0.02

59 41 61
                                    

"Bagaimana dengan tugas kita? Apa itu hampir selesai?" Devan keluar dari kamar mandi dengan handuk melingkar di lehernya, sedangkan orang yang ditanya tidak langsung menjawab dan sibuk dengan bukunya.

"Jangan bilang kau mengacaukannya, aku sama sekali tidak menerima jawaban 'iya' Gema" Devan mendudukan dirinya di tepi ranjang, membuka laci dan mengambil hair dryer dan mulai mengeringkan rambutnya yang basah.

"Bukankah kau terlalu keras pada Freya? Pikirkan dengan baik, di posisinya juga bukanlah hal yang mudah. Walau aku tidak terlalu mengerti dengan situasi kalian, tapi aku harap kau mempertimbangkan kembali sikapmu"

Ucapan yang di lontarkan oleh Devan berhasil membuat Gema menghentikan aktivitas membacanya. Menatap teman satu kos nya itu, dia bahkan tidak tahu rasanya di posisi Gema tapi berani memberikan nasihat padanya.

"Apa yang kau tahu, jika posisi dia tidak mudah, lalu bagaimana dengan posisi ku sendiri? Apa kau pernah memikirkannya? Kau sendiri yang mengatakan tidak mengerti dengan situasi yang kami alami, tapi kau langsung menarik kesimpulanmu sendiri."

Devan mematikan hair dryer nya, menyimpannya kembali ketempat semula. Ia heran kenapa bisa berteman dengan orang yang sangat batu seperti Gema.

"Karena kau sudah kelewat batas, makanya aku ikut campur masalahmu. Asal kau tahu, kau pikir kita bertiga sekelompok itu sebuah takdir? Kebetulan yang tidak di sengaja? Ayolah, kau terlalu naif jika berpikir begitu. Tentunya, aku yang meminta agar kau, aku dan Freya sekelompok. Itu berkat asisten dosen yang bisa di ajak negosiasi, dia yang membuat daftar kelompoknya. Dan satu hal lagi, aku sengaja meninggalkan kalian berdua, tapi sebenarnya aku tidak pulang aku masih berada di tempat yang sama. Berharap jika mungkin saja kalian bisa berbicara dengan baik, dan nyatanya kau sama sekali tidak memiliki hati. "

Jika membicarakan masalah Freya dan Gema, Devan memang harus ikut ambil di dalamnya. Tapi mungkin saja usahanya sia-sia saja, melihat Gema benar-benar tidak perduli.

"Satu hal lagi, aku telah selesai dengan tugas ku. Mungkin tidak perlu untuk merencaanakan pertemuan selanjutnya"

Devan melemparkan sebuah makalah dengan kasar pada Gema, lalu pergi keluar meninggalkan Gema dengan pikirannya sendiri.

"Aku juga tidak mau, tapi itu adalah cara ku untuk bertahan melalui setiap harinya"

Ditatapnya makalah yang beberapa waktu lalu di lemparkan Devan padanya. Memijat pelipisnya yang terasa nyeri, beban pikirannya terlalu banyak belakangan ini. Mungkin ia bisa bersikap biasa saja jika Freya tidak mengatakan perasaannya padanya, karena perasaan itu lah yang merenggut Allisya darinya.

Keesokan harinya, Gema maupun Freya bersikap biasa saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya, Gema maupun Freya bersikap biasa saja. Seolah tidak ada yang terjadi di antara mereka. Devan juga bersikap sama, ia tidak ingin terlalu pusing dengan masalah orang lain. Karena tugas kampus nya saja sudah cukup memusingkan hidupnya, tidak ada waktu untuk mengurusi orang lain.

Matkul yang pertama akan segera di mulai, tapi dosen mereka belum kunjung datang. Yang lain memutuskan untuk mengobrol untuk menghilangkan rasa bosan sebelum dosen datang. Devan duduk di sebelah Freya, memberikannya sebuah apel untuk di makan.

"Anggap saja hadiah pertemanan" Freya memicingkan matanya, menatap tidak percaya apel dan juga Devan secara bergantian.

"Apa kau pikir aku seorang penyihir dari disney Snow White yang memberikan apel beracun? Ayolah, aku ini hanya seekor kurcaci yang ingin berteman dengan seorang putri" Freya terkekeh mendengar lelucon yang di buat oleh Devan itu.

"Kau salah, putri lah yang ingin berteman dengan sang kurcaci"

Keduanya pun tertawa menanggapi candaan itu, tidak secanggung yang di pikirkan Devan. Freya bisa saja menjadi sangat populer di angkatannya, ia berwajah cantik dan juga mempunyai perangai yang lembut. Tapi ia tidak begitu bisa bersosialisai,karena terlalu pendiam.

Gema yang melihat kedekatan keduanya memberikan tatapan sinis, ia benar-benar tidak suka saat wanita itu tersenyum memperlihatkan kebahagaiaannya begitu leluasa. Freya Seraphina, ia juga pernah menjadi bagian dari tawanya, tapi itu dulu saat semuanya masih baik-baik saja. Tidak seperti sekarang, keadaan yang membuat mereka menjadi orang yang asing.

 Tidak seperti sekarang, keadaan yang membuat mereka menjadi orang yang asing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terimakasih ya sudah meluangkan waktu membaca dan memberikan vote. Terus dukung cerita ini ya hingga ending 😊🌻

Dandelion di Pelupuk MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang