11 : Berubah

379 81 24
                                    

MONOCHROME
11. BERUBAH

 BERUBAH

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Nanti selesai les langsung pulang, ya," pinta Aruna—Mama Zweitson, seraya meletakkan sepiring roti selai di atas meja makan untuk sarapan putranya.

"Iya, Ma."

"Oh iya, Abangmu mana? Kok belum turun? Udah mau jam tujuh, lho."

Zweitson mengangkat kedua bahunya, ia juga tidak tahu kenapa Gilang belum keluar dari kamarnya. "Masih siap-siap kali," jawab Zweitson dengan mulutnya yang kini penuh berisi roti.

"Kalau Papa, di mana? Kok Soni nggak liat dari tadi."

"Papa udah berangkat setengah jam yang lalu, buru-buru ke kantor."

Mendengarnya tak membuat Zweitson heran, ia tahu Levan sibuk, tapi semenjak pertengkaran kecilnya beberapa hari lalu dengan Levan, Zweitson belum berinteraksi apa-apa lagi dengan papanya, entah Levan yang masih marah, atau memang Zweitson saja yang merasa hubungan mereka makin renggang.

"Gilang, kok baru turun, sih?" tanya Aruna kala netranya menangkap keberadaan Gilang yang baru saja menuruni anak tangga.

"Tadi nyari jaket, baru ketemu."

Zweitson melirik ke arah Gilang sesaat, ada rasa heran yang menyelimuti pikiranya. Gilang tak menyapa atau menoleh sedikitpun, padahal biasanya Gilang selalu mengoceh tidak jelas pada Zweitson pagi-pagi, tapi ini tidak sama sekali.

"Bang, nggak sarapan dulu?" tanya Zweitson, pasalnya Gilang tak ikut duduk di meja makan, malah langsung menyambar kunci mobil dari atas nakas.

"Nggak laper."

"Tapi nanti lo—"

"Udah belum makan rotinya? Gue tunggu di mobil sekarang," potong Gilang datar, ia menyalami Aruna sejenak sebelum akhirnya keluar menuju garasi.

"Kenapa Abangmu?" tanya Aruna, sama herannya.

"Entah, dari kemarin gelagatnya aneh banget, kayaknya lagi marah sama Soni, deh. Nanti biar Soni tanyain lebih lanjut, sekarang Soni berangkat dulu ya, Ma."

"Iya udah, hati-hati."

Usai meneguk minumannya, Zweitson bergegas menghampiri Gilang yang sudah stand by di dalam mobil, ia duduk di samping kursi Gilang seperti biasa. 

Sepanjang perjalanan menuju sekolah benar-benar hening, Gilang tak membuka obrolan apapun walaupun sesekali Zweitson mencoba berbasa-basi, membuat Zweitson merasa dirinya seolah tak dianggap kehadirannya.

"Abang kenapa, sih?" tanya Zweitson akhirnya.

Tak ada jawaban apa-apa, Gilang hanya fokus menyetir tanpa melirik ke arah Adiknya sama sekali.

"Kalau ditanya tuh jawab, Bang. Lo marah sama gue? Gue ada salah apa sebenarnya?"

"Abang."

"Gua lagi nggak mood ngobrol, bisa diem nggak?" tuturnya dingin, tatapannya masih sedatar papan triplek.

Monochrome - UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang