5 - Rencana

859 70 13
                                    

H A P P Y
R E A D I N G

*****

Matahari datang menggantikan tugas bulan untuk menerangi makhluk hidup yang ada di bumi. Suasana panas yang menyengat membuat para wanita kantoran menggunakan payung untuk melindungi kulit putihnya dari paparan sinar matahari. Mitos tentang menggunakan payung saat panas mereka anggap sebagai omong kosong.

"QUEEN-NYA MAMA KEMANA?!" teriak Lala histeris. Mimpi yang selama ini tak hadir tiba-tiba datang tanpa diminta. Ia takut, pikirannya kalut. Kesabaran yang ia tanam kini hilang karena rasa takut yang tiba-tiba hinggap.

"Sabar, Mah. Anak buah Papah lagi berusaha," ujar Fatir menenangkan.

Lala tak menghiraukan ucapan Fatir, ia terus berteriak hingga suaranya serak. Selang beberapa menit,  Lala terdiam. Matanya kosong, menatap hampa ke arah depan. Hal itu membuat Fatir semakin khawatir dengan kondisi sang istri.

'Zura gak ketangkap, kan?' batin Fatir was-was.

Disini lain...

Sinar matahari yang menembus tirai jendela membuat Zura kesal setengah mati. Ia masih ingin tidur, mengistirahatkan tubuh sebelum bertarung kembali dengan kemunafikan manusia.

"KAMPRET! Ganggu aja lo matahari," cibir Zura setelah merubah posisinya. Ia duduk seraya mengumpulkan nyawa yang masih bergelut nyaman di alam mimpi. Pikirannya terlempar ke tadi malam, ia benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan mereka. Dari awal, ia mempunyai firasat tak enak, dan firasatnya memang benar.

Tak mau terus terbelenggu oleh kejadian diluar nalar kemarin, Zura langsung bergegas menuju kamar mandi dan melakukan ritual paginya. Tak sampai sepuluh menit, ia sudah rapi dengan balutan pakaian santai berwarna hitam yang ia ambil di lemari.

Suara perut yang meminta makan membuat Zura bergegas menuju lantai satu dengan langkah pelan. 'Pasti Cleo udah buat sarapan banyak sebagai permintaan maaf,' tebaknya.

BRAK!

Langkah Zura terhenti mendengar suara gebrakan meja yang berasal dari dapur. Ia bersembunyi dibalik dinding yang memisahkan antara ruang santai dengan ruang dapur. Ia ingin mendengar perbincangan antara Cleo dan Dio yang pastinya akan menyebut dirinya sebagai objek.

"Lo gak usah munafik, Yo!" gertak Cleo dengan nada rendah.

Dio menggeleng. "Kenapa lo jahat banget, Cle?" tanyanya menatap tak percaya kepada Cleo.

Cleo tertawa. "Yo, lo gak usah akting. Gara-gara lo, rencana gue gagal! Gara-gara lo, Dio Pratama!" bisiknya penuh penekanan.

"Maaf. Tapi gue takut kita celaka, Cle. Gue takut salah sasaran, dia terlihat berbeda dari yang lain," ujar Dio berusaha membela diri.

"Dia tetap cewek manja yang cuma bisa habisin harta orang tua, gue tau watak orang berpunya, Yo!"

"Sekarang, lo ada rencana?" tanya Dio mengalah.

Cleo tersenyum evil. "Ada. Sini gue bisikin," sahutnya yang membuat Dio beranjak dari tempatnya dan menghampiri Cleo.

Julio sendiri hanya diam seraya memakan masakan Cleo yang terasa berbeda. Ingin komplain tapi takut kena sembur. Jadi, sebagai adek yang baik, Julio memilih diam saja.

"Rencana cadangan?" tanya Dio setelah duduk ditempatnya lagi.

"Gak perlu. Gue yakin rencana ini berhasil, dia terlihat lemah," ujar Cleo meremehkan.

Dio hanya bisa mengangguk.

Setelah merasa kondisi aman, Zura langsung menghampiri area dapur. "Pagi!" sapanya tersenyum lebar.

ZU(I)RA [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang