Tin... Tin...
Klakson mobil di bunyikan. Suaranya menggema hingga ke seluruh sudut rumah. Bahkan, Rangga yang sedang ada di kamarnya, yang ada di lantai dua, pun mendengarnya.
Rangga terduduk di kasurnya, mengucek matanya, lalu melihat ke arah jam digital yang ada di meja nakasnya. Masih pukul 05.30 pagi. Suasana masih gelap. Rangga berdiri, membuka sedikit kaca jendelanya. Terdapat mobil di depan gerbang rumahnya.
Kring.... Kring....Kring...
Ponsel yang ada di samping jam berbunyi. Rangga mengambilnya, menggeser ikon hijau.
"Bisakah kau bukakan gerbang untukku?" tanya Rino.
"Hufft, ini masih sangat pagi Rin. Kan aku udah bilang, untuk menjemputku jam enam pagi," jelas Rangga.
"Itu tinggal tiga puluh menit lagi, kau pasti belum siap-siap? maka tiga puluh menit itu untuk siap-siap. Bukakan pintu sekarang juga!"
"Hufttt...." Rangga menghela napas panjang, "pertama, aku tidak butuh waktu selama itu untuk bersiap-siap. Kedua, perjalanan dari sini ke sana lima belas menit. Pentara rias meriasku pukul 7.30, dan pemotretan akan di mulai 7.35, kita akan menunggu lama nanti," jelas Rangga.
"Akan ku pastikan kita tidak menunggu lama," jawab Rino.
"Tapi-"
"Kita berdebat saja sudah menghabiskan waktu lima menit, kau turun dan membukakan gerbang untuku sepuluh menit. Malahan, sepertinya kita akan terlambat. Cepat bukakan gerbang untukku!" tegas Rino.
"Huffttt, dasar pemerintah," gumam Rangga. (Yang dimaksud disini tukang pemberi perintah)
"Apa kau bilang?" tanya Rino.
"Tidak."
Rangga mematikan ponselnya. Ia membuka laci nakas, mengambil remot gerbang disana. Setelah itu, ia keluar dari kamar dengan pakaian tidurnya.
Ia sampai di depan rumah, lalu menekan tombol di remot itu. Terbukalah gerbang rumahnya yang besar itu. Mobil Rino pun masuk ke dalam, memarkirkan mobilnya di garasi. Rino turun, menghampiri Rangga. Ia merogoh kantong celananya, mengeluarkan ponselnya ke Rangga. Disana, terpampang pukul 5.45. Sudah lima belas menit berlalu.
"Lihatlah! waktu cepat berlalu," kata Rino.
Rangga terbengong melihat itu. Rino semakin dekat, lalu mengecup bibir Rangga. Sang pemilik bibir semakin termanung melihat itu.
"Jangan bengong mulu," ujar Rino.
Ia berjalan masuk ke dalam rumah Rangga terlebih dahulu. Setelah beberapa saat, Rangga mengikuti Rino dari belakang. Setelah di dalam, Rino duduk di sofa ruang tamu Rangga. Ia memerintahkan Rangga untuk segera bersiap-siap. Rangga pun menuruti perintah itu, karena malas berdebat, takut pula terlambat.
Setelah lima belas menit lamanya, Rangga selesai bersiap-siap. Memang benar kata Rangga, bahwa dirinya tidak membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk bersiap-siap. Setegah waktunya dihabiskan hanya untuk berdebat dengan pelatih tua ini.
Rangga membawa banyak barang bawaan yang entah untuk apa gunanya. Rino mendekatinya.
Cup,
Rino mengecup pipi Rangga saat mengambil alih beberapa barang yang di bawa oleh Rangga. Si empu, yang dicium, hanya diam sambil tersenyum. Setelah semua barang bawaan masuk ke bagasi, dan kedua orang itu telah duduk di kursi pengemudi dan penumpang, mobil pun melaju ke tempat tujuan.
Selama perjalanan, tidak ada percakapan sama sekali diantara mereka. Rino tersu fokus ke jalanan, melajukan mobilnya, membelah sepinya jalanan kota.
Setelah beberapa lama, mereka pun sampai. Rino turun terlebih dahulu, lalu mengeluarkan dan membawakan barang-barang bawaan Rangga yang ada di belakang mobil. Bersama-sama, mereka masuk ke tempat pemotretan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Gym in Love
RandomApa yang kau tanam, itulah yang kau tuai. Begitulah peribahasa berkata. Namun, pernahkah kalian berpikir, apa yang kau latih, cinta yang kau tuai? Rangga adalah seorang model, dengan badan yang kurang proporsional. Ia pun memutuskan untuk datang ke...