Bab 10 Kenangan Menyakitkan

4 1 0
                                    

 

Waktu berjalan begitu cepat, Dareen masih saja bingung. Ia tidak tahu harus memakai baju apa yang pantas untuk menghadiri acara makan malam bersama di rumah Daffin. Karena masih bingung, Dareen pun kemudian membuka lemari tiga pintu berwarna putih dengan ukiran klasik. Di sana berderet pakaian mamanya yang sudah lama tidak dipakai.

Saat ia membuka pintu lemari paling tengah, di sana hanya terdapat seragam dan empat setel bajunya sehari-hari. Tidak mungkin kan Dareen mengenakan baju sehari-harinya untuk pergi ke acara makan malam.

Ia hanya punya baju sedikit karena saat Dareen pergi dari rumah papanya, ia hanya membawa baju empat setel saja. Dan, hari ini, ia tidak punya pakaian yang pas untuk dipakai ke acara makan malam nanti. Karena tidak punya baju yang cocok. Dareen harus terpaksa memakai baju mamanya untuk menghadiri acara tersebut.

Baju mewah mamanya yang tersimpan rapi di lemari, kebanyakan baju yang seksi dan sangat feminin. Dareen benar-benar dibuat jengkel. Pasalnya ia tidak suka pakaian yang terlalu seksi dan Feminin. Namun, mau tidak mau Dareen harus tetap mengenakan salah satu pakaian yang ada di lemari itu.

Beberapa detik ia terus menelisik pakaian yang tergantung rapi di lemari. Setelah memilah-milah ia akhirnya mengambil baju dress sederhana tanpa lengan, berwarna peach. Kemudian memadukannya dengan stilleto shoes warna peach juga yang senada dengan warna bajunya.

Sebenarnya, hari ini ia sangat malas mengenakan stilleto shoes yang membuatnya tidak nyaman. Namun, lagi-lagi Dareen harus terpaksa mengenakan stilleto shoes karena untuk membuat tampilannya lebih senada dengan busana yang dikenakannya.

Bayangkan saja, jika seandainya ia memakai baju dress dengan panjang selutut, kemudian bawahannya memakai sepatu olahraga yang sering ia pakai ke mana-mana. Sangat memalukan sekali bukan? Apa nanti kata orang, pasti nanti yang melihat akan menertawakannya, begitu pula dengan Daffin, kalau ia melihat gadis itu memakai sepatu olahraga dengan atasan baju dress, pasti Daffin akan terus menertawakan dan mengejeknya.

“Ah, tidak-tidak. Pokoknya hari ini gue harus memakai stilleto shoes, biar tidak ditertawakan orang,” gumamnya dalam hati.

Sebelum Dareen pergi ke acara makan malam, ia memoles mukanya tipis-tipis dengan bedak, lalu memakai lipstik dengan warna yang tidak terlalu mencolok.

Malam ini, ia sengaja tampil berbeda karena ingin memainkan sandiwara dengan Daffin di depan papanya. Saat ia sedang menguncir rambutnya, tiba-tiba ada suara orang yang mengetuk pintu.

Tok ... tok ... tok ....

“Dareen! Cepetan, buka pintunya!” teriak papanya di luar pintu.

“Iya, Pah, benar. Ini Dareen mau buka pintunya.” Dareen pun berjalan pelan dan membuka pintunya. Ketika pintu sudah terbuka. Papanya menelisik gadis itu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Netranya terus menatap Dareen dengan sorotan mata elang yang sangat menakutkan.

Dareen yang melihat sorotan netra papanya hanya bisa terdiam dan menunduk. Ia tahu, kalau papanya sudah menatapnya seperti itu. Pasti ada sesuatu yang tidak disukai oleh papanya.

Sorotan netra itu, benar-benar mengingatkan ia pada kejadian tiga tahun silam. Di mana lelaki itu berseteru dan mengusir Rina—mamanya-dari rumah. Lelaki itu terus menatap Rina dengan sorotan netra yang penuh dengan kebencian. Setelah mengusir Rina dari rumah, lelaki itu juga menceraikan mamanya.

           Teringat jelas diingatan Dareen, sembilan kata yang dilontarkan lelaki itu pada mamanya, “Tinggalkan rumah ini dan besok saya akan menceraikan kamu!” Teriakan lelaki itu membuat Dareen menangis sejadi-jadinya. Ia tidak tahu harus berbuat apa.

Saat Dareen ingin mengejar dan mengikuti Rina. Lelaki itu mencekal tangannya dengan erat dan mencegatnya. Kemudian langsung mengunci pintunya rapat-rapat.

Dari kejadian yang menyakitkan itu, Dareen menjadi acuh tak acuh dengan papanya. Entah mengapa, hari ini Dareen melihat sorotan netra itu lagi, yang membuat ingatannya yang menyakitkan kembali muncul. Ia tidak tahu apa yang akan lakukan papanya. Apakah papanya akan memperlakukannya sama seperti mamanya dulu. Atau lebih dari itu.

Pikirannya kalut dan hatinya benar-benar berkecamuk. Saat beberapa detik mengingat kejadian yang menyakitkan, lamunan Dareen buyar saat Danu menamparnya.

‘Plakkk!’

Tangan papanya berhasil mendarat di pipi Dareen. Hingga membuat pipinya lebam dan memerah. Dareen hanya bisa meringis dan kesakitan. Tak terasa air mata yang ia tahan sedari tadi tumpah tak terbendung.

           Ya, ia mencoba kuat, tetapi air matanya tidak bisa menahannya.

Papanya masih bergeming di tempatnya, kemudian melanjutkan lagi ucapannya yang menyakitkan, “Dasar anak tak tahu malu! Apa kamu mau mengikuti jejak wanita murahan seperti mamamu, hah!” Suara Danu meninggi, membuat Dareen hanya bisa menunduk menahan sakit.

           Danu masih tidak bisa meredam emosinya, ia masih saja memarahi Dareen. “Kamu tahu, Papa itu sangat sayang sama kamu! Papa nggak mau kamu seperti mamamu—wanita yang susah diatur dan suka keluyuran malam-malam. Apa kamu tahu? Papa sudah lama menahan amarah ini. Papa hanya mau, kamu itu bisa menjaga diri dan menutup aurat, udah itu saja. Papa benar-benar merasa gagal mendidik kamu. Papa kira, dengan hidup kamu yang dibebaskan, kamu akan bisa mengerti, tapi Papa salah. Semakin dibebaskan! Kamu semakin susah diatur. Pokoknya Papa nggak mau tahu, cepetan pakai baju kaftan dan kerudung itu! Papa tunggu di bawah!” perintah Danu pada Dareen dengan wajah geram dan penuh amanah.

Dareen yang mendengar ucapan papanya, hanya bisa menangis dan menahan sakit. Ia tidak pernah menyangka, papanya akan semarah ini padanya. Sebelumnya, ia tidak pernah ditampar oleh papanya. Mau senakal dan sekeras apa pun dia. Papanya tidak pernah melarang dan menamparnya. Namun, kali ini berbeda. Papanya sangat begitu marah padanya. Sampai-sampai berani menampar pipinya sampai memerah dan lebam.

Karena tidak mau melihat papanya marah lagi, Dareen langsung mengambil baju kaftan di dekat pintu—yang sengaja dibawakan oleh Danu untuknya. Saat ia buka, ternyata ada baju kaftan Mareta dress berwarna hitam polos dengan kerudung segi empat motif warna pink. Tanpa pikir panjang, Dareen langsung mengganti bajunya. Di tas jinjingannya ternyata ada juga aksesoris untuk mempercantik tampilannya. Dari kecil sampai sekarang, baru pertama kalinya Dareen mengenakan busana seperti ini.

Ia tahu, mungkin papanya marah karena ia masih belum bisa menutup aurat dan memakai baju mamanya. Padahal ia tadinya sempat ingin menutup auratnya. Namun, karena belum siap, ia selalu mengulur-ulur waktu untuk menutup auratnya. Jujur saja, setiap mendengar amarah dari papanya, Dareen tidak pernah bisa melawan. Ia tidak tahu, mengapa papanya sangat terlihat menakutkan ketika marah.

Dari kecil hingga ia berusia 18 tahun. Papanya belum pernah semoderat ini padanya. Bahkan, dari kecil sampai sekarang, Dareen selalu mendapat kebebasan. Walaupun dirinya sering diperlakukan tidak adil dan sering dibanding-bandingkan dengan Dea, tetapi papanya tetap selalu menuruti apa pun kemauan dan permintaan Dareen.

Jika ia memberontak dan melawan papanya. Ia takut semua fasilitas dan uang yang diberikan papanya akan ditarik lagi. Dareen tidak ingin sampai hal itu terjadi, makanya ia pun akhirnya harus tetap patuh dan manut sama ucapan papanya.

Sebenarnya bisa saja ia memberontak dan tidak mematuhi semua ucapan papanya. Namun, jika ia tidak punya fasilitas dan uang dari papanya lagi. Ia takut tidak bisa memberikan donasi untuk anak-anak di panti.

Uang pemberian dari mamanya hanya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi uang dan fasilitas dari papanya sudah cukup untuk memberikan sandang dan pangan untuk anak-anak di panti asuhan.

           Papanya benar-benar orang yang cerdas. Ia selalu tahu sisi lemah Dareen. Hal inilah yang membuat Dareen tidak bisa melakukan apa-apa, saat papanya berkata kasar atau memarahinya.

Terlambat MenyadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang