Tepat pukul tujuh, keluarga Ajwa berkumpul di ruang tamu. Mereka tampak santai, padahal tepat pukul sepuluh siang nanti adalah acara resepsi pernikahan.
'Tinggal menghitung jam, aku akan benar benar menjadi istri nya,' batin Ajwa masih tak percaya.
"Abi, apa ini tidak terlalu cepat? Baru saja kemaren kita membicarakan tentang perjodohan ini. Apa Ajwa harus menikah hari ini juga?" tanya Ali.
Rahman yang tadinya menyeruput teh kini menatap putra nya. "Ini sudah menjadi keputusan dua keluarga. Bahkan semuanya telah di urus oleh keluarga Laksmana, kita hanya perlu datang ke tempat resepsi pernikahan."
Aisyah mengangguk setuju. "Iya bang, Ajwa beruntung akan mendapatkan suami seperti Altair."
Ajwa termenung. 'Apa aku nanti akan benar benar beruntung dan bahagia tinggal bersama nya? atau mungkin hidup ku akan seperti neraka?'
Ali berganti menatap Ajwa. "Wa, apa kamu bahagia dengan pernikahan ini?"
Ajwa menoleh, matanya mengerjap. Sebenarnya Ajwa tidak yakin akan bahagia jika menikah dengan Altair, mengingat pemuda itu sangat pemarah dan suka berkata kasar.
"Ajwa bahagia bang, umi benar. Aku beruntung akan mendapatkan suami seperti kak Altair." Ajwa berusaha untuk tersenyum.
"Tapi abang nggak yakin dia bisa membahagiakan kamu," sanggah Ali.
"Menurut umi Altair mendekati sempurna, dia baik, ganteng, pinter, kurang apa lagi coba?" tanya Aisyah.
"Kurang akhlak, umi lihat aja penampilan nya. Aku nggak yakin dia bisa jadi imam yang baik," jawab Ali.
"Jangan lihat orang dari penampilan nya bang. Yang kelihatan buruk belum tentu buruk, iya 'kan Wa?" Rahman meminta pendapat putri nya.
Ajwa mengangguk dan membalas seadanya. "Iya Bi.""Aku bahkan nggak yakin dia bisa lancar pas ijab qabul," ujar Ali.
Ali menghela nafas panjang, entah kenapa ia merasa Altair bukan seseorang yang tepat untuk Ajwa. Berbeda dengan Rahman yang langsung meletakkan teh nya di atas meja.
Mendengar Ali yang mengucapkan kata ijab qabul membuat Rahman kembali mengingat pernikahan nya. Ingatan nya sedang berkelana ke masa lalu.
"Ngomong ngomong ijab qabul, abi jadi inget waktu pernikahan abi sama umi," ucap Rahman.
"Kalian nggak tahu aja, meskipun abi kalian hafal qur'an tiga puluh juz dia tetep aja masih latihan ijab qabul. Biar nggak gemeteran katanya," timpal Aisyah.
Ajwa tertawa pelan. "Seriusan? Abi juga latihan ijab qabul?"
Mendengar hal itu Rahman jadi malu. "Lagipula itu hal wajar, apa salah nya latihan. Jadi nanti kalau udah waktu nya tinggal lancar nya aja."
"Bang Ali nggak mau latihan ijab qabul?" Ajwa ingin sekali menggoda abang nya.
"Abang nikah nya nanti Wa. Nunggu udah sukses, sekarang belum ada calon nya," balas Ali.
Aisyah terlihat antusias. "Bentar lagi umur dua empat loh bang. Yakin nggak mau nikah? Umi cariin calon nya."
Ali reflek menggeleng cepat, dia bukan Ajwa yang mau di jodohkan dengan begitu mudah nya. Ajwa menautkan jari nya, perias akan datang pukul delapan.
Tinggal beberapa menit lagi Ajwa akan di rias. Semua baju pengantin beserta perias nya sudah di siapkan oleh keluarga Altair, Ajwa tinggal menurut saja.
"Diem aja Wa, gugup ya mau nikah?" tanya Rahman.
Ajwa terkesiap. "Hah? Nggak kok Bi."
Tidak lama kemudian ponsel yang di pangku oleh Ajwa berdering. Tidak ada nama yang tertera di ponsel, sepertinya nomer orang tidak di kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Bercadar Milik Ketua Geng
Teen FictionTentang seorang laki-laki yang menyandang status ketua geng motor harus menikahi seorang gadis bercadar hanya karena sebuah perjodohan. Dia Muhammad Altair Laksmana, ketua geng motor terbesar di Surabaya. Dan gadis bercadar itu adalah Ajwa Anasha Sy...