Bab 8 Curhat

2 1 0
                                    

Dengan langkah cepat, Dareen melangkah menuju tempat parkir. Ia buru-buru ingin segera pergi ke rumah Maemunah. Saat langkah kakinya sudah sampai di tempat parkir. Tiba-tiba dari arah belakang ada Daffin yang menghentikan langkahnya.

“Hey cewek angkuh, tunggu!”

Dareen yang mendengar suara Daffin langsung berbalik.

“Apa? Gue males debat sama lo hari ini, udah deh jangan cari gara-gara sama gue. Gue males adu mulut sama lo.”

“Urusan kita masih belum selesai, pokoknya lo harus tanggung jawab sama ucapan dan perbuatan lo!” ucap Daffin dengan sorot mata yang penuh kebencian.

“Tanggung jawab! Emang gue habis melakukan kesalahan apa, hah? Gue nggak pernah cari gara-gara lagi, ya, sama lo. Emang lo nggak bosen apa cari masalah terus sama gue!”

“Gue nggak akan bosan cari masalah sama lo. Karena lo itu cewek angkuh dan keras kepala yang pantas dibenci oleh semua laki-laki!”

Dareen yang mendengar ucapan Daffin benar-benar membuatnya merasakan sesak didada. Seperti ada tusukan jarum yang menusuk relung hatinya. Dareen tidak habis pikir, ternyata ada satu laki-laki yang begitu membenci dirinya. Ia tidak tahu kesalahannya apa, tetapi Daffin selalu berhasil membuat ia merasakan sakit karena perkataan yang begitu menyakitkan.

Dareen mencoba tenang dan terlihat biasa saja, walaupun air matanya ingin tumpah. Ia menahan air matanya dengan langsung berbalik membelakangi Daffin. Ia tidak membalas ucapan Daffin sepatah kata pun. Dareen malah langsung mengendarai sepeda motornya dan pergi meninggalkan Daffin yang masih berdiri mematung di tempat parkir.

Daffin yang melihat gadis itu pergi, hanya bisa terdiam. Ada begitu pertanyaan di dalam hatinya. Ia tidak menyangka Dareen tidak membalas ucapannya sepatah kata pun. Ia sedikit heran, mengapa gadis itu tidak seperti biasanya. Apakah ada yang salah dengan ucapannya, Daffin terus menerka-nerka. Ia sebenarnya tidak ingin berdebat atau cari masalah dengan Dareen. Hanya saja Daffin tidak terima jika sahabat masa kecilnya disakiti terus-menerus oleh Dareen.

Ia juga tadi melihat Danil pergi dari taman dengan wajah penuh kesedihan dan rasa sakit yang sulit untuk dijelaskan. Ia tahu betul, Danil adalah orang yang selalu ceria. Orang yang selalu tersenyum dan memberikan kebahagiaan pada orang-orang terdekatnya. Namun, hari ini Daffin melihat Danil dengan wajah sedih dan tatapan sendu. Bahkan, Danil tidak bicara sepatah kata pun padanya. Tidak biasanya Danil seperti itu.

Semenjak Dareen menolaknya, Danil langsung pulang dan tidak bicara apa-apa lagi. Ia pulang meninggalkan Daffin seorang diri. Biasanya, Danil selalu menunggunya, dan selalu pulang bareng walaupun rumahnya beda arah.

***

Setelah mengendarai sepeda motor dengan perasaan tidak menentu, Dareen akhirnya berhenti di depan rumah Maemunah. Ia langsung menelepon Maemunah.

“Hallo, May. Cepetan keluar. Gue udah ada di depan rumah lo, nih!”

“Tumben, lo ke sini. Iya, bentar. Nanti gue turun ke bawah,” ucap suara Maemunah di telepon.

Saat Maemunah sudah ada di depan gerbang, ia langsung membukakan pintu gerbangnya.

“Cepetan masuk, Ren!” Gadis itu pun mempersilakan Dareen masuk. Dareen hanya manut mengikuti perintah gadis itu, dan kemudian Dareen langsung menyimpan motornya digarasi. Setelah selesai menyimpan motornya, ia terus menyelisik rumah itu dengan saksama.

“Tumben rumah lo sepi, May, emang Pak Hadi ke mana? Biasanya dia yang selalu bukain pintu gerbang, kalau gue main ke rumah lo.”

“Nggak ada, Ren. Pak Hadi lagi izin pulang ke kampung halamannya. Katanya si istrinya habis lahiran. Jadi, di rumah sepi, nggak ada penjaga.”

Terlambat MenyadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang