Namaku Tri Em. Tapi teman-teman lebih suka memanggil aku 'playboy'.
Bersama kisah ini, aku ingin betul-betul mengenal diriku, juga orang-orang di sekitarku. Walau mereka tidak percaya—ketika aku bercerita—apa saja yang telah aku alami di masa lalu. Teman-temanku pasti terkejut, atau menganggapku gila: sebab aku menjuluki diri sebagai mantan playboy.
Teman-teman tidak pernah tahu, betapa tidak mengenakkan menjadi seorang yang bukan aku.
Secara resmi, aku pacaran sejak kelas 1 SMP. Setelah putus dengan Anis, pacar pertamaku, seketika kondisiku memburuk pascaputus dengannya. Nilai-nilai pelajaranku merosot drastis, lantas kami pun dipertemukan di ruang bimbingan konseling. Sialnya, kasus itu diketahui oleh murid-murid satu angkatan.
Aku tidak pernah tahu bagaimana aku kemudian dianggap playboy. Cukup lama aku merasakan kepahitan itu, apalagi saat aku dipaksa mengambil sebuah keputusan: menerima pernyataan cinta dari kakak kelas.
Ketika itu aku sudah menjalin hubungan dengan Isti, perempuan lugu dan sederhana. Laki-laki macam apa yang rela menduakan pacarnya hanya karena takut diancam oleh kakak kelas? Dasar pecundang!
Ya, aku memang pecundang. Kami putus, lalu sampai pada satu hubungan, aku justru diduakan sama pacarku berikutnya. Diputusi hanya dalam waktu kurang lebih tiga jam, bahkan aku juga pernah di-tujuh-in. Di-tujuh-in: dari jadi pacar pertama sampai pacarku punya enam pacar lain. Hebat!
Karma? Ibuku sangat marah kalau aku mengaitkan setiap peristiwa yang aku alami sebagai balasan orang-orang yang tersakiti. Sakit sekali mengetahui bahwa aku dikatakan playboy oleh teman-temanku. Tapi mau tidak mau—seperti terpaksa memutuskan perempuan yang jadi pacar kedua—aku harus menerima kenyataan ini.
Kata orang, jangan menjadi orang lain, jadilah diri sendiri. Menurut orang mungkin begitu, namun jelas bukan kata-kataku. Karena dipanggil playboy itu lah, aku ingin selalu menjadi orang lain, atau minimal bisa merasakan sakit yang sama, kecewa yang sama, persis yang orang rasakan. Kukira ini cukup adil.
Mungkin terdengar berlebihan, namun aku ingin menjadi seorang yang terlahir kembali, bahkan sekadar menata ulang sejarah hidupnya. Karena setiap orang memiliki masa lalu. Walau tidak dapat terulang, aku berharap bisa memperbaiki masa laluku dan hidup lebih baik dari hari-hari sejak aku dianggap playboy.
Namaku Tri Em. Jangan lagi panggil aku playboy. Sebab aku punya sederet kisah yang akan terus kaukenang. Bukan hanya tentang cinta, cinta, dan omong belaka. Ini tentang kita: cemburu, padahal hanya takut dipermainkan waktu. Kita yang sering kali merasa berkorban, padahal hanya takut kehilangan. Kita yang pernah mempermainkan cinta, walau kadang terlalu munafik untuk mengakuinya.
"Aku bukan playboy. Aku hanya orang yang tidak kenal menyerah, dan tidak beruntung."
—Puthut EA, Cinta Tak Pernah Tepat Waktu
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar Mantan Playboy
Novela JuvenilNamaku Tri Em. Tapi teman-teman lebih suka memanggil aku 'playboy'. Bersama kisah ini, aku ingin betul-betul mengenal diriku, juga orang-orang di sekitarku. Walau mereka tidak percaya-ketika aku bercerita-apa saja yang telah aku alami di masa lalu...