16 : Ringkih

429 73 11
                                    

"Ekhem! Ciee, ada yang menang abis tanding, nih!" ujar Fiki sembari merangkul Fajri.

Fajri yang fokus terhadap bukunya itu terkejut seketika, lalu ia menoleh, matanya seketika terbelakak saat mendapat bahwa itu adalah Fiki—bocah berisik yang baru saja sakit kemarin. "Fik, ini beneran elo?" tanyanya terkejut.

"Ya iya gue. Lo kira gue jelmaan setan gitu hah?! Wah jahat lo ya Fajri kambing!"

"Ya kan gue mastiin doang, Fiki!"

"Nggak mau, mau pundung aja."

"Gaya lo pundung. Emang gue mau bujuk lo? Kagak."

"Lo tirabut, bintang satu."

"Apaan lagi itu tirabut? Kalau ngomong yang jelas aja deh, lo baru sembuh jangan yang aneh-aneh." kata Fajri.

"Tirabut itu, tidak ramah brutal! Ngerti lo?!" jawab Fiki judes.

"Ck, aneh-aneh aja singkatan lo." katanya sebal.

"Biarin, yang penting gue gaul. Daripada lo, kudet!"

"Ya oke makasih."

Suasana menjadi hening seketika, Fajri sibuk membaca buku kembali, sedangkan Fiki sibuk memainkan handphonenya.

"Eh, Zweitson ke mana? Dari kemarin kok gue nggak liat dia, ya?" tanya Fajri bingung.

Fiki menggelengkan kepalanya. "Lah, gue aja kemarin nggak masuk kok lo tanya gue? Harusnya gue yang nanya sama elo, Fajri!"

"Iya juga. Yaudah, cari Zweitson, yuk?" ajak Fajri

"Kenapa nggak kita coba chat aja?"

"Lo yang chat deh, Fik."

"Oke, bentar," Fiki mengeluarkan handphonenya dan mulai mengirim pesan pada Zweitson.

Jwijonnn

Anda
Son, lo kok nggak masuk, sih?

Anda
Lo sakit? Atau kenapa?

Anda
Zweitson Keenan! Plis dong jawab gue.

Anda
Gue ada bikin salah ya? Sampe lo nggak jawab chat dari gue.
[Read]

"Ih anjir kok di read doang! Si Zweitson kenapa sih?" kata Fiki kesal.

"Ngambek?"

"Tapi pikir deh sama lo, emangnya Zweitson ngambek ke siapa? Daridulu dia kalau ngambek juga nggak pernah sampe kayak gini, paling nggak ya cuma ke orang yang bikin dia marah, nggak ke semua orang gini."

Fajri berdehem. "Terus, gimana?"

"Tanya Banglang?"

"Lo mau? Ayok sih."

"Ayok aja gue."

"Tapi gue takut deh, Fik." kata Fajri yang membuat Fiki menghela napas, lalu bicara. "Takut kenape? Banglang nggak gigit, udah deh!"

"Gue takut aja dia nyangkanya gue yang nyembunyiin Zweitson, bisa aja kan dia mikir kalau gue dendam sama kejadian waktu itu?"

Fiki menghela napas panjang, ngomong sama orang kebanyakan overthinking tuh susah! "Lo terlalu parno. Ovt mulu sih kerjaan lo!"

"Ihh, bukan gitu. Gue gamau aja kalau Banglang nyangka gue pelakunya, trus ntar Kovel berantem lagi sama Banglang, gue yang repot tau Fik!" ujar Fajri memberi pembelaan.

"Percaya sama gue, Banglang nggak akan marahin lo. Kalaupun iya, mana bisa dia nuduh tanpa bukti?"

"Tapi waktu itu dia nuduh gue juga tanpa bukti, Fik,"

Monochrome - UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang