12 : Lo Keterlaluan!

431 80 23
                                    

Happy Reading!

***

Shandy meraup surai gondrongnya ke belakang, tampak sedikit frustasi melihat Fiki yang tidak mau makan sama sekali, padahal anak itu bisa makin drop kalau tidak diberi asupan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Shandy meraup surai gondrongnya ke belakang, tampak sedikit frustasi melihat Fiki yang tidak mau makan sama sekali, padahal anak itu bisa makin drop kalau tidak diberi asupan. "Lo masih nggak mau makan, nih?"

"Nggak nafsu, Bang."

"Ya gue tahu orang sakit nggak nafsu makan, tapi kalau lo nggak makan, yang ada lambung lo kena. Mau dirawat inap lagi lo?" gerutu Shandy seraya berkacak pinggang.

Adiknya itu menggeleng pelan, tapi pipinya mengembung kesal. "Ogah, gue nggak suka di rumah sakit."

"Ya kalau gitu makan, Pikkkkk. Capek gue nih lama-lama jadi Abang lo. Buruan makan."

Hening menyelimuti mereka beberapa saat, kini Fiki malah menatap ke arah Shandy dengan lamat, ada perasaan bersalah yang bersarang dalam hatinya karena sudah menyusahkan Shandy saat ini.

"Bang ... kalau Abang mau buru-buru ke studio band nggak papa kok, gue bisa sendiri, tenang aja nanti gue bakal makan," lanjut Fiki akhirnya, seolah mengerti bahwa Shandy menyuruhnya cepat-cepat makan karena memang harusnya Shandy sudah berangkat ke studio untuk latihan dari tadi, tapi terpaksa menunda karena harus mengurusi adiknya.

"Just go, latihan band penting buat lo, gue nggak akan kenapa-napa, jadi nggak usah khawatir, Bang."

Shandy menghela napas berat, tatapannya ke arah Fiki berubah sendu, jujur saja ia juga tidak tega melihat adiknya yang biasanya berisik dan tidak bisa diam kini malah berubah kalem, bahkan tidak jarang Shandy melihat Fiki masih menahan sakit perutnya. Ah, ia jadi kesal, kenapa bisa-bisanya ada orang yang tega meracuni Fiki, sih?

Pemuda itu lantas duduk di samping kasur adiknya sambil mengambil alih mangkuk bubur dari tangan Fiki. "Kok lo mikirnya gitu? Jelas Adek gue lebih penting dari band. Sini, Abang suapin aja, mau?" tanya Shandy lembut.

Entahlah, rasanya Fiki mudah tersentuh hanya dengan perlakuan Shandy padanya saat ini, mungkin karena Shandy memang jarang bersikap manis, jadi dengan begini saja Fiki bisa terharu. "Maaf ya, Bangsen jadi harus ngurusin gue kayak gini."

"Lo satu-satunya yang gue punya, Fik. Udah seharusnya gue gantiin Mama Papa buat lo." Shandy tersenyum simpul, kemudian mulai menyendok bubur yang ada di mangkuk. "nih, makan, biar pipi lo makin bengkak segede bakpao."

"Ih, tapi buburnya kok nggak diaduk dulu, sih?" protes Fiki, enak saja Shandy main nyuapin tanpa diaduk dulu, padahal Fiki tim bubur diaduk garis keras.

Monochrome - UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang