3 | Americano: Debaran Tak Biasa

516 87 43
                                    

Lagi-lagi mendung gelap menggantung langit Malang. Aku baru selesai melakukan monitoring dan evaluasi di daerah Sulfat. Sebelum berangkat tugas lapangan tadi, aku sudah finger print dulu, sehingga sepulangnya bisa langsung ke rumah tanpa mampir kantor.

Kulihat arloji di pergelangan tangan kiri, ternyata sudah pukul 16.30. Kuinjak gas lebih kencang menuju ke arah Sukarno-Hatta. Yah, tentu saja tempat yang akan kutuju setelah penat bekerja saat ini adalah The Jeann's.

Jalanan yang agak padat membuatku sedikit suntuk. Meski sebenarnya tiap hari yang kutemui memang demikian. Sejak lahir sampai berusia 36 tahun ini, aku setia berada di Malang. Belum pernah tinggal di luar kota untuk sekolah atau bekerja atau urusan yang lainnya.

Kuliah S-1 dan S-2, aku mengambil jurusan Ekonomi Pembangunan dan Manajemen di Universitas Brawijaya. Sebelum diterima sebagai ASN, aku sempat bekerja di sebuah bank swasta di Malang juga, namanya Bank XDana. Meski banyak kenangan menyenangkan bersama teman-teman baik di sana dulu, tetapi Bank XDana juga merupakan tempat di mana aku pertama kali bertemu bajingan mantan suamiku itu.

Setelah menghela napas panjang, kukendarai mobil dengan kecepatan 60 km/jam. Lagu di tape membuatku lebih nyaman. Celine Dion, dengan judul Somebody Loves Somebody. Ada satu kenangan lucu dari lagu itu 5 tahun lalu. Saat itu, aku sudah merasa bahwa mantan suamiku sedang ada 'main' dengan perempuan lain.

Kemudian, dengan dibantu mantan pacarku saat SMA--yang kebetulan setelah putus justru menjadi sahabatku hingga sekarang--aku berhasil mengetahui akun Facebook milik perempuan terduga simpanan mantan suamiku. Galih--mantan yang beralihfungsi menjadi sahabat itu--adalah salah satu anggota intel polisi. Namun, meski tak sedang dalam wujud intel polisi pun dia memang sangat lihai dalam melakukan misi kepo pada orang lain.

Namanya Desi, jalang itu. Katanya, sih, dia sempat hamil anak mantan suamiku, tetapi keguguran. Kalau ditanya apakah aku sakit hati mengetahui kenyataan bahwa lelaki bajingan itu selingkuh, jawabannya tentu saja iya! Meski di akhir waktu pernikahan dengannya aku mulai tak nyaman dan berkali-kali berpikir untuk cerai, tetapi kala itu masih ada sisa cinta dalam hatiku untuknya.

Jijik, kecewa, marah dan merasa sangat bodoh. Itulah yang dulu kurasakan saat memutuskan menggugat cerai bajingan tersebut. Perselingkuhan yang dia lakukan justru makin menguatkan keinginanku bercerai.

Toh, kalaupun lelaki itu tidak berselingkuh, pernikahan yang kami bangun selama 5 tahun tersebut tetap akan kandas. Aku sudah tak tahan dengan mulut ibunya, yang selalu mengataiku 'mandul', 'perempuan tidak berguna' dan 'hanya jual tampang dan harta'. Oh, astaga! Memang dulu yang mengejar-ngejar untuk bisa menikahiku siapa, kalau bukan anak lelakinya yang selalu dibangga-banggakan tersebut?

Aku tertawa sendiri saat mengingat bagaimana ekspresi nenek lampir itu ketika aku melemparkan lembaran uang seratus ribuan sebanyak hampir lima puluh lembar ke wajah anak lelakinya. Dia langsung memakiku dengan penuh emosi.

Aku yang tak terima dimaki segera membalas dengan perkataan lebih kasar. Tentang betapa selama 5 tahun menikah denganku, anak lelakinya justru menumpang tinggal di apartemen yang kubeli sendiri dan datang tanpa membawa apa pun kecuali baju, buku, ponsel, laptop serta sepatu.

Saat belum sempat menyelesaikan semua uneg-uneg di dada, lelaki gila itu langsung menampar wajahku dengan keras, sampai aku jatuh dan keningku menghantam lantai. Namun, dua manusia bejat itu hanya diam saja sambil menatapku yang merintih kesakitan dan keduanya dengan kompak kembali memakiku.

Aku tak mau kalah, segera berdiri dan mengancam akan menelepon polisi kalau keduanya tak segera keluar dari apartemen. Mereka tak mau pergi, sampai akhirnya tahu bahwa ancamanku waktu itu tak main-main. Aku benar-benar menelepon polisi, yaitu Galih.

Kau dan Kopi di Senja Hari [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang