pel, maaf ya. Gw juga waktu itu kebawa emosi. Sumpah, Pel. Maaf ya." ucap Bumi dengan mata berkaca-kaca.


Pelita hanya terkekeh.

"Iya iya, gapapa. Gw juga salah." 

Pelita langsung memeluk Bumi dan menepuk pundaknya.






Pelita memasuki kamar dan melihat ke arah tempat tidur.

Bulan sudah terduduk dan menatapnya sendu.




Ia pun berjalan ke arah kasihnya.







"Lan.." ucap Pelita hampir menangis sambil meraih tangan Bulan.








"Iya, gw maafin." 
Bulan memotong perkataan Pelita dan tersenyum sedih.



Pelita membalas senyumannya.









"Lan, kita tinggal ya." 

Anca, yang Pelita tidak sadar tadi duduk sebelah Bulan, berjalan keluar bersama Bumi dan Aga, meninggalkan Bulan dan Pelita berdua.








"Itu apa?" tanya Bulan menunjuk ke plastik McD yang Pelita bawa.

"Tadi abis dari McD. Tapi kayaknya udah ga bisa dimakan deh, aku bawa lari soalnya." Pelita meringis mengingat plastik yang dia bawa lari dari McD sampai rumah sakit.

"Gapapa, aku makan ya." ucap Bulan dengan senyum.

Pelita masih ragu-ragu, tapi dengan kilatan mata memelasnya Bulan, akhirnya Pelita memberikan McD-nya pada Bulan.










Di tengah acara makan Bulan, Pelita juga makan sedikit, Bulan mengeluarkan suaranya.


"Pel, Bumi bilang ke gw apa yang terjadi di rumah lo." 



Pelita menghentikan gerakan memasukkan kentang ke mulutnya.

Bulan menggenggam tangannya.





"Aku minta maaf juga, ya. Tenang aja aku bakal sembuh kok." 

Pelita tersenyum mendengar itu.



"Janji ya.." ucap Pelita dengan muka berharap.




Bulan tertawa melihatnya.

"Iyaa Pelitaa, janji deh."

Pelita tersenyum dan kembali memakan kentangnya.









"Kalo gitu lusa jalan-jalan yuk." Bulan berkata dengan ceria.

Pelita menekuk alisnya.

"Hah? Kemana? Ga capek kamu? Jangan capek-capek." Protes Pelita.

"Ihh, ga capek. Aku pengen ke akuarium loh, Pel." pinta Bulan.



Pelita membuat wajah bingung lagi, "Kan kamu phobia laut, sayang." 


Bulan lebih merekahkan senyumnya.

"Makanya itu, aku pengen ngerasain laut tanpa rasa takut. Untuk-" 

Bulan memotong perkataannya.










Pelita membuat wajah menunggu.





"Untuk.. pertama kalinya di hidupku. Hehe." ucap Bulan dengan menampilkan giginya.


Pelita hanya bisa terkekeh dan menggeleng kepalanya pelan.



"Ya udah, kita date lusa, yaa. Tapi kalo kecapekan bilang." Pelita menyetujui Bulan.


Bulan hanya bisa tersenyum dan melanjutkan makanannya.







Pelita sih senang-senang aja asal Bulannya juga senang.

































Kamu tidak tahu seberapa terima kasihnya aku ke kamu.

Kamu tetap berada di sisiku bahkan saat aku melakukannya untuk pertama kali.

Sebenarnya, saat itu aku dapat mendengar isak tangismu saat di mobil.

Hatiku teriris mendengarnya.






Pelita tahukah kau?

Kamu merupakan salah satu alasan aku bertahan sampai sekarang.

Saat satu sekolah mengetahui aibku, mimpi seramku.

Kau membelaku, melawan semua orang, kamu rela menunjukkan sisi lemahmu ke mereka hanya untukku.











































tbc.

Apa Kabar, Pelita?     (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang