Hartono Bersaudara

188 12 0
                                    

"Jangan memancing emosi Mama."

Bianca mendengus, perempuan masih kesal karena ulah Rahardi semalam.

"Jangan hubungi aku, kecuali Mas Ardi mau hubungan kita ketahuan."

"Bianca?"

Bianca nyaris menjatuhkan ponselnya karena terkejut, tidak menyangka jika Ibu Mertuanya akan muncul di belakang.

"Ma...."

"Mama bikin kamu kaget, ya? maaf, hahaha."

Bianca meringis, "Aku sudah pesan menu yang biasa, apa Mama mau memesan menu lain?"

"Engga, enggak perlu. Apa yang kamu pesan sudah cukup."

Bianca mengangguk, kemudian meletakan kembali buku menu di atas meja.

"Kamu sudah baikkan?"

Bianca berdehem, "Yah, masih sedikit nyeri. Tapi enggak apa-apa, dokter bilang dua atau tiga hari lagi pasti reda."

"Mama mewakili Satya, minta maaf ya." Nyonya Hartono mengusap punggung tangan menantunya, "Tapi, Bi. Sebagai istri kamu seharusnya bisa menahan diri."

Bianca memaksakan senyum, Rahardi sudah memperingatkannya semalam.

"Enggak baik kalau kamu terus membawa-bawa nama Vania ketika bertengkar dengan Satya."

"Ma-"

"Mama tahu," Nyonya Hartono tidak memberi Bianca kesempatan untuk berbicara, "Tapi masalah enggak akan selesai kalau kamu terus mengingatkan Satya dengan Vania, kamu bilang ingin membuat Satya jatuh cinta."

"Masalahnya, Mas Satya itu selalu memikirkan Vania. Kemarin itu, bukan kali pertama Mas Satya menyebut nama Vania di dalam tidurnya."

"Kalau begitu kenapa kamu marah? Seharusnya kamu sudah terbiasa, Bianca. Seharusnya kamu mengerti."

Bianca menahan umpatan, ibu mertuanya itu memang sangat menyayangi Satya.

"Mama tahu, pasti berat untuk kamu. Tapi kamu mau berusaha kan? Kamu harus bisa mengambil hati Satya jika masih ingin menyandang status sebagai menantu keluarga Hartono.

"Sialan!"

Bianca membatin.

"Mama juga enggak suka, kamu menyebut Satya mandul." Nyonya Hartono menjeda kalimatnya ketika pelayan datang menyajikan makanan, "Kamu sudah tahu kenyataannya, Bianca. Lantas kenapa kamu berani mengatai Satya seperti itu."

Bianca meremas jari-jarinya gugup, "Itu..., aku kelepasan Ma. Aku kesal karena Mas Satya terus saja teringat Vania padahal perempuan itu sudah menghianatinya."

"Kamu harus belajar mengontrol emosi, Bi. Bayangkan kalau kamu kelepasan bicara, jangankan mengambil hati Satya. Mempertahankan status kamu sebagai istri Satya saja kamu tidak akan bisa." Nyonya Hartono menggelengkan kepala, "Mama mengerti kamu resah, karena itu kamu harus segera mengandung calon penerus keluarga Hartono selanjutnya."

"Mas Satya bahkan tidak pernah menyentuhku, Ma."

"Berusahalah lebih keras."

Bianca nyaris menggeram, mertuanya itu sama sekali tidak tahu semua usahanya untuk meyakinkan Satya. Sayangnya, mendebat Nyonya Hartono adalah tindakan yang membuang waktu. Jadi Bianca memutuskan untuk mengangguk.

"Baik, Ma."

"Terus, kenapa waktu itu kamu enggak jadi menemui Satya untuk makan siang bersama?"

Bianca menelan ludah dengan susah payah, tentunya perempuan itu tidak dapat mengatakan kebenarannya karena hari itu Bianca pergi bersama Rahardi.

CINTA YANG KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang