19 : Broken Phone

445 84 30
                                    

Happy Reading!
Monochrome - chapter nineteen
19 : BROKEN PHONE

Happy Reading!Monochrome - chapter nineteen19 : BROKEN PHONE

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sepi.

Itu yang Zweitson rasakan ketika memasuki rumah raksasa milik keluarganya, netranya bergerak ke sekeliling, tak ada siapapun selain dirinya dan sang Kakak yang kini menggiringnya duduk di sofa.

"Nyari siapa? Papa sama Mama nggak ada di rumah," celetuk Gilang, seolah mengetahui apa yang ada di pikiran Zweitson saat ini.

Gilang bisa mendengar Zweitson sedikit berdehem, mungkin ia ingin mengatakan sesuatu namun tertahan dalam benaknya.

"Lo bingung mereka ke mana? Kayak biasa, mereka kerja dan lupa pulang dari kemaren, entah dinas ke luar kota atau apaan juga gue nggak paham."

"Makanya gue berani suruh lo pulang sekarang, karena Papa nggak ada di sini, kalaupun nanti balik pun pasti keadaanya udah jauh lebih tenang dan nggak seemosi kemarin-kemarin," lanjut Gilang.

"Sorry," tutur Zweitson tiba-tiba.

"Kenapa minta maaf?"

"Gue ninggalin lo sendirian di sini, gue kabur ke tempat Bang Ricky tanpa ngabarin apa-apa padahal lo khawatir sama gue, tapi ya gimana ... gue masih kesel sama lo."

Gilang mendudukkan dirinya di atas karpet, menghadap ke arah adiknya yang masih duduk di sofa, membuat Zweitson harus menunduk agar bisa mengobrol jelas dengan Kakaknya.

"Gue yang harusnya minta maaf, Son."

"Iya, emang harus, lo udah nggak percaya sama gue dan nyimpulin sendiri asumsi yang belum sepenuhnya bener. Padahal lo satu-satunya orang yang gue harapin buat tetep percaya sama gue."

"Maaf, waktu itu gue nggak mikir panjang, tapi sebelum masalah club gue mikir kalau lo yang udah bikin Fiki—"

"Bikin Fiki keracunan? Kenapa lo nggak tanya dulu ke gue kalau lo nemuin racun itu di tas gue? Bahkan gue ngerti itu racun apaan aja enggak, Bang. Gue nggak tahu kenapa benda itu bisa ada di dalem tas gue, dan harusnya lo minta kejelasan, bukan langsung nyimpulin."

"Terus ... itu racun punya siapa sebenernya?"

Zweitson mengangkat bahunya asal, membuat Gilang semakin menyesal. "Jadi beneran bukan punya lo, ya?"

"Ya menurut lo aja? Lo kenal gue berapa tahun sih? Masa Bang Ricky yang lebih percaya sama gue dibanding lo?"

"Son ...."

"Gue sakit, Bang. Gue sakit waktu lo matahin harapan gue, lo nyuekin gue seharian, lo bersikap dingin tanpa alasan yang jelas, dan gue masih inget lo bilang lo nggak akan lindungin gue lagi. Tapi gue lebih sakit lagi waktu Papa cambuk gue dan lo masih diem liatin gue dari atas tangga, lo baru turun ke bawah setelah belasan menit. Apa harus nunggu gue sekarat dulu baru lo mau hentiin Papa? Sesek, Bang. Napas aja rasanya susah, semua badan gue sakit, tapi lo cuma diem nyaksiin itu semua."

Monochrome - UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang