Cinta selalu bisa kadaluarsa

141 9 0
                                    

"Pak!"

Sopir keluarga Hartono bergegas membuka seat belt kemudian mengejar Satya yang tampak limbung, lelaki yang tingginya hanya sebatas bahu Satya itu jelas kewalahan menopang tubuh Satya yang tinggi dan sedikit berotot.

"Lepas! Saya bisa jalan sendiri."

"Saya bantu saja, Pak. Saya takut Bapak jatuh."

"Saya bisa jalan sendiri!" maki Satya sembari mengacungkan jari telunjuknya ke hadapan lelaki yang sudah belasan tahun mengabdi kepada keluarganya, "Jangan remehkan saya, jangan pernah sekali-kali kamu berani melakukannya."

Satya mabuk, hal itu yang membuat Sopir keluarga Hartono sedikit was-was. Majikannya itu bahkan tidak dapat menaiki undakan tangga dengan baik.

"Saya enggak bermaksud meremehkan, Pak. Saya cuma ingin membantu, pekerjaan saya memang seperti ini."

"Lepas!" Satya masih keras kepala, "Ck! Tangga sialan, kenapa dia bisa ada di sini."

"Pak...."

"Ada apa ini?!" Nyonya Handoko menjerit, perempuan itu terkejut melihat putranya duduk di depan teras sembari menunjuk-nunjuk anak tangga, "Satya, apa yang kamu lakukan?!"

"Mama enggak bisa lihat? Aku sedang memberi tangga sialan ini pelajaran, berani sekali dia menghalangi jalan seorang Satya Hartono!"

Nyonya Handoko bergegas mendekat, "Satya..., kamu mabuk?"

"Hm?" Satya kemudian tertawa, "Aku enggak mabuk, Ma. Siapa yang mengatakan omong kosong seperti itu?"

Nyonya Handoko melirik sopir pribadi putranya, "Apa yang terjadi?"

"A..., anu nyonya. Saya juga enggak begitu paham, tapi tuan Satya sudah kelihatan tidak baik-baik saja setelah menyelesaikan urusan di kantor salah satu kliennya."

"Apa kasus yang harus di tanganinya kali ini seberat itu," Bisik Nyonya Hartono sembari mengusap rambut Satya yang sekarang menyembunyikan wajah di sela lehernya, "Dia bisa bertanya kepada Rahardi jika kesulitan, kenapa harus mabuk-mabukan seperti ini."

"Maaf nyonya...."

Nyonya Hartono menghela napas, "Sudahlah, sekarang kamu bantu saya memapah Satya, dia harus segera beristirahat."

Sopir pribadi Satya mengangguk, lelaki itu sudah akan menarik tubuh Satya ketika tiba-tiba saja bungsu keluarga Hartono itu mengeratkan pelukannya pada tubuh Ibunya.

"Satya...."

"Cinta sejati sialan." Maki lelaki itu di antara isak tangisnya, "Kenapa kamu bisa sebahagia itu sedangkan aku di sini menderita!"

"Satya...."

"Kenapa kamu melakukannya, Vania...." Suara Satya lirih, "Kenapa kamu melakukannya, kita sudah pernah sepakat sebelumnya untuk saling berusaha menumbuhkan cinta baru, setiap cinta kita mulai kadaluarsa." Bahu Satya bergetar kencang, lelaki itu menangis sesegukkan dibahu Ibunya, "Kenapa kamu mudah sekali menyerah dan berpaling dariku, mengkhianati pernikahan kita. Kenapa?!"

"Satya!"

Nyonya Hartono histeris ketika putranya tiba-tiba saja seperti tersedak, sopir keluarga yang melihat itu juga bergegas menghubungi dokter keluarga.

"Satya, kenapa kamu sampai seperti ini, Nak...." Nyonya Hartono menangis, "Lupakan Satya, lupakan perempuan itu dan berbahagialah dengan kehidupan kamu yang baru. Bianca bahkan jauh lebih baik di banding Vania."

Satya menggeleng, "Tapi aku butuh Vania, Ma. Aku butuh dia, bukan Bianca atau perempuan lainnya."

Nyonya Hartono kembali menjerit begitu tubuh Satya luruh ke dalam pelukannya, teriakannya menghebohkan seluruh isi rumah hingga Rahardi harus turun membantu Ibunya mengurus Satya yang tumbang.

****

"Sudah bangun, Mas?"

Satya mengerang, kepalanya pening luar biasa.

"Minum ini dulu." Bianca mengulurkan sebutir obat pereda pengar dan segelas air, "Kamu mabuk parah semalam."

Satya melakukan apa yang di minta Bianca tanpa banyak bicara.

"Bisa-bisanya kamu mabuk-mabukan, sudah begitu meracau enggak jelas sampai menyebutkan nama perempuan lain di ranjang kita. keterlaluan kamu, Mas."

Langkah Satya yang hendak memasuki kamar mandi terhenti.

"Ini sudah lewat lima tahun, Mas. Mau sampai kapan kamu mengharapkan Vania?! Perempuan itu sudah mengkhianati kamu, mau kamu tunggu seribu tahun pun kenyataan itu enggak akan pernah berubah!"

'Prang!'

Bianca spontan melarikan tangan ke kepala, itu adalah gerakan refleksnya demi melindungi diri dari vas bunga yang baru saja dilemparkan oleh Satya.

"Berhenti mencampuri urusanku."

"Urusan kamu? Pernikahan ini urusan kita berdua! aku enggak mau suamiku masih memikirkan mantan istrinya, terlebih lagi di atas ranjangku."

"Kalau begitu silakan pergi." Satya menjawab dengan santai, "Dari awal kamu sudah tahu akan seperti akhirnya, kan? Kamu yang nekat untuk tetap masuk ke dalam kehidupanku, jadi terima saja resikonya."

Bianca mendengus, "Jangan bercanda, Mas. Kamu pikir aku enggak tahu rencana kamu ketika menyetujui rencana Mama untuk menikahkan kita?" Gigi Bianca bergemeletuk, perempuan itu jelas sedang sangat emosi sekarang, "Kamu membutuhkan bantuanku untuk membalas rasa sakit hati kamu ke mantan istri kamu itu!"

"Bagus kalau kamu sudah tahu, jadi berhenti memainkan drama. Karena sampai kapan pun, pernikahan ini enggak akan pernah berjalan seperti pernikahan orang lain pada umumnya." Satya mendekat, mencengkram wajah Bianca dengan tangannya, "Aku bisa menceraikan kamu kapan saja, Bianca. Aku bisa memilih perempuan lain, syaratnya mudah kan? Aku hanya perlu mencari perempuan dengan bibit, bebet dan bobot keturunannya jelas."

Satya sangat menikmati ketakutan di mata Bianca.

"Jangan banyak tingkah, Bianca. Karena aku bisa dengan mudah melempar keluar dari rumah ini."

Binca menghela napas lega ketika Satya melepaskan cengkramannya, tubuhnya gemetar karena baru pertama kali ini Satya memperlakukannya sekasar itu. Selama ini Satya memperlakukan Bianca sebagai bayangan yang keberadaannya antara ada dan tiada.

"Jangan sombong kamu, Mas. Lelaki mengenaskan seperti kamu bisa apa?" Bisik Bianca dengan lirih, "Perempuan mana yang mau mengorbankan hidupnya untuk hidup bersama lelaki mandul seperti kamu?"

Bianca tahu seharusnya ia berhenti memancing emosi Satya. Sayangnya, ego dan luka di hatinya membuat Bianca terus saja mengkonfrontasi Satya tanpa ragu.

"Vania yang dulu sesumbar sangat mencintai kamu itu bahkan menyerah, perempuan itu memilih hidup bersama lelaki lain dibandingkan bersama kamu." Bianca tersenyum miring, "Vania pasti sudah sangat bahagia sekarang, bermain bersama anak-anaknya yang lucu dan menggemaskan. Ah, aku penasaran. Sudah berapa anaknya sekarang, kamu penasaran juga enggak, Mas?"

Bianca tidak sempat mengelak ketika Satya tiba-tiba saja melayangkan tamparan, tidak cukup sampai di sana lelaki itu juga menjambak rabut Bianca dengan kencang. Satya yang sudah gelap mata tidak peduli pada rintihan Bianca karena tindakan kasarnya tersebut.

"Satya! Apa yang kamu lakukan?!" Rahardi yang mendapat laporan soal keributan di kamar adik bungsunya memaksa masuk.

"Astaga, Bianca!" Prisilla tidak kalah terkejutnya, perempuan itu berlari menarik tubuh Bianca yang sudah memar ke dalam pelukan, "Panggil dokter, sekarang!"

"Sadar Satya! Kamu bisa membunuh istri kamu sendiri!" Rahardi kesulitan menahan tubuh Satya yang terus mendesak maju, lelaki itu jelas masih belum merasa puas jika belum melihat Bianca sekarat, "Bawa Bianca keluar dari kamar ini!"

Prisilla menuruti perkataan kakaknya dengan tubuh gemetar, di bantu oleh beberapa pelayan perempuan itu membantu Bianca yang masih syok meninggalkan Satya yang masih berusaha memburunya.

CINTA YANG KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang