Bab 4 Adu Mulut

6 1 0
                                    

Teman-teman yang membaca cerita ini, jangan lupa follow, vote and komen, ya. Agar penulis bisa semakin semangat membuat karya-karya selanjutnya.🥰

Happy reading

Di keheningan malam, Dareen selalu mengingat kedua orang tuanya. Ia ingat betul bagaimana suasana kehangatan keluarga yang utuh. Saat mengingat itu, tiba-tiba air matanya terjatuh. Ia tidak menyangka ternyata hidupnya sekarang lebih kacau dari sebelumnya.

Ia masih terus menatap langit-langit kamar dan matanya melihat ke arah tembok dengan desain bintang dan bulan yang penuh kenangan saat masa kecilnya. Kamar ini masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah. Ya, ia memang tidak ingin mengubah dekor kamarnya. Walaupun terkesan seperti ruang kamar anak kecil usia 12 tahun, tetapi ia tidak peduli. Yang penting ia bisa tidur di kamar yang penuh kenangan ini.

Dareen melihat dan mengamati satu-satu persatu foto polaroid yang terpajang rapi dekat gambar bulan dan bintang. Di sana, ia melihat senyuman manis kedua orang tuanya sambil memegangi tangannya. Ia juga melihat fotonya saat ulang tahun ke-13 tahun bersama kedua orang tuanya.

Saat menatap foto-foto itu, bulir-bulir air matanya mulai bercucuran membasahi kedua pipinya. Ia tidak sanggup mengingat kenangan bahagia bersama dengan orang tuanya. Ia bahkan tidak pernah membayangkan hidupnya akan seperti ini sekarang. Satu-satunya kebahagiaan yang ia inginkan adalah bisa bersama dengan kedua orang tuanya. Ia tidak ingin hidup mewah tetapi kurang kasih sayang dari keluarga.

Sudah ada satu jam ia menatap foto itu. Waktu terus berputar, jam dinding pun sudah menunjukkan pukul 00.30. Ia pun akhirnya memutuskan untuk tidur.

***

Jam 04.30, Dareen bangun dari tempat tidurnya. Ia sudah terbiasa bangun pagi. Karena dari kecil ia sudah diajarkan hidup disiplin, makanya selalu teratur dalam segala hal. Jadi, jangan tanyakan lagi, seberapa disiplin ia dalam hidup. Tentunya ia sangat disiplin dan perfeksionis dalam segala hal.

Walaupun ia terlihat tomboi. Namun, ia memiliki rambut panjang sepinggang, dengan lekuk tubuh yang ideal. Membuat gadis itu terlihat cantik walaupun tanpa dipoles make up.

Rambut panjang miliknya selalu ia kucir. Ia tidak pernah membiarkan rambutnya terurai. Karena jika rambutnya terurai, ia akan seperti kuntilanak di siang bolong. Bayangkan saja, ia duduk di barisan paling belakang dan paling pojok dekat jendela. Saat ada angin masuk melalui jendela, rambutnya pasti akan berantakan dan ia akan seperti kuntilanak yang menakutkan. Mengerikan sekali, bukan? Ada kuntilanak muncul di kelas siang-siang. Karena hal itulah ia selalu menguncir rambut panjangnya agar tidak disangka kuntilanak kesiangan.

Setelah selesai memakai seragam dan menguncir rambutnya, ia pergi menuruni anak tangga. Hari ini ia tidak sarapan terlebih dahulu. Karena ia ingin cepat sampai ke sekolah. Ia tidak ingin jika tempat duduknya di tempati oleh pria yang membuatnya jengkel kemarin.

Jarak dari rumah ke sekolah tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu 20 menit jika mengendarai sepeda motor. Hari ini, gadis itu mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Jalanan yang tidak begitu macet membuat ia cepat sampai ke sekolah.

Saat gadis itu sudah sampai di depan gerbang sekolah, ia lalu memarkirkan sepeda motornya. Setelah memarkirkan sepeda motornya. Kemudian Dareen berjalan melewati koridor kelas.

Maemunah yang baru datang langsung lari menyusulnya.

“Reeen ..., tungguin gue!” teriak gadis itu yang terus berlari mengejar Dareen.

Saat gadis itu sudah menyusul Dareen ia langsung memasang wajah kesalnya, “Ren, lo kok jadi cewek budi banget sih, gue kesel deh sama lo. Gue panggil nggak nyahut-nyahut. Dasar budi!”

Terlambat MenyadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang