Aku Enggak Pernah Selingkuh

387 21 0
                                    

"Aku enggak pernah selingkuh, Mas. Tolong, percaya aku!"Vania mengiba, perempuan itu bersimpuh di bawah kaki suaminya yang sejak tadi hanya mematung. Satya Hartono lebih senang memperhatikan lukisan di dinding ruang tamunya dibandingkan mendengar rengekan istrinya yang baru saja ketahuan menyeleweng.

"Mana ada maling mau ngaku." Nyonya Hartono mulai geram, "Buktinya sudah sangat jelas Vania, kamu hamil!"

"Aku enggak pernah selingkuh Mas, sumpah demi tuhan aku enggak pernah main gila dengan lelaki lain!" Vania mengguncangkan kaki Satya dengan kuat, "Lihat aku, Mas. Sekali saja, aku yakin kamu pasti akan tahu aku bohong atau enggak. Lihat aku, Mas. Tolong...."

"Sebelum menikah, kita melakukan pemeriksaan kesehatan bersama-sama Vania." Satya Hartono berucap lirih, perih sekali hatinya karena berpikir istri yang sangat di cintainya ternyata tega mengkhianatinya. "Aku, kamu dan bahkan seluruh keluarga besar kita sama-sama tahu kalau aku mandul! Varikokel, membuat aku enggak bisa memberikan keturunan dalam pernikahan ini!" Satya terengah-engah, dadanya sesak karena sibuk menahan amarah.

"Aku juga enggak tahu, Mas. Aku sama sekali enggak tahu bagaimana caranya sampai bisa hamil, aku sama bingungnya seperti kamu." Vania kembali mengiba, "Tolong, percaya aku Mas."

"Ck, jangan mau dibodohi lagi Satya, istri kamu ini licik! Dari dulu mbak kan sudah bilang sama kamu, jangan menikahi perempuan kampung ini." Prisilla Handoko melipat tangan di depan dada dengan angkuh, "Sekarang lihat kan? Belangnya langsung kelihatan padahal kalian baru satu tahun menikah."

"Mas..hiks.. dengar aku dulu,"

Vania masih mengiba, perempuan itu kehabisan akal untuk meyakinkan suaminya. "Aku juga sama sekali enggak tahu kenapa bisa hamil, kita coba konsultasikan ke dokter dulu ya, Mas? Aku mohon...."

"Enggak perlu buang-buang waktu!" Rahardi Hartono menuruni anak tangga dengan cepat, "Bawa barang-barang kamu dan pergi dari rumah ini!"

"Mas...."

Satya masih diam, lelaki itu sama sekali tidak mau melirik Vania.

"Biar aku yang seret dia keluar."

"Mas!"

Vania berusaha memberontak, sedangkan Prisilla terus berusaha menyeretnya ke ujung pintu.

"Mas, aku enggak pernah selingkuh! Aku bersumpah Mas, aku enggak pernah mengkhianati pernikahan kita!"

"Berisik!"

Prisilla mendorong tubuh Vania tanpa ragu, diikuti oleh Rahardi yang melemparkan tas besar yang berisi barang-barang Vania yang sudah dikemas.

"Pergi dan jangan pernah kembali, perempuan enggak tahu di untung."

"Mas.." Vania merangkak, memohon di bawah kaki kakak iparnya, "Aku enggak bisa pergi seperti ini, tolong kasih aku kesempatan untuk berbicara dengan Mas Satya."

"Untuk apa lagi, Kamu mau kasih alasan apa lagi ke Satya, hah?!"

Vania menggeleng, kali ini perempuan itu memeluk kaki Prisilla dan kembali memohon.

"Aku sama sekali enggak beralasan, tolong biarkan aku bicara berdua dengan Mas Satya mbak. Aku dan Mas Satya perlu berbicara dari hati ke hati untuk meluruskan kesalahpahaman ini."

"Jangan bercanda. Jangankan berbicara berdua, melirik kamu pun Satya sudah enggak sudi!" Rahardi menarik tubuh adiknya memasuki rumah, "Berhenti memainkan drama dan pergi dari rumah ini, jangan kembali lagi Vania, karena kamu enggak lagi memiliki tempat di sini."

Vania menggelengkan kepala, perempuan itu merangkak dengan cepat untuk menggapai pintu yang sialnya sudah tertutup rapat. Vania kehilangan kesempatan untuk meyakinkan suaminya.

***

"Sudahlah Sat, jangan dipikirkan lagi."

Satya menenggelamkan wajah di kedua telapak tangannya, lelaki itu bahkan tidak sanggup menahan tangis karena pengkhianatan yang Vania lalukan.

"Lupakan Vania dan jalani lagi hidup kamu yang sempurna Satya."

"Hidupku sudah enggak sempurna, Ma. Aku cacat! Vania bahkan sampai memilih lelaki lain karena aku enggak bisa memberikan dia keturunan."

Nyonya Hartono menghela napas, "Mantan istri kamu itu yang bermasalah, mata duitan. Sejak awal dia enggak benar-benar mencintai kamu, jadi jangan salahkan diri kamu karena kejadian ini."

"Benar Satya, kamu sempurna sebagai lelaki. Jangan khawatir, ke depannya nanti kamu pasti akan menemukan perempuan lain yang jauh lebih baik dari Vania."

Satya menggeleng, ia tidak bisa membayangkan akan ada perempuan lain lagi. Satya sudah kehilangan rasa percaya dirinya.

"Aku mau istirahat Ma, kepalaku mau pecah rasanya."

Rahardi menepuk bahu adik bungsunya dengan pelan, "Ya, beristirahatlah. Biar mas yang mengurus sidang perceraian kamu dan Vania, jangan khawatir Satya, kami akan selalu ada di pihak kamu."

Satya mengangguk, lelaki itu menyeret kakinya dengan susah payah menuju kamar. Kamar yang selama satu tahun terakhir ini di tempati olehnya dan Vania.

"Vania..." Satya berujar lirih, lelaki itu berusaha sekuat tenaga untuk memejamkan mata. Tubuhnya benar-benar lelah, begitu juga hati dan pikirannya.

"Mas, mau aku pijetin?"

Mata Satya spontan langsung terbuka, lelaki itu mengamati seluruh sudut kamar. Mencari-cari pemilik suara yang baru saja di dengarnya.

"Mas, handuknya langsung digantung dong."

Lagi, kepala Satya berputar. Mencari sosok Vania yang suaranya terus saja ia dengar.

"Mas, I love you."

"Cukup." Satya melarikan tangannya ke kepala, "Cukup Vania, cukup!" napas lelaki itu terengah, matanya menatap tajam foto pernikahannya di dinding kamar. Di mata Satya sosok Vania yang ada di dalam pigura menyeringai, menertawakan kebodohannya.

"Aku enggak menyangka kalau kamu sebodoh ini mas, gimana aku bisa mencintai lelaki yang enggak sempurna seperti kamu? Mandul, yang bener aja."

"Diam."

"Kalau bukan karena nominal angka yang ada di rekening pribadi kamu, mana mau aku setiap hari bilang cinta hahaha."

"Diam aku bilang!"

"Kamu benar-benar bodoh mas, hahaha bodoh."

"Aku bilang diam!"

Satya mengamuk, lelaki itu menghancurkan seluruh pigura yang ada di kamarnya. Satya bahkan sama sekali tidak peduli jika pecahan kaca melukai kakinya.

"Satya!" Nyonya Hartono histeris, "Panggil dokter, panggil dokter sekarang!" jeritnya sebelum berlari, menghampiri Satya yang kesetanan menginjak-injak pecahan kaca.

"Perempuan ini terus meledekku Ma, benar-benar kurang ajar." Satya masih tidak mau menjauhi pecahan kaca, "Perempuan kurang ajar, berani-beraninya dia meremehkan aku."

"Satya dengar mama, lihat mama, nak."

Satya diam, memandang kosong pada wajah ibunya yang masih tetap terlihat cantik di usia senja.

"Bukan seperti ini caranya membalas dendam, Vania hanya akan semakin berada di atas awan. Perempuan itu akan semakin merasa di atas angin jika melihat kamu seperti ini." Nyonya Hartono mencengkram sisi kepala putranya, mencoba memberi keyakinan, "Vania pasti berpikir kamu tidak akan pernah bisa hidup tanpanya, karena itu kamu harus membuktikan jika kamu bisa melakukannya. Perpisahan kalian, pengkhianatan Vania enggak boleh membuat kamu terlihat menyedihkan."

Satya mengangguk, "Mama benar, aku enggak boleh terlihat menyedihkan."

"Benar, kamu harus melanjutkan hidup kamu Satya. Tunjukan kalau kamu jauh lebih berkuasa dari perempuan itu. Tunjukan kalau bukan hanya Vania perempuan yang akan ada di hidup kamu."

Kening Satya berkerut, tidak mengerti dengan maksud ibunya.

"Kamu harus menikah lagi Satya dan Bianca adalah orang yang tepat untuk kamu."

CINTA YANG KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang