Jangan pernah remehkan saya

136 11 0
                                    

"Apa yang kamu pikirkan?!" Rahardi memojokkan Satya yang masih belum bisa mengendalikan diri, "Kamu bisa membunuh istri kamu sendiri, Satya!"

"Dia bukan istriku."

"Kamu menikahinya di hadapan penghulu dan disaksikan oleh banyak orang." Rahardi geram sendiri dengan kelakuan adik bungsunya, "Kendalikan diri kamu, jika tidak ingin berakhir di penjara."

"Aku enggak peduli!"

"Tapi kami peduli!" Rahardi semakin mendorong Satya ke dinding, "Berhenti membuat masalah, Satya. Kami semua sudah muak harus terus mengurusi hidupmu seperti ini, menyedihkan."

Rahardi melepaskan cekalannya, lelaki itu pergi begitu saja meninggalkan Satya yang kembali meluapkan emosinya dengan menghancurkan seluruh isi kamarnya.

***

"Aku enggak terima!"

Nyonya Hartono memijat pelipisnya dengan frustasi.

"Aku yang ibunya saja enggak pernah memukuli Bianca sampai seperti ini!"

"Saya tahu, Mbak. Karena itu saya minta maaf."

Kedua orang tua Bianca jelas tidak bisa menerima permintaan maaf tersebut.

"Jangan bercanda kamu, kamu kira permintaan maaf ini cukup untuk mengembalikan mental Bianca?!"

"Om dan Tante enggak bisa menyalahkan Satya sepenuhnya." Prisilla menuruni anak tangga dengan hati-hati, "Satya enggak akan gelap mata, jika tidak terpancing sesuatu."

"Oh, jadi sekarang kalian mau menyalahkan putri saya?!"

"Bukan begitu Mbak." Nyonya Hartono bangkit dari duduknya, "Ayo duduk dulu, kita bicarakan baik-baik."

"Mana bisa masalah ini dibicarakan baik-baik! Pokoknya kami akan membawa masalah ini ke ranah hukum, ini sudah masuk kriminal!"

"Bianca yang lebih dulu mencari perkara." Prisilla tidak mau kalah, "Dia-"

"Prisilla."

Prisilla menghela napas, perempuan itu mengerti kode yang diberikan Ibunya untuk berhenti dan tidak memperpanjang masalah.

"Begini Mbak, yang namanya hubungan suami istri itu pasti ada saja masalahnya. Saya akui, kali ini Satya keterlaluan...."

"Benar-benar keterlaluan!" potong orang tua Bianca

"Iya, benar-benar keterlaluan. Karena itu saya juga serius untuk minta maaf." Nyonya Harto menerima map merah yang di ulurkan oleh asisten pribadinya, "Ini sebagai permintaan maaf saya."

Prisilla tertegun, ia tahu apa isi map tersebut.

"Ma!"

"Diam Prisilla." Nyonya Hartono kembali memfokuskan diri kepada besannya, "Ini salah satu property kami di Lembang. Anggap saja ini permohonan maaf saya sebagai Ibu yang gagal mendidik anak lelakinya."

Kedua orang tua Bianca menatap berkas di tangan mereka dengan mata berbinar. Meski masih bisa dikatakan sebagai kaum elite, pada dasarnya kedua orang tuan Bianca adalah pengusaha yang sudah nyaris bangkrut jika putri mereka tidak menikah dengan keluarga Hartono. Karena itu, surat kepemilikan bangunan seluas satu hektar itu bisa membuat mata kedua orang tua Bianca nyaris keluar dari tempatnya.

"Saya harap, Mbak dan Mas menerima permintaan maaf saya ini."

Ayah Bianca berdehem, "Baiklah, kami mengerti ketulusan yang coba kamu sampaikan."

Nyonya Hartono memaksakan senyum.

"Kami harap, enggak akan ada lagi kejadian seperti ini di masa depan nanti."

CINTA YANG KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang