57).Janji Fana

65 4 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Setelah sembilan hari Hillan pergi, orang-orang mulai sibuk lagi pada urusan mereka masing-masing. Khususnya untuk Irlan dan Lazhan.

Sedangkan untuk Catania dan Isabella, saat ini keduanya tengah meneguhkan hati mereka saat sebuah pintu yang besar menjulang tinggi di hadapan mereka.

Lethan membuka pintu tersebut dan mempersilahkan Catania dan Isabella untuk masuk ke dalamnya.

Pintu kembali di tutup saat keduanya sudah masuk. Napas kedua anak perempuan itu tercekat saat mendapati kondisi Ayah mereka yang memperihatinkan.

"Ayah..." Catania langsung berlari menuju Askal berada. Kedua manik birunya memanas saat melihat wajah Askal.

Catania memang sudah menduganya. Setiap kali dirinya menanyai Askal, Lethan dan Si kembar akan menjawab jika Ayahnya itu sedang sibuk. Namun jika di pikir-pikir lagi, Askal selalu memiliki celah untuk bertemu anak-anaknya, sesibuk apapun dia.

Dan saat mengingat tubuh Askal yang di diami oleh iblis Diavolo, Catania sudah sangat yakin jika Askal tengah jatuh sakit. Hanya tinggal menunggu waktu yang tepat saja untuk Diavolo memakan semua tubuh dan jiwa Askal secara menyeluruh.

Tubuh Askal melemah, sedangkan Cahaya Murni yang berada di tubuh Catania semakin kuat. Semakin dekat jarak mereka berdua, semakin pula tubuh Askal merapuh.

Catania tau akan hal itu, namun, dia juga tidak bisa lari dari tanggung jawabnya. Askal pun selalu memberinya sebuah permintaan untuk tetap berada di dekatnya.

"Kenapa Ayah tidak jujur saja?" Catania menggenggam tangan kanan Askal dengan pelan.

"Maaf, nak..." Askal menatap Catania dengan sorot mata yang lembut. "Ayah hanya tidak sanggup..." 

Isabella menghampiri mereka berdua, dia sudah menangis sedari tadi.

"Apakah tidak ada jalan lain?"

Askal menggeser tatapannya ke arah Isabella yang menangis. Kepalanya menggeleng pelan, senyuman lembut terbentuk di bibir tipisnya.

"Nak, jangan menangis... putri-putri Ayah haruslah kuat."

Suara Askal seperti bisikan karena saking pelannya.

Catania ingin protes, tapi langsung membatalkannya. Dia memilih mengangguk dan menempelkan jari-jari Askal ke pipinya, menangis dalam diam.

Harus kuat, kata Askal tadi?

Sedangkan di sebelahnya berdiri, ada Isabella yang menggenggam selimut Askal dengan perasaan nanar.

Selain karena sedih melihat kondisi Ayahnya yang memperihatinkan, Isabella juga sedih karena tidak bisa berlama-lama di kamar Ayahnya itu. Tina membatasi waktunya.

Jadi, dia menatap Ayahnya sekali lagi sebelum bicara. "Kalau begitu, saya pergi dulu, Ayah."

Askal balas menatap putrinya itu, ekspresinya langsung terlihat sedih dan tidak rela. Catania juga menatap Isabella dengan kesal.

Second Life [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang