7.Peduli?

108K 10.3K 528
                                    

Silau matahari menembus jendela membuat Ajwa terbangun dari tidur nya. Ajwa duduk dan menatap sekitar, saat ini ia bukan berada di gudang melainkan di kamar.

'Kok aku ada di kamar? Apa mungkin kak Altair yang pindahin aku?' batin Ajwa.

Ajwa menggeleng, ia yakin Altair tidak sepeduli itu padanya. Ajwa merasakan ada sesuatu di kaki nya, kening nya berkerut kala mendapati sebuah plester.

'Kok ada plester? Ini juga telapak tangan aku kayak habis di obati. Apa kak Altair yang nglakuin itu semua? Tapi nggak mungkin,' batin Ajwa.

Ajwa berusaha menepis jauh jauh pikiran nya. Ia segera turun dari kasur dan bergegas mandi. Hari ini adalah hari pertama nya kuliah.

***

Altair duduk sendirian di meja makan, sedaritadi cowok itu terus menggerutu tidak jelas sambil mengunyah roti yang ada di mulut nya.

"Mana sih tuh cewek? Harusnya dia siapin sarapan buat gue. Heran, gunanya jadi istri tuh apa? Emang dasar nggak guna," gerutu Altair.

Altair terdiam sejenak. "Eh, tapi tunggu. Kenapa gue peduli? Biarin aja tuh cewek tidur, nggak usah bangun sekalian. Masa' gue pengen makan di temenin sama dia. Dih nggak, jijik jijik jijik!"

Altair terus menggeleng, ia menepis jauh pikiran nya. Mata Altair tertuju pada Ajwa yang berjalan ke arah nya. Gadis itu berjalan tertatih karena kaki nya yang terluka.

"Siapa yang suruh lo duduk?" Altair menatap Ajwa yang hendak duduk.

"Aku nggak boleh duduk kak?" Ajwa mengurungkan niat nya untuk duduk.

"Boleh, tapi di lantai!" ketus Altair.

Ajwa menghela nafas, ternyata Altair sangat kejam. "Ajwa berdiri aja kak."

Altair berdecak pelan. "Duduk depan gue, jangan duduk di pojok. Heran, seneng banget lo jauh jauh dari gue."

"Emang Ajwa nggak boleh jauh jauh dari kakak? Berarti kakak pengen Ajwa deket deket terus sama kakak?" tanya Ajwa.

Detik itu juga Altair langsung tersedak. "Heh! Ngomong apa lo barusan? Denger, gue tuh sebenernya nggak sudi duduk deket lo. Udah cepet duduk depan gue, jangan banyak omong!"

Ajwa menurut dan duduk di depan Altair. Ajwa hanya diam, sebenarnya Ajwa ingin bertanya tentang siapa yang memindahkan nya ke kamar dan mengobati luka nya.

Ajwa takut Altair akan mengamuk saat dirinya menanyakan hal tersebut. Akhirnya Ajwa hanya mengambil roti dengan tatapan yang terus tertuju pada Altair.

"Ngapain lo nglihatin gue kayak gitu?" Altair menatap Ajwa tidak suka.

Ajwa dengan cepat menggeleng. "Nggak kok kak."

"Oh iya, yang mindahin lo ke kamar itu tukang kebun bukan gue. Jangan geer lo!" ketus Altair.

"Iya, lagian mana mungkin kakak peduli sama Ajwa," balas Ajwa.

'Kalau gue nggak peduli ngapain gue repot repot gendong lo. Badan aja ringan banget kek kapas, nggak pernah makan kalik ya,' batin Altair.

"Terus yang ngobatin tangan sama kaki lo itu juga tukang kebun." Altair menggigit roti nya dengan kasar.

Ajwa tersenyum di balik cadar nya. "Hebat ya, tukang kebun nya serba bisa. Harusnya Ajwa jadi istri tukang kebun aja."

"Heh! Ngomong apa lo? Lo itu udah jadi istri gue!" Altair tiba tiba merasa tidak terima.

Ajwa diam, gadis itu memasukkan roti ke mulut lewat bawah cadar nya dengan begitu ia tidak perlu membuka cadar. Lagipula Ajwa yakin Altair juga tidak mau melihat wajah nya.

'Tukang kebun nya pasti cowok. Astaghfirulloh, 'kan bukan mahram tapi keadaan nya darurat,' batin Ajwa.

"Bilangin ke tukang kebun nya kak, makasih," ucap Ajwa.

"Sama sama," sewot Altair.

Ajwa menatap heran Altair. "Kok kakak yang jawab."

"Ya gue ngewakilin, kenapa lo nggak suka? Nggak usah banyak protes." Altair menatap tajam Ajwa.

"Ajwa ke kampus bareng kakak 'kan?" tanya Ajwa.

"Ya nggak lah, naik taksi. Enak aja mau bareng gue," jawab Altair.

***

Ajwa menunggu di depan gerbang, ia telah memesan taksi online. Altair berdiri di samping Ajwa, entah kenapa cowok itu merasa jika Ajwa itu seperti magnet.

'Kenapa gue deket deket nih cewek terus sih? Katanya gue mau bikin dia menderita, tapi kenapa gue peduli sama dia?' batin Altair.

"Kakak ngapain di sini?" Ajwa menatap Altair yang berada di samping nya.

Altair memalingkan wajah nya. "Suka suka gue, ini 'kan rumah gue."

"Ya udah, terserah kakak aja." Ajwa lebih memilih mengalah.

"Lo udah tahu alamat kampus nya 'kan?"

"Udah, 'kan udah kakak kirim alamat nya."

"Lo punya duit nggak? Jangan malu malu in gue lo, entar lo nggak bisa bayar."

Ajwa menghela nafas nya. "Ajwa masih punya uang kok."

"Ya udah hati hati." Kata kata itu keluar begitu saja dari mulut Altair.

Altair langsung merutuki mulut nya yang salah berbicara. Ia benar benar bodoh hingga mengatakan hal itu. Ajwa menatap aneh Altair membuat cowok itu salah tingkah.

"Ngapain lo natap gue kayak gitu?" tanya Altair dengan nada tidak suka.

Ajwa menatap lekat Altair. "Kakak peduli sama Ajwa."

"Ya nggak lah, gue tadi bilang hati hati tuh sama supir taksi nya. Bilangin sama supir nya hati hati," ucap Altair.

"Biar Ajwa nggak kenapa napa ya kak?" tanya Ajwa.

"Ya biar taksi nya baik baik aja dan nggak nabrak. Jangan geer lo!" semprot Altair.

'Harusnya gue tadi langsung ke markas, ngapain juga nemenin nih cewek. Al Al, habis nikah kok jadi bego gini,' batin Altair.

Bersambung...

Gadis Bercadar Milik Ketua GengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang