30).Menyesal?

1.5K 151 11
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





"Apa kamu bisa menebak, Yang mulia saat ini sedang melakukan apa?" Irlan bertanya pada kembarannya. Laki-laki bersurai biru itu melihat-lihat buku yang tersusun rapi di kamar Hillan.

"Masih melakukan pesta, tentu." Hillan cuek. Fokus pada buku yang di bacanya.

"Huh, Yang mulia terlalu royal pada Isabella."

"Tidak. Apa kamu lupa kalau di sana ada Para pemimpin juga, Irlan?"

"Benar juga. Aku sempat lupa."

Setelah itu, tidak ada lagi yang berbicara. Hening menyelimuti keadaan di sekitar keduanya. Hillan yang masih membaca bukunya di tepi kasur, dan Irlan yang mulai bosan membuka lembaran-lembaran buku tanpa membacanya sedikitpun.

Irlan tadinya berniat ingin langsung ke kamarnya setelah kejadian tadi di ruang makan. Namun, tidak tau mengapa, Irlan ingin menemani kembarannya yang terlihat lebih pendiam dari pada biasanya saat ini.

Apakah--- apakah Hillan merasa bersalah pada anak itu?

Irlan menggeleng, lalu terkekeh pelan. Mana mungkin.

"Hei, Irlan." Hillan menutup bukunya dan menatap Irlan. Irlan yang di panggil pun menoleh pada kembaran yang memanggilnya barusan.

"Keluar dari kamarku. Aku ingin sendiri." Hillan mengusir Irlan terang-terangan.

Irlan tersenyum misterius, "Kenapa? Kamu ingin menangis diam-diam?"

"Apa? Enak saja! Aku tidak pernah menangis," Hillan membalas cepat.

"Oh ya?" Irlan memiringkan kepalanya.

Hillan berdecak, "Sudahlah. Kamu pergi saja, apa susahnya keluar dari kamarku sekarang?"

"Atau, sebenarnya kamu itu tidak mau terpisah dariku?" lanjut Hillan menatap Irlan dengan datar.

Reflek, Irlan melempar buku yang di pegangnya tepat mengenai kepala kembarannya. Pasti sakit sekali. Kemudian, Irlan menyesali perbuatannya barusan.

Berdehem, Irlan berdiri dari duduknya, "Kamu percaya diri sekali," kata laki-laki itu yang bahkan tidak meminta maaf pada Hillan.

"Yasudah kalau begitu, pergi sana." Hillan mengusap kepalanya yang masih sakit. Walau begitu, dia tidak marah pada Irlan. Pasalnya, Hillan berpikir, kalau kata-katanya tadi memang sangat menggelikan untuk di dengar. Hillan paham mengapa Irlan sampai melemparnya segala dengan buku.

Hillan menatap Irlan yang juga sedang menatapnya dengan penuh menyelidik. "Apa? Kenapa? Kubilang, pergi sana."

"Apa kamu seperti ini karena anak itu?"

Hillan mengernyit, "Tidak."

Bukannya pergi seperti kata Hillan, Irlan justru memegang dagunya nampak berpikir, "Menurutmu, kenapa anak itu bisa berperilaku seperti tadi?"

Second Life [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang