2. Menjadi Selir Agung

20.2K 3.6K 144
                                    

°°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°°


Aku bangun dengan berani saat laki-laki itu membaca isi gulungan anehnya. Mungkin tindakanku itulah yang membuat semua orang bereaksi kaget.

"Apa yang dia lakukan?"

"Berani sekali dia."

"Apa orang seperti dia yang akan jadi Selir Agung?"

"Ya ampun, dia pasti akan membuat Yang Mulia murka."

Mereka terus membicarakan tentang Selir Agung dan Yang Mulia. Aku masih menolak percaya semua hal yang kusaksikan sekarang.

Aku menunjuk wajah laki-laki yang alisnya mulai naik di depanku itu. "Ini prank, kan? Di mana kalian taruh kameranya?"

"Jangan gunakan akal gilamu di saat seperti ini!" Suaranya pelan seakan berbisik, tapi dia baru saja membentakku. Aku tahu itu.

Wanita tua nan anggun yang tadi duduk di sebelah laki-laki itu mendekat. Dia memegang pundak pria itu dengan sebuah senyuman lembut di bibirnya.

Ketika wanita berambut putih itu memandangiku, aku langsung menurunkan jari. Bagaimanapun dia jauh lebih tua dariku, tidak sopan menunjukkan jari seperti itu kepada orang tua.

"Selamat untuk penobatanmu, Selir Agung Gwen."

Saat itulah aku menyadari, semuanya bukan prank. Tidak mungkin wanita tua itu mengajakku bermain bersamanya. Kita kan, tidak kenal.

"Margareth, bawa Selir Agung ke istananya." Dia memberi perintah kepada wanita yang bersamaku sejak pagi tadi.

Ternyata wanita itu seorang pelayan kerajaan. Dan aku adalah orang yang mereka sebut sebagai Selir Agung.

"Silakan ikuti saya, Yang Mulia." Wanita itu tidak lagi memanggilku dengan sebutan Nona, melainkan Yang Mulia.

Jenis game macam apa ini? Aku naik level dalam sekejap mata.

Kendati demikian, pelayan itu tampak lebih dapat dipercaya dari semua orang yang berada di lapangan. Aku mengikutinya tanpa protes sedikit pun. Setidaknya aku mendapatkan pengalaman tour istana secara gratis, karena sekarang kami tidak lagi menaiki naga.

Astaga, aku sangat membenci diriku yang selalu memandang sisi positif dari segala hal. Bahkan dalam kondisi seperti ini pun aku masih berpikir optimis. Memang tidak ada kapoknya.

Istana ini seperti dibangun di atas tanah berbukit. Berkali-kali aku berjalan menanjak dan menurun setiap melewati satu bangunan klasik yang modelnya hampir sama. Ini sebuah tempat yang sangat luas. Dari tadi aku sudah melewati tiga danau yang berbeda. Danau pertama airnya berwarna hijau, danau kedua kekuningan sedangkan danau ketiga airnya berwarna biru.

"Kita akan ke mana? Aku sudah lelah." Aku melayangkan protes, tetapi diabaikan. Pelayanannya sungguh tidak ramah, tidak akan kuberi bintang.

Margareth berhenti tepat di depan sebuah bangunan bernuansa putih. Bangunan ini terletak tepat di depan danau berwarna biru. Jauh sekali jaraknya dari bangunan-bangunan yang kulihat tadi. Banyak tanaman menjalar yang memanjat di badan pilar bangunan berbatu itu. Pagarnya tinggi menjulang berwarna hitam. Seperti rumah angker yang sudah lama ditinggalkan saja.

THE HELL KINGDOM [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang