“Ah lucu sekali, dia bilang apa? Terluka? Aku tahu itu, aku tahu sejak awal! Tapi aku memilih menyangkalnya, lalu aku memberi sugesti pada diri ku sendiri jika aku lah yang lebih terluka dan menderita darimu Freya. Untuk mengakui semuanya tidak semudah itu. Aku hampir gila karena perasaan yang berkecamuk ini”
Benar, tidak ada yang mudah bagi keduanya. Karena mereka sedang terjebak dengan yang namanya labirin luka, memiliki pintu tapi tidak tahu dimana letaknya. Harus berjuang lebih agar dapat menemukannya lebih cepat.
Gema menatap langit malam itu yang sedikit berawan, memperlihatkan beberapa bintang yang berkerlap-kelip. Berbanding terbalik dengan suasana hatinya saat ini. Tadi nya ia ingin mencari udara segar untuk mengatasi situasi yang memuakan, tapi siapa sangka udara segar itu juga berubah menjadi udara yang memuakan.
“Kau masih saja sama ya seperti setahun lalu” Gema menoleh keasal suara itu, ia sangat familiar dengan suara itu. “Bagaimana bisa kau bersikap seperti itu, pada seseorang yang mencintaimu dengan tulus. Aku sungguh tidak mengerti tindakanmu, Gema” itu Ethan Yudhitama-teman SMA Gema juga Freya.
“Lalu kau sendiri? Bukankah masih sama?” Ethan tersenyum lucu mendengar penuturan Gema itu, bagaiman bisa dirinya masih sama. Jelas semuanya telah berbeda dari tahun lalu.
“Tentu saja tidak. Aku sudah keluar dari penjara ku, tapi sepertinya kau masih saja terjebak dengan penjara yang selalu membelenggu mu selama ini. Itu lah yang disebut belenggu Alisya.”
“Jangan menyebut namanya dengan remeh seperti itu, karena kau sama sekali tidak pantas untuk menyebutnya” geram Gema karena orang di hadapannya itu membawa Alisya yang jelas sudah tiada di dunia ini.
“Tadinya aku tidak mau menyebut namanya, tapi karenamu lah aku terpaksa menyebutnya. Aku peringatkan padamu, jangan pernah melimpahkan semua kesalahan pada Freya. Karena kau sedang menilainya dengan mata yang berkabut, aku pastikan kau akan menyesal dengan keputusanmu itu” Ethan lalu pergi dengan tatapan kesal pada Gema, sudah jelas ia akan membela Reya kapan saja di butuhkan. Untuk saat ini maupun saat yang akan datang.Setelah menemui Gema dan memberikannya peringatan, Ethan memutuskan menemui Freya yang sedang menangis dalam diam di sebuah gang. Padahal wanita itu takut dengan kegelapan, tapi kenapa memilih tempat itu untuk menumpahkan semua perasaannya.
“Kau akan menangis terus disitu?” Freya mendongakan kepalanya, dengan mata yang kabur karena air mata ia memastikan siapa orang yang berada di hadapannya.
“Tidakah kau bosan? Bajingan itu tidak pantas kau tangisi, ia bahkan tidak pantas mendapatkan satu tetes air matamu pun. Jadi berhentilah menangis! Satu hal lagi, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Karena semua tahu yang lebih terluka itu dirimu, karena kau sendiri pun tidak mempercayai dirimu dan selalu menyalahkan dirimu. Tidak bisakah kau berhenti saja? Melakukan semua hal bodoh yang berakhir menyakiti dirimu sendiri?”
“Ethan…” Reya memastikan jika ia tidak salah lihat jika orang dihadapannya ini adalah Ethan, karena biasanya yang akan mengomelinya seperti itu adalah Deo.
“Benar, ini Ethan. Apa kau senang melihatku?” Reya tertawa pelan mendengar lelucon itu. Bagaimana bisa pria itu malah berada dihadapannya sekarang. Setahunya pria itu sedang berada di luar negri untuk meneruskan pendidikannya.
“Kenapa? Kenapa aku selalu bertemu denganmu saat kacau seperti ini? Sama seperti setahun yang lalu”
“Apa kau tidak tahu? Itu karena aku si malaikat penghibur, menampung semua kesedihan” Reya tertawa mendengar lanturan Ethan, sedikit banyaknya ia memang benar. Karena dia berhasil menghibur dirinya.
Siapa sangka air mata itu digantikan oleh sebuah tawa dari orang yang tidak terduga. Ethan Yudhitama yang sudah lama menghilang kini berdiri di hadapannya kembali. Semua itu terasa seperti mimpi yang sedang melintasi tidur sang putri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion di Pelupuk Mata
Fiksi Remaja"Setitik tinta mungkin tidak akan cukup untuk menembus dinding hatimu. Karena di dalamnya ada dia yang tidak bisa di gantikan dengan siapapun" - Freya Seraphina